XIV

2.7K 283 2
                                    

Happy Reading
~
~
~

Pak Randy
Kamu di mana, Mei?

Meisya sejenak bimbang antara ingin membalas atau tidak.

Me
Kampus Pak.

"Si biadab keparat kampret!!! Ya Tuhaaaaannn... Kenapa hamba-Mu yang cantik, manis, baik hati selembut kapas ini bisa jatuh cinta sama cowok gigolo kayak dia. Hihhhh!!!"

Konsentrasi Meisya kembali teralih pada gadis bertubuh tinggi kurus bak model. Sejak ia sampai Ayu sudah sibuk mengoceh.

"Makanya kalau suka sama orang di screening dulu pe'akk!! Jangan cuma liat yang bening dikit main sambar!! Lo lama-lama ngeselin banget asli! Bisa jaga diri ga sih?!"

"Abra sayang gue cuma lagi apes aja kete--"

"Seandainya pagi itu Beni gak dateng bisa jadi lo sekarang nangis-nangis abis ditidurin sama tuh bangsat!"

Rahang Abra mengetat, marah bukan main.

Pak Randy
Kebetulan Saya di kampus kamu. Bisa ketemu?

Meisya menarik napas.

"Gue kesini mau curhat ya, Bra. Bukan mau denger ocehan lo!" Bentakan Ayu kembali membuat kuping Meisya rasanya kebas.

"Kapan perdebatan ini selesai, Mei?" Keluh Arumi menjatuhkan kepalanya di bahu Meisya. Tak perlu menjawab, Meisya mengangkat bahu yang berat sebelah.

"Harusnya yang dibahas si Ravi keparat," ujar Arumi ikut memaki, bete. Dia pasti kesal sepupunya jadi korban tindak asusila meski Ravi dan Ayu  awalnya berpacaran.

"Makanya kalau mau curhat yang berkualitas dikit!! Jangan kebegoan lo yang terus dominan Ay! Astaghfirullah... Lo ga pernah berubah ya?"

Bukannya tersinggung, Ayu malah melempar rambut yang tersampir di sisi kanan ke belakang bahu berlagak elegan, sambil berkacak pinggang dia melotot.

"Gue masih murka! Gak butuh advice murahan dari elo ya Bra.. yang sok bener, sok tahu, sok segalanya. Itu meski lo punya duit banyak kalau kelakuan minus kayak mantan gue yang bajingan itu elo... Lose!"

"Kok malah gue? Yang salah elo Ay! Bisa ga sih tiap kali kita meet up elo ga buat masalah?"

"Dibanding elo Bra, gue bersyukur punya Be--"

"Bianca," sela seorang cowok berparas androgini, mengoreksi. Dengan suaranya yang diusahakan hanya dapat didengar mereka berenam.

Ayu langsung manggut-manggut, mengiyakan segera biar tak ada lagi interupsi perdebatan yang ingin ia menangkan.

"Iya, si Bi Kemayu-kemayu gitu, dia selalu ada di setiap detik-detik kejadian menegangkan, elo cuma tahu kritik doang!"

Abra mendengus. "Dan elo tahunya pacaran doang, nyari masalah terus gak capek apa?"

"Suka-su---"

"DIAM!!!"

Semuanya terperanjat. Tak terkecuali. Napas Ajeng memburu, emosi.

"Kalian tuh, ya ampun tiap hari ketemu pusing gue liat kalian debat kusir. Gue capek!! Budek juga nih telinga lama-lama. Kalian ga kasian diantara kalian cuma gue yang bakal cepet tua ngomeeeeeel mulu sama tingkah kekanakan lo berdua-- no! Bertiga." Kening Ajeng menekuk, jengkel.

Ayu dengan jurus merayu memijit bahu sahabatnya biar tenang, "sabar Mak. Maap."

"Bertiga? Eike juga mak?" Tanya Beni sambil jari telunjuknya yang kalah lentik dari Arumi dan Meisya  menunjuk dirinya sendiri.

The Scenario (Different Grooves)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang