Chapter 20

140 13 5
                                    

Zidane berjalan mondar-mandir di depan Zahra yang duduk di sofa ruang tamu rumahnya. Zahra menceritakan kejadian yang dialaminya tadi dan juga tak lupa menceritakan tentang Agra yang mengakui Callista sebagai kekasihnya. Tentu saja Zidane langsung marah karena rencananya gagal total. Dia benar-benar kesal dengan adik satu-satunya itu. Bukannya membuat Agra menjauhi Callista, malah kedua orang itu menjalin hubungan dan mengakuinya tepat di depan Zahra.

"Bang, udah deh! Pusing gue liat lo mondar-mandir kayak setrika gitu! Duduk sini, kita omongin bareng. Jangan mikir sendiri dong! Gue juga pengen bales dendam sama mereka. Bukan lo aja, Bang Zid." Zahra berdiri menghampiri kakaknya lalu menariknya agar duduk di sofa bersebelahan dengannya. Zidane masih saja tidak bersuara tetapi alisnya menyatu seakan dia masih kesal dengan perbuatan bodoh adiknya. "Abang Zidane Canselo! Ayolah! Gue juga nggak tau kalo misal Agra malah bakalan bilang kayak gitu. Gue kira Agra bakal kaget pas gue ngomongin tentang kakek Callista yang juga kakeknya Diva itu. Eh yang kaget cuma Callista, Diva, sama Rega doang!"

Zidane menolehkan kepalanya ke arah Zahra ketika mendengar nama yang sedikit asing di telinganya itu. "Siapa? Rega?" Zidane baru kali ini mendengar nama itu dari mulut adiknya. Sebelumnya, dia hanya mendengar nama lelaki Sean, Agra, dan Alex.

Zahra menganggukkan kepalanya dengan semangat. "Jadi, nama panjangnya Rega itu Afrega Giverio. Dia berasal dari keluarga Giverio. Itu keluarga terkaya setelah Caitlyn, kan, Bang?" Zahra menatap Zidane yang langsung merubah raut wajahnya menjadi menegang. Adik dari Zidane Canselo itu langsung menatap bingung kakaknya yang terlihat sangat marah itu.

"Lo yakin dia dari keluarga Giverio?" tanya Zidane yang langsung diangguki oleh Zahra. "Lo bego apa gimana sih? Keluarga Giverio ada sangkut pautnya sama semua ini! Dia juga yang bikin keluarga kita berantakan selain keluarga Caitlyn. Lo lupa?"

Zahra menepukkan tangannya ke dahinya. "Astaga! Iya gue lupa, Bang! Tapi keluarga Giverio, kan nggak sepenuhnya salah, Bang. Yang salah si kakek tua itu!" Zahra kembali memutar kejadian beberapa tahun lalu. Kejadian yang membuat keluarganya hancur berantakan hingga hanya menyisakan dirinya dan Zidane. Jika kejadian itu tidak terjadi, maka Zahra masih bisa tumbuh menjadi gadis remaja pada umumnya gadis ceria dan tentu saja tidak akan menyakiti temannya sendiri. Untung saja Zidane sudah membangun perusahaan kecil-kecil di Sydney. Dengan begitu, kehidupan Zahra masih bisa berjalan sedikit lancar.

Zidane menatap adiknya tidak percaya. Bagaimana bisa adiknya malah membela orang yang dianggap musuh oleh Zidane? "Lo belain keluarga Giverio yang jelas-jelas udah ngerebut kedudukan Papa?! Apa mentang-mentang Rega satu geng sama Agra, lo bisa belain dia? Nggak, Dek! Keluarganya juga udah ngerusak keluarga kita!" bentak Zidane yang langsung membuat Zahra memutar kedua bola matanya. Gadis itu sudah terbiasa dengan suara bentakan.

"Tenang dong, Bang! Gue bukannya belain, tapi emang keluarga Giverio nggak sepenuhnya salah. Yang salah itu keluarga Caitlyn. Mentang-mentang duit banyak, jadi bisa seenaknya sendiri." Zahra melipat kedua tangannya di depan dada lalu menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Jadi masalah si cucu dari kakek tua itu gimana? Kita jadi bales dendam, kan?"

Zidane mengangguk pasrah lalu menyandarkan punggungnya ke sofa dan mencari kenyamanan di sana. "Yaiyalah! Keluarga mereka yang ngerusak kehidupan kita. Pokoknya, lo harus bikin mereka berdua menderita. Mereka harus ngerasain kesakitan yang kita rasain selama ini." Zidane kembali menegakkan tubuhnya lalu menghadap ke arah Zahra. "Gimana kalo kita bikin mereka berdua berantem?"

Zahra tersenyum senang lalu menepukkan kedua tangannya ketika mendengar ide brilian dari Zidane. "Boleh tuh, Bang! Kita bikin aja seakan-akan Callista itu nikung Diva! Kita suruh Cecil buat ngirim pesan yang kayak godain Alex gitu! Biar Diva ngerasain apa yang Cecil rasain. Dan biar citra-nya Callista, jelek di mata AMG." Zahra mengambil ponselnya lalu mengetikkan pesan untuk Cecil. Dia menceritakan ide yang baru saja dia dapatkan bersama Zidane. Cecil menyetujuinya dan itu membuat Zahra tersenyum senang.

Classroom.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang