Chapter 27

25 2 1
                                    

Gemuruh yang sudah mulai terdengar dari sang cakrawala tetap tak dapat menghentikan langkah Alex yang pergi meninggalkan teman-temannya. Teriakan Diva ketika memanggil namanya pun tak dapat menghentikan langkah Alex. Bahkan tangisan Diva yang mulai terdengar pun tak menghentikannya untuk mulali menjalankan motornya. Diva tiba di teras rumah tepat saat motor Alex mulai menerabas gerimis yang mulai runtuh dari langit.

"ALEX! Berhenti, Lex!" Teriakan Diva sama sekali tidak diindahkan oleh Alex yang tetap saja nekat untuk menerabas gerimis yang  mulai menjadi tetesan deras. Air mata mulai mengalir dari kedua mata Diva. Tetesan demi tetesan yang kelaur semakin deras, begitupula air yag turun dari langit. "Lex, bahaya. Ini hujan, nanti kamu sakit."

"Astaga Diva!" Adrian benar-benar terkejut melihat Diva yang bersimpuh dilantai teras diiringi dengan tangisan. Adrian membantu Diva untuk bangkit lalu menuntunnya untuk masuk kedalam rumah. Disana ada Callista yang sangat mengkhawatirkan Diva. 

Callista langsung merengkuh Diva kedalam pelukannya. Pelukannya semakin mengerat saat isakan Diva terdengar semakin kencang. Hujan yang turun pun ikut menyertai derasnya tangisan Diva. Callista ikut merasakan apa yang sepupunya rasakan sekarang. Bahkan matanya tak berani menatap Agra yang sedari tadi terdiam tak ikut bicara.

Tiba-tiba, Callista merasa ada yang menyerobot ditengah-tengah pelukannya pada Diva. Callista meliriknya. Itu Adina, yang ternyata ikut meneteskan air mata. Dan pada detik selanjutnya, Dera dan Lucy pun ikut memeluk kedua saudara sepupu itu.

"Kita tau perasaan lo kok. Alex masih butuh waktu untuk nerima fakta yang sebenarnya. Apalagi Alex pernah nyukain lo dalam wujud asli tanpa penyamaran, kan? Gue aja yang awalnya nggak deket sama lo, ikut kaget dan Alex pasti lebih kaget lagi liat cewek yang dulu disukainya malah ada dibalik cewek yang jadi pacarnya sekarang," ucap Lucy dengan mengelus rambut Diva yang masih saja sesenggukan.

Rega menatap punggung Diva dengan penuh perasaan bersalah. Dia merasakan betapa bodohnya dia hingga foto itu bisa sampai ke tangan Alex. Mengapa dia tidak bisa berpikir jika tempat terbuka seperti itu juga bisa terjamah oleh orang lain meskipun terpat tersebut tergolong sepi pengunjung. Rega memukul pelan kepalanya dan memikirkan kesalahan-kesalahannya yang lain. Dia sudah membuat Diva menangis karena Alex yang tahu tentang penyamarannya.

Sebuah tangan menggenggam pergelangan tangan Rega yang membuat lelaki itu otomatis mengalihkan pandangannya. Sang pemilik tangan tersenyum sendu saat Rega menatapnya. Dengan reflek, Rega langsung memeluk sang pemilik tangan itu. "Salah gue, Cal." Rega langsung menenggelamkan wajahnya kelekukan leher Callista.

"Salah gue juga kok. Dengan bodohya gue minta nggak nyamar dulu. Ribet sih," ucap Callista menenangkan Rega.

"Kalian dah gue anggep layaknya adek gue sendiri. Tapi, gue sebagai kakak malah nggak bisa lindungin kalian dari teror musuh yang malah bikin pertemanan gue rusak."

Tangan Callista bergerak untuk mengelus rambut Rega. "Pasti ada jalannya biar kalian baikan lagi kok."

Meski itu harus gue yang masuk ke perangkap lawan.

"Ta?"

Callista menoleh kearah orang yang baru saja memanggilnya. Agra berdiri menatap Callista dengan pandangan yang tak dapat diartikan. "I-ini nggak kayak yang kamu liat kok, Gra."

Agra tersenyum mengerti. Senyuman yang lebih lebar dari bisanya. "Aku tau kok, Ta. Kamu nggak bakal berpindah hati dari Gaga." Senyuman Agra yang masih setia tersungging diwajahnya yang tampan itu. "Ikut aku ya, Ta? Aku mau buktiin kalo kamu bener-bener Lita yang selama ini aku cari."

Classroom.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang