Senin pagi, sesuai dengan persyaratan Rega, dia menjemput Callista di rumah Diva dengan alamat yang diberitahu oleh Callista lewat pesan.
"Si Rega kalo modus bisa aja," ucap Diva menggoda Callista.
Callista memutar kedua bola matanya. "Kalo bukan gara-gara penyamaran kita, gue nggak bakal mau. Masa cuma pengen tau respon Agra aja, pake bawa-bawa gue," cibirnya.
"Sabar aja. Kan demi penyamaran kita sama pertemanan mereka juga," balas Diva.
"Tapi kan–"
"SELAMAT PAGI SEMUA!" potong seseorang dari arah pintu utama. "Wah, cantik-cantik lagi pada sarapan ya?" sambungnya.
"Rega?!" teriak Callista dan Diva. "Kok lo bisa masuk kesini?" sambung Diva.
Rega menyengir. "Kan gue dari keluarga Giverio yang pasti keluarga lo kenal juga. Ortu lo pada kemana, Dip, Kal?"
"Udah balik ke Aussie," jawab Callista.
"Udah berangkat kerja lah." Diva menghela nafasnya. "Iya deh terserah lo. Lo mau ikut sarapan apa langsung berangkat?"
Rega berjalan menghampiri Callista lalu merangkulnya. "Gue mau langsung berangkat sama pacar pura-pura gue yang culun ini dong!" Ucap Rega seraya menyengir lebar. "Btw, penyamaran lo bagus juga, Dip. Gue sampai nggak ngenalin lo."
Diva memutar kedua bola matanya. "Yaya, thanks buat pujian lo. Sekarang, mending lo berangkat sama pacar lo itu."
Callista hanya diam setelah menjawab pertanyaan Rega dan memakan roti isi selai coklat favoritnya. Dia hanya kesal karena disebut sebagai pacar Rega padahal tidak ada status resmi. Dia juga diam saja saat Rega menariknya lembut ke luar rumah dan menaiki mobil sport putih milik Rega.
"Lo kenapa sih dari tadi diem aja?" tanya Rega dari balik kemudinya.
"Aku nggak papa kok. Bete aja," jawab Callista.
"Lo bete kenapa? Gara-gara syarat gue ini ya? Kita kan masih berdua, ngapain lo pake aku-kamu?" tanya Rega.
Callista mendengus. "Aku cuma nggak mau tiba-tiba keceplosan waktu kamu bareng temenmu. Dan ya, aku bete disebut-sebut 'pacar Rega' sama Diva dan kamu juga."
Rega menatap Callista sekilas lalu kembali pada jalan yang ada didepannya. "Sorry, sebenernya gue bisa aja nggak perlu pake syarat-syarat itu. Tapi, malem itu, gue langsung kepikiran rencana tentang Agra suka sama lo apa nggak. Seketika gue langsung punya ide dan itu adalah syarat gue. Sekali lagi, sorry, Callista."
Callista menghembuskan nafasnya. "Yaudah nggak papa, aku bakal bantu kalian berempat. Tapi kalo Agra emang beneran suka sama aku, untungnya buat aku apa?"
"Kalian bakal jadian lah!" ucap Rega seraya menyengir. "Tapi, kita berempat nggak bakalan ngasih tau lo tentang Agra suka sama lo apa nggaknya. Ntar bakalan ada kejutan deh."
"Terserah kalian. Nggak penting juga buat aku. Dan emang aku mau jadian sama dia? Dia nya aja dingin gitu, mana mau aku sama dia," balas Callista.
"Liat aja nanti. Pasti kalian berdua bakal jadian. Percaya deh sama gue," ucap Rega dengan menaik turunkan alisnya.
Callista memajukan bibir bawahnya. "Musyrik percaya sama kamu, Ga."
"Iya deh Nona Caitlyn yang ngambekan tapi lucu," balas Rega yang membuat Callista semakin memajukan bibir bawahnya. "Jangan lupa pake kacamatanya ya, beb, udah mau nyampe sekolah."
"Bab beb bab beb enak aja. Inget ya, ini semua pura-pura. Jangan sampai beneran," gerutu Callista dengan mengambil kacamata yang ada di dalam tas sekolahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Classroom.
Teen Fiction"Senyuman lo bikin gue de javu. Sayangnya, gue nggak bisa inget siapa lo. Ditambah lagi dengan masa lalu gue yang nggak bisa bikin gue deket sama sembarang cewek." - Agra Caldwell. Kelas XII IPA-3 kedatangan murid baru. Pindahan dari Semarang, katan...