MOBIL Dave terparkir rapi di sebuah tanah lapang. Dave dan Diva keluar dari mobil. Karena masih jengkel pada Dave, Diva pun menutup pintu mobil kasar dengan membantingnya.
"Lo mau bawa gue kemana, sih?" tanya Diva, berjalan berdampingan dengan Dave. Saat ini ia sudah mengganti ripped jeans-nya dengan skinny jeans biasa. "Gak usah sok misterius, deh. Mana nyogok Bunda gue pula. Apa-apaan sih lo beli-beliin tas buat Bunda gue? Gue bisa beliin sendiri!"
Dave hanya menampakkan cengiran polosnya sambil menggenggam tangan Diva, menariknya lembut ke arah suatu tempat yang sepertinya nggak jauh lagi. Dengan begitu malah tampak lebih misterius.
Beberapa langkah dari sana terdapat tangga yang menuju ke bawah, dan begitu kaki Diva hendak menyusul Dave untuk turun, mulut Diva menganga kagum melihat panorama di sekitarnya.
Bagus banget gak boong, batin Diva.
Melihat binar senang sekaligus kagum di mata Diva, Dave ikut tersenyum senang. "Gue tahu lo bukan tipe cewek yang suka mall."
Sontak perhatian Diva teralih. Ia menatap Dave intens. Ia pun bertanya tajam, "tahu darimana lo kalo gue suka main ke tempat kayak gini?"
Dave tersenyum. Senyum yang punya kesan berbeda dari senyumnya yang biasanya, Diva bisa merasakan itu. Senyum sengak bin sok ganteng milik cowok itu tak terlihat kali ini. Yang ada hanyalah senyum yang kelihatan tulus. "Kita turun dulu ke bawah, duduk di atas rumput sambil nikmatin udara di sini."
Dave berjalan duluan. Diva mengekor di belakangnya. Diva malas mengakuinya, tapi kali ini ia berterima kasih pada Dave karena sudah membawanya ke tempat seperti ini.
Terakhir kali ia bermain ke taman seperti ini adalah 10 tahun, saat umurnya masih 5 tahun. Ia pergi ke tempat seperti ini bersama Ayahnya, yah, sebelum Ayahnya meninggal karena kecelakaan pesawat saat hendak dinas ke luar kota.
Yah, siapa sangka itu menjadi akhir hidup Ayah?
Dave dan Diva duduk di atas rumput yang hijau, segar dan agak kebasahan yang tak jauh dari danau tersebut berada.
Iya, Dave membawa Diva ke suatu tempat yang sepi dan memiliki view bagus. Taman yang terdapat bunga di beberapa titik dan danau yang terhampar luas di tengah padang. Ini keren.
Awalnya Dave duduk sambil mengamati Danau sambil tersenyum terus, senyum yang tidak luntur sama sekali, tapi akhirnya ia menjatuhkan dirinya ke atas hamparan rumput, seakan-akan berbaring di atas karpet. Diva bakal meneriaki Dave orang gila seandainya dia tidak ingin melakukan hal yang sama.
Diva benar-benar senang.
"Tiduran kayak gue aja kalo lo mau," ucap Dave seakan-akan membaca pikiran Diva.
Awalnya Diva masih gengsi untuk mengakui kalau dia benar-benar menyukai tempat ini--meski sebenarnya Dave sudah mengetahui dari binar mata Diva--tapi akhirnya Diva tetap mengikuti saran Dave untuk berbaring juga.
Selama beberapa menit keheningan menyelimuti mereka. Keduanya masih sama-sama terpukau dengan keindahan ciptaan Tuhan yang terpampang di hadapan mereka. Ada banyak kupu-kupu yang terbang hilir mudik. Ada juga capung, bahkan kepik yang sudah jarang Diva temui di sekitar rumah.
"Lo suka?" tanya Dave dengan menjengkelkannya membuat fokus Diva buyar. Dave sudah tahu kalau Diva menyukai tempat pilihannya, tapi Dave ingin mendengarnya sendiri dari mulut cewek itu.
Keduanya bangun dari posisi berbaring dan duduk dengan posisi lutut tertekuk dan kedua tangan yang bertumpu di atas lutut.
Diva diam.
"Nggak," jawab Diva ketus. Wajah cewek itu berubah menjadi kesal.
Dave sempat menahan nafas sebelum ia merasa jantungnya bakal copot saat itu juga.
"Nggak salah lagi! Gue suka banget, Dave. Makasih!" Diva tersenyum lebar sambil memeluk Dave erat. Cewek itu benar-benar menyukai apa yang Dave perlihatkan padanya. Cewek itu sangat bahagia sampai menangis.
Ayah, akhirnya aku main ke danau lagi. Aku kangen banget sama Ayah, ucap Diva dalam hati. Ia bahagia, tapi terkenang akan Ayahnya membuatnya menangis.
Dave masih dengan wajah shock--oke, lebay--merasakan hembusan nafas hangat Diva di lehernya. Cewek itu memeluknya erat, dan tanpa cewek itu tahu, perbuatannya membuat jantung Dave mau copot, kaget dan senang bercampur menjadi satu.
Dave pun perlahan membalas pelukan cewek itu. "Gue ikut seneng kalo lo seneng," ucap Dave tulus. Ia tak menyangka, hal sepele seperti ini saja sudah bisa bikin Diva senang. Maksud Dave, yah, Diva bukan tipe cewek yang minta macam-macam, sih.
Tiba-tiba Dave mendengar isakan Diva. Ia melepas pelukannya perlahan dan menatap Diva. "Lo kenapa nangis? Katanya seneng?" Dave jadi bingung.
"Ini gue seneng banget sampe nangis makanya!" sahut Diva segera.
Dave nggak menyangka, hal sepele ini bisa membuat orang yang disukainya terlampau senang. Dave ikut bahagia karenanya. "Gue kira kenapa, anjir." Dave mengacak-acak rambut Diva.
Dan tanpa Diva sadari, dirinya telah menemukan aspek ketiga dalam faktor keberhasilan move on yang Dimas ucapkan.
"Faktor keberhasilan move on itu ada 3; jarak, waktu dan orang pengganti."
Diva sudah menemukan orang yang tepat, orang pengganti yang dimaksud Dimas.
***
Author Note:
GUYS SUMPAH SENENG BANGET AKHIRNYA BISA UPDATE TEPAT WAKTU SESUAI JADWAL (yang tercantum di bio)!1!
Semoga kalian suka, ya! :) jangan lupa vote dan komentar😁
Ps: jgn sider dong pls:")
KAMU SEDANG MEMBACA
Consciente
Teen FictionIni kisah tentang Diva dan Divo yang saling menarik ulur meskipun Divo sudah memiliki pacar. Tentang Dimas dan eksistensinya yang serupa cokelat hangat di musim hujan dan es krim pasca patah hati. Tentang Dave yang menjatuhkan hatinya pada Diva yang...