"Eh woy, gua mau cerita nih." Aku mengebrak meja pelan untuk menarik perhatian teman-temanku yang sedang sibuk dengan gadget nya masing-masing.
"Cerita apaan Nad?" Jawab Alysa sambil menaruh handphone nya diatas meja.
"Gua ceritanya nunggu yang lain berhenti main hape pokoknya." Kataku sambil merengutkan wajah.
"Iya deh, tuh gua taro hapenya. Cerita gih," Sabita menaruh handphone-nya diikuti oleh Caca.
Aku tersenyum senang, lalu mulai bercerita.
"Nih ya, jadi tuh pas gua lagi nyantai-nyantai di kamar. Eh, tiba-tiba gua dapet email aneh gitu isinya gini," aku menunjukan screenshot dari email aneh kemarin kearah Sabita.
"Lah? Najis, siapa nih?" Ujar Sabita sesaat setelah membaca email tersebut.
Caca langsung menyambar handphone ku kemudian hal yang sama juga dilakukan oleh Alysa.
"Gua tebak itu Ali. Dia kan paling dramatis diantara kita-kita." Celetuk Caca ketika selesai membaca email itu.
Alysa langsung menjitak Caca, "heh, enak aja jadi gua yang kena."
"Aduh.. ya abisnya gua bingung mau nebak siapa. Jadinya lo aja yang gua tebak." Caca meringis seraya mengelus kepalanya yang barusan terkena jitakan Alysa.
Aku memutar mata melihat kelakuan dua sahabatku. "Gua sih udah nebak-nebak siapa yang ngirim. Cuma, kayaknya gak mungkin dia deh."
Sabita yang mendengar perkataanku langsung menyambar, "jangan bilang lo nebak orang yang gua tebak?"
"Hah? Emang lo nebak siapa?"
"Sarah." Jawab Sabita dengan jelas.
"Masa Sarah sih? Feeling gua Sarah anaknya baik, gak kayak aneh-aneh gitu." Caca mengangguk setuju mendengar pernyataan Alysa.
Aku menghela nafas. "Nah, gua juga gak percaya itu Sarah. Soalnya, Sarah selama ini baik-baik aja sama gua."
"Trus siapa dong?" Tanya Sabita yang sepertinya mulai penasaran dengan pengirim email itu.
Aku menggeleng pasrah sambil menghela nafas panjang. "Siapapun orangnya, semoga itu boongan."
***
"Permisi bu, saya mau manggil yang namanya Nadila Nicole disuruh ke ruang Bu Kartika sekarang." Merasa terpanggil, aku menengok kearah seorang siswi yang baru saja masuk ke kelas saat pelajaran biologi.
"Nadila silahkan, kamu boleh ke Bu Kartika." Ucap Bu Rini guru biologi ku.
Aku berdiri, berjalan keluar. Aku merasa semua orang yang ada di kelas langsung berbisik-bisik. Bu Kartika adalah wakil kepala sekolah bidang kesiswaan atau semacamnyalah, dan yang biasa dipanggil olehnya adalah siswa yang melanggar--sangat parah hingga pihak guru BK sudah tidak bisa menangani lagi.
Seingatku, sebandel-bandelnya aku itu hanya pernah telat sekali, atau memotong sedikit rok ku yang membuat efek sedikit 'ngatung'. Itupun aku berani karena di sekolahku tidak ada peraturan dilarang rok ngatung.
Sampai didepan ruang wakil kepala sekolah, aku dengan perasaan yang tidak enak mengetuk pintu lalu masuk ke dalam ruangan yang bertuliskan wakasek tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadila
JugendliteraturBagaikan ombak yang menyapu habis daratan, kehidupan Nadila yang awalnya berjalan seperti sewajarnya berubah setelah ia dekat dengannya. Lelaki usil yang banyak diidolakan oleh kaum hawa penghuni sekolah, dan kakak kelas tampan yang memiliki sejuta...