"JADI KEMAREN AGRA JATUH DI ATAS LO?!" jerit Diva saat mereka berada di dalam mobil menuju ke sekolah mereka.
"Ya ampun, Van! Suara lo bikin gue budeg!" ucap Callista seraya menutup kedua telinganya karena Diva telah menjerit tepat di sebelah telinganya.
"Sorry, gue cuma kaget aja denger cerita lo." Diva menyengir lebar dan mengacungkan jarinya yang membentuk tanda 'V'. "Tapi, lo serius emangnya?"
"Iya, gue serius," jawab Callista seraya menganggukkan kepalanya. "Sebenernya sih itu salah gue juga. Pas jatuh, gue nggak sengaja narik dasinya jadinya dia ikutan jatuh juga. Untung banget waktu itu lorong lagi sepi dan gue sih pasrah aja kalo misalnya si Agra bakalan sering natap tajam ke gue," ucap pasrah Callista.
"Kalo misalnya Agra malah suka sama lo, gimana?" tanya Diva dengan nada menggoda seraya menaik turunkan alisnya.
Callista memukul pelan lengan Diva. "Ya nggak mungkin lah cowok kayak dia suka sama gue! Mustahil tau!"
"Kalo beneran suka, gimana?" tanya Diva kepo.
"Nggak lah!" Callista tetap mengelak. "Gue mana mau sama cowok yang dinginnya ngelebihin suhu kutub utara?"
Sesampainya mobil mereka di sekolah, mereka berdua segera memakai kacamata culun masing-masing lalu turun dari mobil. Bisikan mencemooh yang ditujukan ke mereka pun mulai terdengar saat mereka melangkahi gerbang sekolah. Callista yang awalnya ingin membalas mereka pun langsung mengurungkan niatnya. Dia tidak mau 'semuanya' terbongkar sebelum waktunya.
Saat mereka tiba di kelas, keadaannya sudah benar-benar gaduh. Mereka berdua sama sekali tidak tahu alasan kenapa kelas mereka terlihat berbeda. Callista dan Diva berjalan menuju bangku mereka dengan memasang ekspresi bingung.
"Hari ini ada PR ya?" tanya Callista kepada Diva.
"Nggak tau. Kayaknya iya deh, tuh pada ngerjain sesuatu," jawab Diva seraya menunjuk teman-teman sekelas mereka.
Callista mengintip salah satu teman mereka yang sedang mengerjakan sesuatu di bukunya. Dia sudah mulai kenal dengan beberapa anak sejak hari pertama dia di kelas itu. Dikenalkan oleh Diva tentunya.
"Aurin, kamu ngerjain apa?" tanyanya.
"Itu yang tugas Matematika. Waktu itu kan disuruh ngelengkapin catatan, hari ini terakhir dikumpulin," balas Aurin.
Callista terdiam. "Oke deh, makasih ya!"
Aurin mengangguk.
"Van, catatan lo udah lengkap? Gue anak baru masa juga disuruh nyatat?" bisik Callista ke Diva.
Diva menggeleng pelan. "Coba deh lo pinjem Lucy. Dan lo catat mulai catatan bab terakhir dibahas aja."
Callista melihat ke arah bangku Lucy. "Dia nggak ada. Gimana nih?"
"Tanya Felix aja, kan dia pacarnya," saran Diva seraya menunjuk Felix dengan dagunya. "Siapa tau dia ngerti Lucy dimana."
Callista mengangguk. Dia berjalan menuju bangku Felix yang cukup dekat dengan bangku Agra dan teman-temannya. Saat Callista melihat ke arah Agra dan kawan-kawan, mereka terlihat bersantai-santai. Mungkin mereka sudah selesai mengerjakannya.
"Fel, tau Lucy dimana?" tanya Callista sesampainya di bangku Felix.
"Dia nggak masuk. Kenapa?"
"Mau minjem catatan Matematika. Kamu udah?"
Felix menunjukan catatannya yang masih belum selesai. "Masih kurang banyak nih."
"Oh, yaudah deh. Makasi, Fel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Classroom.
Teen Fiction"Senyuman lo bikin gue de javu. Sayangnya, gue nggak bisa inget siapa lo. Ditambah lagi dengan masa lalu gue yang nggak bisa bikin gue deket sama sembarang cewek." - Agra Caldwell. Kelas XII IPA-3 kedatangan murid baru. Pindahan dari Semarang, katan...