"Jadi gimana? Lo selesainya kapan?" Tanya Alvian kepada Fikri, orang yang membantu kami mencari tahu siapa penulis email ancaman itu.
"Semoga bisa cepet dah, ini orangnya tau banget gua bukan kerjaan anak IT. Soalnya dia ngebiarin pake IP Address yang sama berkali-kali, itu fatal banget menurut gua." Jawabnya.
"Nih ya di pojok sini ada kalimat received from disini ada dua IP Address yang sama, which is bodoh banget karena doi makin gampang dilacaknya. Gua bakal cari dulu lewat PIPL* atau spokeo*, semoga aja ketemu soalnya bakal lebih gampang daripada pake IP Address." Walaupun hampir semua perkataan Fikri tidak ada yang aku mengerti tetapi untuk mengapresiasi usahanya membantu, aku mengiyakan saja apapun yang diucapkan olehnya.
Dan sepertinya, Kak Daffa dan Alvian sama tidak mengertinya denganku.
Setelah beberapa menit Fikri berkutat dengan komputernya, aku dan yang lain akhirnya memutuskan untuk berduduk santai sebentar sambil menunggu hasil pencarian selesai.
Fikri menjelaskan sedikit tentang kemungkinan berhasil dan tidaknya. Menurut dia, email yang dipakai orang tersebut sudah pasti palsu dan menggunakan data yang salah. Karena saat dicek olehnya, tidak ada seseorang yang menggunakan email tersebut untuk jejaring sosial. Dan harapan satu-satunya ada alamat rumah yang didapatkan dari IP Address email itu.
Apabila alamat itu salah, maka semuanya akan gagal untuk mengetahui pengirim itu.
Rencananya, kami akan mencari alamat rumah itu lusa.
Semoga berhasil.
***
Aku, Kak Daffa, dan Alvian sudah mencari alamat itu selama satu jam. Hingga sekarang kami belum juga menemukan alamat tersebut. Sebenarnya, sistem kerja IP Address bukan seperti langsung mendapatkan nama jalan, nomor rumah, dan lain-lain. Melainkan, IP Address yang sudah didapatkan itu dimasukkan ke suatu web yang tidak aku mengerti lalu kami akan mendapatkan foto lokasinya dari Google Maps. Dan hasil itu tidak 100% akurat.
Tapi, nyatanya itulah salah satu cara yang dipakai polisi untuk menangkap kejahatan cyber yang sekarang sedang merajalela.
Aku dan Kak Daffa terus mencari tempat tersebut ke arah utara, sedangkan Alvian ke selatan. Ya, kami memang berpencar. Walaupun melewati pertengkaran kecil dulu tentang aku harus dibonceng siapa, tapi akhirnya Alvian lah yang mengalah.
"Kak, kalo sampe jam lima kita belum nemu, pasrah aja lah. Mungkin belum beruntung aja kali."
"Yaudah, kalo sampe jam lima Alvian belum ngasih kabar baik berarti kita lanjut besok aja ya." Aku mengangguk sambil melanjutkan menengok ke kanan kiri untuk mencari tempat yang dituju.
Aku agak takut dengan ancaman itu akhir-akhir ini. Karena semakin lama, apa yang dikatakan oleh sang pengirim email itu benar-benar terjadi. Seperti kemarin, saat aku sedang olahraga tiba-tiba saja baju gantiku tidak ada ditempatnya. Padahal aku ingat sekali bahwa aku menaruh baju itu di atas meja. Bukan karena aku takut diomeli oleh guru olahragaku, tapi hari itu adalah hari pengambilan nilai untuk rapot akhir dan tidak bisa digantikan dihari lain.
Jadi, dengan terpaksa aku harus merelakan nilaiku pas-pasan untuk rapot nanti.
Semoga saja aku tidak terkena omelan Papa.
"Nadila, tolong angkatin dong ini Alvian nelfon." Aku mengambil handphone Kak Daffa yang ada didalam tas ranselnya lalu mengangkat panggilan tersebut.
"Halo Al, kenapa?"
"Gua udah ketemu Nad tempatnya, lo kesini deh. Tempatnya disamping warung sate yang gak enak itu loh, inget gak?"
"Ohh, iya-iya inget yaudah gua sama Kak Daffa kesana ya. Assalamualaikum."
"Oke, Waalaikumsalam." Ketika dia mematikan sambungan telepon, aku langsung memberi tahu Kak Daffa jika Alvian sudah menemukan tempatnya. Dia langsung menancap gas ke arah tempat yang aku tunjukan.
Aku melihat Alvian dan motornya tak lama setelah itu. Dia melambaikan tangan memberi kami sinyal bahwa itu lah tempatnya.
"Al, yang mana maksud lo tempatnya?" Tanya Kak Daffa setelah turun dari motor kesayangannya.
"Nah, masalahnya itu. Tempat yang gua temuin itu bukan rumah tapi, warnet. Makanya gua langsung nyuruh kalian kesini, mending kita tanya dulu sama yang penjaga warnetnya." Aku mengangguk menyetujui usulan Alvian.
"Oke kalo gitu, kita masuk aja langsung." Kami mengikuti Kak Daffa yang sudah berjalan lebih dahulu didepanku dan Alvian. Mungkin jiwa ke 'kakak-an' nya keluar sekarang.
"Permisi mas, saya mau nanya. Pernah lihat orang mencurigakan gitu gak masuk ke warnet ini? Soalnya pacar saya dapet email gak jelas gitu dari orang, dan pas dilacak ternyata yang ngirim dari warnet ini." Alvian yang mendengar perkataan Kak Daffa 'pacar saya' langsung bersiul sambil bersumpah serampah. Aku memilih diam saja tidak berkomentar. Ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat.
"Waduh mas, saya gak tau kalo itu. Soalnya kan yang main disini banyak orangnya. Kadang juga muka gamers kan suka aneh-aneh mas. Kalo ditanya yang mencurigakan mah, hampir semua yang kesini mencurigakan menurut saya."
Pftt, benar juga perkataan mas-mas ini. Mana mungkin dia menghapal semua pengunjung yang ada di warnet ini. Lalu, bagaimana ini urusannya? Ah, sudahlah gagal saja.
"Iya juga sih, tapi gak ada gitu mas yang aneh? Kayak, kan biasanya yang kesini cowo. Nah, mungkin ada cewe yang kesini sering?" Tutur Kak Daffa.
Si penjaga warnet berfikir sebentar, "lupa saya mas, soalnya yang jaga bukan saya aja. Tapi yang satunya lagi makan, saya gak yakin sih dia tau orang yang mas maksud. Soalnya dia agak tulalit."
Akhirnya kami menyerah, setelah berterimakasih kami pergi dari sana menuju rumah masing-masing. Aku diantar oleh Alvian kali ini.
"Al, menurut gua kayaknya biarin aja deh. Lagian yang dia lakuin belum parah-parah banget juga kok. Mungkin dia iseng doang kali, gak ada kerjaan." Ucapku saat sudah berada dimotornya.
"Gak bisa Nad, kalo yang gitu lo diemin yang ada nanti makin-makin. Mungkin sekarang belum, tapi nanti? Siapa yang tau?" Aku terdiam, tidak menjawab lagi perkataannya. Karena apa yang Alvian katakan ada benarnya juga.
Tapi, bila takdir memang tidak mempertemukanku dengan Sang Penulis itu, bagaimana lagi?
***
"Gimana Nad perkembangan email itu? Dia masih neror lo?" Tanya Alysa saat aku baru sampai ke sekolah. Seperti biasa, dia selalu datang paling pertama. Padahal dari kami berempat rumah dialah yang paling jauh.
"Ya gitu deh, gua udah males buka email. Jadi gua anggurin aja."
Alysa membalas dengan 'ohh' nya lalu kembali diam. Aku sendiri tidak mood untuk berbicara panjang lebar sekarang, jadi pilihan Alysa untuk diam sepertinya adalah pilihan yang baik.
Dalam diam, aku bertanya-tanya. Siapa sebenarnya penulis itu? Kenapa ia menulis itu? Dan apa masalahnya denganku?
***
*PIPL: Website untuk mencari orang
*Spokeo: Website untuk mencari orang melalui jejaring sosial
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadila
Teen FictionBagaikan ombak yang menyapu habis daratan, kehidupan Nadila yang awalnya berjalan seperti sewajarnya berubah setelah ia dekat dengannya. Lelaki usil yang banyak diidolakan oleh kaum hawa penghuni sekolah, dan kakak kelas tampan yang memiliki sejuta...