Alwiranda mengawali Minggu pagi nya dengan berolahraga ke sekeliling komplek perumahannya. Setelah hampir satu jam, ia memutuskan berhenti di taman. Dan memesan satu mangkuk bubur untuk sarapannya. Sambil menunggu pesanan buburnya, Awi mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang yang paling dirindukanya.
"Assalamu'alaikum, Bu.." ucap Awi saat panggilan telpon terjawab.
"Wa'alaikumsalam, Wi. Ibu kira kamu lupa sama Ibu sampai beberapa hari ini enggak ngabarin."
"Heheh maafin Awi, Bu. Awi jarang megang hp. Ibu apa kabar?"
"Baik, Wi. Kamu kapan kesini, nak?"
"Hem nanti deh, Bu. Awi ambil cuti seminggu buat pulang ke Bogor."
"Yasudah. Pacarmu gimana, Wi? Emang ga kangen kalau kamu tinggal seminggu?"
"Pacar apasi, Bu? Awi ga punya pacar, deket sama cowok aja enggak, Bu."
Di ujung telpon, Alwi mendengar sang Ibu menghela nafas berat. Sedangkan dirinya hanya bisa diam.
"Awi, kamu itu udah hampir 24 tahun. Ibu juga udah tua, Wi. Ibu pengen liat kamu menikah, Ibu pengen punya cucu dari kamu. Kamu kan tahu, kamu putri Ibu satu-satunya."
". . . ."
"Kamu juga cobalah berdamai sama masalalu. Ibu sudah memaafkan Ayah kamu. Kamu juga harus maafkan Ayahmu. Kemarin Dika telpon Ibu, bilang kalau Ayah sakit dan pengen ketemu kamu. Kamu harus jenguk Ayah, Wi."
". . . ."
"Kamu juga harus tahu, anak perempuan itu kalau mau menikah kalau bapaknya masih hidup. Itu tidak boleh di gantikan oleh wali. Harus Ayahmu sendiri yang menikahkanmu, Wi."
"Yaudah Awi mau sarapan dulu, Bu. Ibu jangan lupa sarapan juga. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam.."
Sang Ibu saja yang disakiti oleh Ayahnya mampu memaafkan dengan mudah. Kenapa dirinya tidak? Tapi, haruskah memaafkan?
Awi terdiam, menatap sedih dengan beberapa anak kecil yang bermain dihadapan nya dengan Ayah dan Ibunya yang menemani.
Awi kangen Ayah.
***
Nana, nanti aku jemput jam 10.00
Setelah mengirim pesan kepada sang kekasih, Arjuna kembali meletakkan handphonenya dan berjalan ke arah meja makan. Ini hari terakhirnya berada dirumah keluarganya.
"Pagi semuaa..." sapa Juna saat melihat kedua orang tua juga adik-adiknya sudah berada di meja makan.
"Pagi, Masss." jawab mereka serempak membuat Juna tersenyum sebelum ikut bergabung untuk sarapan.
"Mas, selesai nyarap Ayah mau ngomong sama kamu."
"Kenapa ga disini aja, Yah?" tanya Juna di sela-sela makan nya.
"Banyak adik-adikmu. Ayah pengen ngobrol berdua aja sama Mas. Mas keruang baca aja."
"Yaudah, Yah. Nanti Mas mandi dulu. Baru nyusul Ayah ke ruang baca."
***
Waktu menunjukkan pukul 09.00 saat Arjuna membuka pintu ruang baca yang ada dirumahnya itu. Menghampiri sang Ayah yang tengah duduk dengan secangkir kopi diatas meja dan koran ditangannya.
"Ada apa, Yah?" tanya Juna seraya mengambil posisi duduk didepan Ayahnya.
"Mas, gimana usaha restaurant kamu?" tanya Wisnu -ayah Juna- .
KAMU SEDANG MEMBACA
Awi & Juna (Selesai)
ChickLitHighest Rank #4 in ChickLit *** Maaf, pernah membiarkanmu berjuang sendirian. -Arjuna Sakha Iskandar- ---- Cuma penulis amatir yang suka baca dan nulis. 100% karya sendiri. Tulisan masih berantakan. Berisi 75% typo. Bukan orang yang pinter pake berb...