Prolog

370 19 4
                                    

Seorang gadis dengan rambut hitam pekat yang bermodel pony tail itu melompat-lompat di atas rerumputan, mencoba menangkap kupu-kupu yang terbang di sekitar dirinya dan Ayahnya.

Ayah duduk di atas rumput sambil tersenyum hangat, mengamati putrinya yang nampak bahagia menikmati suasana taman komplek dan sedang menyoba menangkap kupu-kupu.

Sungguh, melihat putrinya bahagia saja sudah lebih dari cukup bagi Ayah.

"Ayah, kenapa kupu-kupunya gak mau telbang ke aku?" tanya gadis yang cadel huruf R itu. Ia menatap Ayahnya dengan sedih. "Aku kan mau melihala dia. Dia cantik, kayak aku."

Dan sepertinya, sifat terlalu percaya diri itu sudah melekat sejak kecil.

"Diva, kupu-kupunya jangan ditangkap. Biarin kupu-kupu itu terbang bebas." Ayah menasehati.

Diva memajukan bibir bawahnya, cemberut. "Tapi aku mau kupu-kupu!"

Ayah tersenyum hangat, berjalan menghampiri putrinya, kemudian merangkulnya. "Coba kamu bayangkan, rasanya kalau kamu dikurung di rumah terus. Kamu nggak boleh kemana-mana, rasanya gimana?"

Diva terdiam sebentar, kemudian menjawab, "nggak enak, Yah."

"Nah, itu juga yang akan kupu-kupu rasakan kalau kamu pelihara. Dengan kamu memelihara dia, kamu bakal masukin dia ke toples. Dia nggak bebas. Dikurung nggak enak, kan? Sama, kupu-kupu juga merasa nggak enak," ucap Ayah memberi gambaran.

"Tapi kupu-kupu kan cuma binatang, bukan manusia." Diva kukuh ingin memiliki kupu-kupu itu.

"Kupu-kupu juga bisa merasakan sakit kayak manusia, mereka punya insting," jelas Ayah dengan sabar.

"Insting? Insting itu apa, Yah?" tanya Diva kecil penasaran.

"Kamu akan diajarin kalau sudah masuk SD nanti," jawab Ayah sambil nyengir, membuat Diva semakin penasaran.

"Kalo gitu aku mau cepet besal, bial tahu banyak hal kayak Ayah." Diva tersenyum lebar.

Ayah mengangguk sambil mengelus-elus kepala putri kesayangannya.

Diva melirik kupu-kupu yang sebenarnya masih agak tidak rela untuk dia lepaskan, maksudnya Ayah melarangnya untuk memilikinya. Kupu-kupu ingin bebas.

HAP!

Diva yang melihat pemandangan secepat kilat itu langsung menjerit heboh. "HEH, KAMU NGGAK BOLEH TANGKEP KUPU-KUPU ITU! KATA AYAH AKU NGGAK BOLEH, AYAH AKU BILANG KUPU-KUPU ITU PUNYA INSTING!"

Meski nggak tahu insting itu apa, Diva tetap saja mengomel panjang lebar. Yah, sudah dari masih kecil Diva bawel.

Anak laki-laki yang baru saja menangkap kupu-kupu dengan jaring ala spongebob dan memasukkannya ke dalam toples itu melayangkan tatapan judes pada Diva. "Emang masalahnya sama kamu apa?"

Ayah sendiri kaget, masih kecil anak cowok itu songongnya udah ampun-ampunan.

Diva menghampiri anak laki-laki itu dengan langkah menghentak-hentak pertanda ia marah. "Aku mau kupu-kupu ini, tapi kata Ayah nggak boleh. Kupu-kupu mau bebas, kamu halusnya bebasin, dong!"

Anak lelaki itu mengernyit. Halusnya? Oh, harusnya.

"Nggak mau, kupu-kupu ini punya aku!" Anak lelaki itu sama keras kepalanya dengan Diva.

"NGGAK BOLEH!" seru Diva yang sebenarnya dilakukan bukan karena mengerti maksud dari ucapan Ayah melainkan juga kepengin memilikinya.

"POKOKNYA PUNYA AKU!"

"NGGAK BOLEH!"

"BOLEHLAH!"

Seorang wanita paruh baya menghampiri anak laki-laki itu dengan tergopoh-gopoh. "Ssst, jangan gangguin pengunjung lain. Ayo pulang!"

Anak laki-laki itu merengut, meski begitu ia menurut pada perempuan yang nampaknya Ibunya.

Wanita paruh baya itu tersenyum kecil pada Ayah. "Maaf Pak, anak saya memang keras kepala. Agak susah dibilangin."

Ayah balas tersenyum. "Nggak apa-apa, Bu. Anak saya juga gitu. Namanya juga anak-anak."

***

enjoy!

ConscienteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang