I

15.6K 758 20
                                    

Happy reading
~
~
~

"Dia beneran tante lo?" bisik Arif dari balik punggung Tari yang masih sibuk mengoles roti-roti dengan selai kacang.

Tari menoleh dengan tatapan sebal, pasalnya Arif sudah lebih dari 3 kali menanyakan hal ini padanya. Hello!!! Ini Arif lho, yang sering dapet juara 1 umum sewaktu mereka SMA, ketua BEM Fakultas, penerima beasiswa full karena otaknya yang cerdas dan juara lomba UMKM se-Jakarta. Arif ini bisa dibilang pinter sekaligus ambisius. Sok pengin jadi wirausahawan muda. Tapi, emang benar sih. Dulu di zaman mereka masih ingusan kerja keras Arif terbayar sekarang, kan? Walau perjuangan masih belum berakhir. Dia jadi super duper mature, smart, ganteng dan manly. Kekuatan uang memang tak bisa diragukan. Bisa merubah Arif yang biasa saja menjadi extraordinary.

"Rif, sekali lo nanya lagi gue cungkil mata, lo. Napa? Lo naksir sama tante gue yang masih daun muda gitu? Bilang aja, nanti gue jodohin."

Arif melempar pandang ke depan, mengamati salah satu dari empat gadis dan dua cowok yang sedang duduk santai bercengkrama dengan kedua orangtua Tari serta Leo, abang Tari. Kepala Arif menggeleng mendengar tuduhan tak mendasar dari sahabatnya. Para tamu itu duduk di ruang tengah yang hanya tersekat oleh dinding kaca sehingga Arif dan Tari yang berada di meja makan bisa melihat mereka dengan leluasa begitu pun sebaliknya.

"Gue cuma agak-- kaget," ungkap Arif jujur. "Kok gue ga pernah tahu lo punya tante sekecil dan seunik itu."

Kontan Tari terkekeh, sosok yang Arif sebut memang mungil dari segi fisik dan umur. Secara Meisya baru lulus SMA. Tapi bagi Tari, Meisya ini cantik imutnya polll, sebagai ponakan dia justru merasa iri. Cantik imut begitu tuh yang keliatan awet  muda alias baby face. Soal keunikan yang disinggung Arif itu karena gaya tomboy Meisya yang tidak hanya terlihat dari model rambut straight tapi dari gestur juga dari fashion style nya.

"Gue juga dulu kaget, kalau ga salah dulu pas kelas dua atau tiga, ya, tante nya mama lahiran. Aku dikenalin sama si bayi kalau bayi itu akan menjadi tante gue. Sebagai anak kecil yang punya daya nalar masih dibawa rata-rata, gue menolak tuk nerima dong. Biasanya kan tante itu seenggaknya seumuran mama gue, lah ini?" Tari tertawa kecil, "masih bayi Rif, masih merah baru dilahirin."

"Seriusan lo?"

"Serius, lo ga ingat waktu gue ga masuk sekolah dan bilang mau ke Bandung empat hari?"

"Udah lama banget, gue lupa."

"Ya wajar sih lo ga inget, ga penting-penting amat juga. Tapi gue masih inget, karena itu berkesan banget." meski banyak omong, tangan Tari tetap lihai mengoles roti dengan selai kacang.

"Tolong bawain gelas sama minumannya dong Rif, leher tamu dah keburu kering kerontang tuh nungguin buat dijamu."

Tari langsung berdiri meninggalkan Arif yang tertinggal sedikit kerepotan menyusun gelas di atas nampan dan sebuah wadah yang berisi teh cincau dingin.

"Dimakan dulu, sama ini minumannya buatan sahabat tercinta ku, paling jago buat teh cincau," kata Tari seakan mempromosikan kehebatan Arif yang sebenarnya belum seberapa.

"Makasih kak."

"Sama-sama."

"Tante Syasya nanti kamarnya di sebelah kakak, ya?"

"Uhuk uhuk!"

Beberapa dari teman Meisya terbatuk-batuk, pun dengan Arif. Sepertinya mereka sama. Sama-sama belum terbiasa akan kenyataan. Tari justru mesem-mesem melihat kelakuan mereka, sedang Meisya hanya menggeleng bertampang malas.

The Scenario (Different Grooves)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang