Saat melepasmu pergi jauh, berakhir dengan luka yang dalam. Sanggupkah ku untuk menunggumu? Menunggu sesuatu yang tak pasti.
(Sampai Habis Air Mataku 🎵)
***
Arjuna memacu mobilnya ke daerah puncak dengan kecepatan yang tidak bisa dibilang normal.
Bahkan, ketika alarm pengingat di handphone nya berbunyi ia abaikan begitu saja.
Sama seperti halnya ia mengabaikan rasa sakit dipingganh belakanhnya sedari tadi.
Wajahnya pucat. Ia tau, ia sendiri sedang dalam keadaan tidak baik.
Ketika seharusnya ia melajukan mobilnya ke rumah sakit, ia justru memilih menjemput istrinya. Mengabaikan kesehatannya.
Ia tidak mau terlambat. Lalu menyesal lagi.
###
Setelah selesai menyantap makan malamnya, Awi langsung berjalan menuju teras tempat Panca duduk termenung dengan dua cangkir teh melati ditangannya.
"Ehem. ."
Awi berdehem untuk menyadarkan pria dihadapannya.
Panca menoleh ke sumber suara, kemudian mematikan sebatang rokok yang baru dihisapnya tadi.
Awi tau, sahabatnya itu bukan seorang perokok aktif. Panca hanya sesekali merokok jika ia merasa dalam keadaan terburuk dihidupnya.
Dan Awi tau, sekarang dirinya lah penyebab Panca seperti itu.
"Kenapa, Wi?" tanya Panca.
"Nggak. Aku cuma mau ngobrol sama Mas. Sebelum besok aku pulang." ucap Awi seraya duduk disalah satu kursi yang terbuat dari kayu yang ada di luar villa tersebut.
Panca mengangguk, namun tetap pada posisinya. Duduk ditepi teras.
"Ada apa??" tanya Panca.
"Aku minta maaf." ucap Awi ambigu.
Panca mengernyitkan alisnya.
"Untuk?"
"Semuanya. Menyakit kamu. Mengabaikan kamu. Dan menolak kamu, yang aku sendiri tau kalau kamu sangat baik."
Panca tersenyum, kemudian berjalan kearah Awi. Mencondongkan sedikit wajahnya dengan tangan mengusap kecil kepalanya.
"Gakpapa. Aku yang salah. Aku yang minta maaf." ucap Panca melapangkan dada.
Awi tidak menyangkal reaksi aneh tubuhnya itu masih ada tatkala tangan kokoh itu mengusap kepalanya.
Awi balas tersenyun, mengusir canggung nya.
"Maaf juga, karena keputusan aku tetap sama. Seberapa seringpun dia menyakiti aku, hati aku tetap sama. Bodoh memang. ." Awi tertawa miris dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Memutuskan tetap memilih si brengsek Juna, daripada menerima cinta (telat) nya Panca.
"Nggak. Kamu perempuan hebat. Dari dulu sampai sekarang. Dia yang bodoh mengabaikan kamu." ucap Panca berhasil membuat matanya kembali berair.
Panca bukan lelaki yang bisa melihat perempuan yang dikasihi nya menangis. Tanpa tunggu lama, Panca mensejajarkan tubuhnya dengan Awi yang masih duduk dengan kedua tangan menangkup wajahnya.
Menarik tubuh itu masuk dalam dekapannya. Yang mungkin untuk terakhir kali.
BRAKKK
Arjuna membanting kasar pintu mobilnya yang langsung membuat Panca melepaskan pelukannya lalu menoleh ke belakang. Pandangan didepan nya membuat hatinya meradang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Awi & Juna (Selesai)
ChickLitHighest Rank #4 in ChickLit *** Maaf, pernah membiarkanmu berjuang sendirian. -Arjuna Sakha Iskandar- ---- Cuma penulis amatir yang suka baca dan nulis. 100% karya sendiri. Tulisan masih berantakan. Berisi 75% typo. Bukan orang yang pinter pake berb...