Chapter 7

224 82 42
                                    

Pagi yang malas untuk hari Senin. Baru saja kemarin para murid bersantai-santai di rumah tetapi keesokan harinya mereka sudah harus berkutat lagi dengan pelajaran. Callista dan Diva sebenarnya juga malas ke sekolah. Mereka berdua masih kesal dengan kejadian Sabtu kemarin saat Zahra tiba-tiba muncul dan mengatai Callista.

"Gue males ketemu Jah," lirih Callista.

Diva mendengus lalu mengangguk. Dia kesal saat Zahra membully Callista hanya karena Agra bersama Callista. Bukan salah Callista bukan juga salah Agra. Callista tidak tahu mengapa Agra tidak menghindarinya padahal sebelumnya Agra selalu saja tidak memperdulikan siswi di sekolahnya. Dan Agra juga tidak tahu mengapa dia menjadi seperti itu.

Dengan terpaksa, Callista dan Diva turun dari mobil dan berjalan memasuki gerbang sekolah. Masih saja ada yang mencemooh keadaan mereka. Sindiran-sindiran dilayangkan oleh para siswi. Para siswa memilih untuk tidak mempedulikan keberadaan Callista dan Diva.

Keadaan kelas sudah terisi oleh sebagian besar murid. Terutama geng Anak Mama Ganteng dan juga Baby Girl sudah ada di dalam kelas. Callista melihat Zahra duduk di sebelah Agra dan menyandarkan kepalanya kepundak Agra. Zahra memberikan senyuman mengejeknya yang tentunya untuk Callista. Callista hanya bisa menghela nafas melihat senyuman Zahra dan berjalan menuju bangkunya. Gue nggak cemburu sama Jah! Gue nggak cemburu! Agra cuma bikin gue de javu dan gue nggak suka itu!, rutuk Callista dalam hati

"Jah, minggir dong! Kasian Agra, ntar dia kena rabies gimana? Mau tanggung jawab lo?!" teriak Alex yang menggelegar keseluruh penjuru kelas.

Zahra mendengus kesal. "Suka-suka gue lah, Agra aja nggak protes!" balasnya.

"Gue nggak mau debat," jawab Agra dingin.

Alex tertawa kencang diikuti Mario dan Rega. "Tuh liat!" Alex masih saja tertawa kencang hingga sebuah suara menghentikannya.

'Perhatian untuk seluruh murid kelas 10, 11, dan 12, hari ini tidak ada upacara karena bapak-ibu guru sedang ada rapat. Terima kasih.'

"Ok, sama-sama," sahut Mario dengan bodohnya.

Seluruh murid bersorak senang. Hari Senin tanpa upacara adalah keajaiban. Anak Mama Ganteng—kecuali Agra tentunya—ikut bersorak senang karena tidak akan kelelahan berdiri selama satu jam. Zahra sendiri sudah kembali ke bangkunya.

Riana menoleh kepada kedua temannya. "Kapan kita bantuin Sean buat deketin Kali?" tanyanya.

"Secepatnya," jawab Zahra yang masih memandang Agra. "Gue punya ide buat bukti kalo Sean bener-bener suka sama Kali." Zahra tersenyum licik setelahnya. Dia mengambil botol minumnya yang berisi susu cokelat dingin. "Lihat aksi gue."

Zahra berjalan menuju bangku Callista dengan menenteng botol minumnya. Setelah berada tepat di belakang Callista, dia langsung membuka tutup botolnya dan menuangkan isinya di atas kepala Callista. Susu cokelat itu benar-benar dingin bahkan masih ada bongkahan es batu yang belum mencair. Callista yang awalnya membaca buku pun langsung terkaget karena sesuatu yang lengket dan dingin terasa di kepala dan tubuhnya. Seketika dia menggigil kedingingan. Tidak terima Callista diperlakukan seperti itu, Diva langsung turun tangan.

"Heh apaan sih? Itu dingin tau! Liat, Callista jadi kedinginan kan!" ucap Diva dengan tegas. "Kamu diajarin sopan santun nggak sih? Kamu berpendidikan nggak?"

"Lo tuh yang apaan! Secara nggak langsung, lo bilang gue nggak berpendidikan sama nvgak sopan, kan?! Yang bener aja!" hardik Zahra.

"Kalo kamu berpendidikan, kamu pasti nggak akan bully Callista," balas Diva tak kalah kasar.

"Nggak usah nyolot lo!"

Tangan Zahra terangkat dan bersiap akan menampar Diva. Dengan reflek Diva memejamkan kedua matanya.

Classroom.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang