Bagian 17 - Alwiranda & Arjuna

46.4K 3.1K 17
                                    

Tak mudah ungkapkan dengan hati. Saat senyum dan tangis menyatu. Tapi ini terbaik untukku dan untuk dirimu.

(Selamat Tinggal Cinta Pertama 🎵)

####

"Kak. . ." panggil Dika saat keduanya sudah berada dalam mobil.

"Hm??" jawab Awi yang hanya memandang sekilas ke sampingnya.

"Kakak sama Mas Juna gimana??" tanya Dika hati-hati.

"Jangan bahas itu dulu ya, dek." ujar Awi yang kembali memandang kosong ke depan.

"Maaf. Kita jadi ke rumah Ayah?" ucap Dika mengalihkan topik.

"Kapan-kapan aja, Dik. Kakak enggak mau dateng dengan keadaan kacau kayak gini."

"Terus kita mau kemana??" tanya Dika lagi.

Awi terdiam, memikirkan kemana ia harus pergi. Sampai akhirnya ia menyebutkan sebuah alamat, membuat Dika memutar balik setir kemudinya.

###

"Mas mohon, Dika. Kasih tau dimana Awi sekarang." ucap Arjuna tepat di depan gerbang sekolah Dika.

"Maaf, tapi Dika udah janji sama Kak Awi untuk nggak ngasih tau siapapun." jawab Dika.

"Mas bener-bener nggak tau harus nanya ke siapa lagi selain ke kamu. Mas gak mau sampe orang tua Mas ataupun Kakak kamu tau. Bukan karena Mas gak siap untuk dihakimi mereka, Mas cuma mau menyelesaikan masalah Mas berdua dengan Awi. Tanpa melibatkan campur tangan keluarga. Ini udah hampir seminggu dan Mas nggak tau sama sekali keadaan Awi juga kandungannya." lirih Juna.

Sungguh, ia bukannya tidak mencari keberadaan istrinya. Ia bahkan sudah beberapa kali menghubungi teman kantor istrinya dulu. Tapi tidak satupun yang mengetahui dimana istrinya itu berada.

"Maaf, Dika bukan nggak mau ngasih tau. Dika cuma kasih Mas Juna kesempatan buat mikirin seberapa penting Kak Awi dalam hidup." ucap Dika sebelum akhirnya pergi meninggalkan kakak iparnya itu.

###

Arjuna termenung sendiri di dalam kamarnya. Memikirkan kemana lag ia harus mencari sang istri.

Ia menyesal. Sungguh.

Sampai akhirnya satu nama terlintas dalam benaknya.

Ya.

Gita.

Sahabat istrinya itu pasti tahu dimana Awi sekarang.

Tanpa pikir panjang, tanpa buang waktu, Arjuna mengambil kunci mobilnya kemudian mengendarai kendaraan roda empatnya diluar batas normal.

###

"Gua cinta sama Awi, Ta!!" teriak Arjuna frustasi ketika lagi-lagi tidak mendapatkan informasi apa-apa dari Gita.

"Lo harusnya bilang didepan Awi. Bukan ke gue!" balas Gita.

"Kasih tau gua dimana dia sekarang. Gua bener-bener kangen sama dia."

"Apa ada jaminan Awi bahagia sama lo?" tanya Gita penuh tantangan.

Arjuna tertunduk, menggeleng pelan. Kemudian kembali menatap mata Gita.

"Mungkin nggak ada jaminan buat gua selalu bikin Awi bahagia. Tapi, mulai detik ini gua janji sama diri gua untuk nggak menyakiti Awi dengan sengaja. Gua mau meluruskan kesalahpahaman ini, Ta. Kemudian memulai semuanya dari awal." ucap Arjuna sungguh-sungguh.

Gita terdiam, memperhatikan kesungguhkan dari mata suami sahabatnua itu.

Ia mendesah panjang sebelum akhirnya mengangguk dan menyebutkan sebuah alamat yang membuat Arjuna sedikit bernapas lega tapi hanya sesaat. Rahangnya mengeras, kemudian kembali masuk ke dalam mobilnya dengan perasaan yang ia sendiri tidak bisa menggambarkannya.

Marah.

Atau lebih tepatnya,

Cemburu.

"Awi ada di daerah Puncak. Villa milik keluarga Panca. Gua enggak tau apa motif Panca bawa pergi Alwi sejauh itu. Setau gua, yang tinggal disana cuma Mama nya, Papa nya di Bali, sedangkan kakak-kakaknya udah berkrluarga semua. Awi juga cukup deket sama Alwi. Bahkan ga menutup kemungkinan, Mamanya juga akan nerima Awi dan bayinya seandainya Awi memilih untuk pisah sama lo."

###

"Awi . . ."

Awi menoleh ke sumber suara, kemudian memasang senyum terbaiknya. Walau hatinya tidak bisa dikatakan baik.

"Kenapa, Tante??" tanya Awi.

"Kamu kenapa? Ko ngelamun aja?" tanya wanita paruh paya tersebut.

"Nggak papa, Tan. Mas Panca udah pulang?" tanya Awi yang mencoba mengalihkan perhatiannya.

"Udah. Baru aja. Dia lagi mandi sekarang." sahut Laras -Ibunda Panca-

Sedangkan Alwi hanya membalasnya dengan berOh ria.

"Wi. . ."

"Hem??"

"Tante pernah berharap banget. Kalau Panca bisa berjodoh sama kamu. Seminggu yang lalu waktu Tante tau Panca akan bawa kamu kesini, Tante seneng bukan main. Tapi kemudian Tante lihat kamu dengan keadaan hamil, saat itu juga Tante tau kalau harapan tinggal harapan."

Awi tidak tau harus menanggapi apa penjelasan panjang lebar dari Ibunda Panca, yang pernah ia harapkan pula menjadi Ibu mertuanya.

"Tante seneng karena Tante pikir kamu bahagia. Tapi nggak mungkin juga kan ya kalau bahagia malah pergi kesini sama anak badung Tante itu." ada kekehan kecil diujung bicaranya membuat Awi tersenyum canggung.

"Ini sudah seminggu, Wi. Kamu nggak bisa terus lari dari masalah. Selesaikan semua yang perlu kamu selesaikan."

Awi tertunduk, dengan air mata yang mulai turun membasahi wajah cantiknya.

"Maafin Awi, Tante." ucap Awi disela tangisnya.

Laras langsung membawa masuk tubuh perempuan dihadapannya yang sudah ia anggap anak sendiri.

"Tante yang harusnya minta maaf sama kamu. Harusnya, Tante nggak setuju waktu Panca menunda-nunda untuk menikahi kamu. Setidaknya, mengikat kamu dengan sebuah pertunangan. Dia memilih jalan sukses terlebih dahulu baru berniat melamar kamu. Kalau dulu kalian tunangan, mungkin perjodohan kamu sama suami kamu sekarang nggak akan terjadi. Kamu juga nggak akan terluka kayak gini." ucap Laras yang mengerti keadaan Awi saat anak lelakinya itu menceritakan padanya.

Awi terdiam, apakah dulu Panca memiliki perasaan begitu dalam juga pada dirinya? Sampai ia memberitahu niatan nya itu pada sang Ibu??

"Besok kamu pulang ya." ucap Laras begitu tak ada respon dari perempuan yang ada dalam pelukannya itu.

Awi melepaskan pelukannya kemudian mendongak.

"Tante bukannya nggak seneng kamu tinggal disini. Justru Tante seneng banget, ada temrn ngobrol, temen masak juga. Kamu tau sendiri Tante tinggal sendiri disini. Anak-anak Tante paling sesekali datang, cuma Panca juga kalau nggak ada kamu disini, paling seingetnya aja datengin Tante." ujar Laras seraya menghapus sisa air mata di pipi Awi.

"Tante mau kamu pulang. Selesaikan masalah kamu sama suami kamu." seru Laras lagi membuat Awi mengangguk kemudian kembali memeluk Laras.

"Makasih, Tante. Awi sayang banget sama Tante. Makasih udah mau nerima Awi seminggu ini disini." ucap Awi yang hanya ditanggapi anggukan oleh Laras.

Laki-laki itu tersenyum getir mendengar percakapan antara Ibunya dengan wanita yang sampai saat ini masih dicintainya itu.

Sungguh ia menyesal.

Sangat menyesal.

Sampai rasanya ia sangat ingin meminjam mesin waktu milik kartun kucing Jepang yang biasa dikenal Doraemon itu.

Memutar kembali waktu untuk dapat mengikat Awi untuk dirinya.

Penyesalan memang selalu datang terakhir.

###

*tbc

Udah yaa. Ngantuk 💣🔪

Awi & Juna (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang