Happy Reading
~
~
~Arif tentu saja bukan Randy, begitupun sebaliknya. Sensasi dan perasaan saat didekati oleh dua pria itu juga berbeda, lebih spesifik, cara mereka mengambil hatinya atau meyakinkan dirinya untuk memercayakan hatinya berlabuh.
Hari ini hari pertama Meisya magang, dan yang ia temui di pagi yang sibuk itu OB yang mengantarkan sebuket bunga kiriman. Katanya untuk Meisya, mahasiswa menuju semester akhir yang hari ini menjadi hari pertama ia melakukan magang.
Entah bagaimana mendeskripsikan perasaannya kini, Meisya hanya memandang sebuket bunga yang kini terletak di atas mejanya.
"Sweet banget, dari siapa sih? Pacar?"
Mbak Lisa mengedipkan sebelah mata menggoda, salah satu staf yang ramah.
"Ya ampun Lis, ini mah bunga asli bukan bunga sintesis," seru Daviena menyadari setelah ia menyentuh langsung bunganya dan mencium aroma bunga tersebut.
"Auto pacar mah itu, kartunya ga mau dibuka Mei?" Kang Sandy ikut nimbrung sembari menghirup aroma kopi instan yang baru ia seduh.
Meisya buru-buru mengambil kartu yang terletak di tengah bunga tersebut dan memasukkannya ke dalam tas. Dia tersenyum tipis sambil menggeleng, "santai dek, kamu terlalu tegang."
Mereka kompak terkikik geli, "oke, jadi kita mulai sekarang ya, mbak akan ngajarin kamu...."
Arif memang sukses membuat konsentrasi Meisya terpecah belah, padahal harusnya dia memerhatikan Lisa selaku mentornya. Selain kata "menunggu" bagi Arif memiliki jangka terbatas, rupanya dia tidak serta merta menyerahkan semuanya pada Meisya dan membiarkan Meisya sejenak untuk lupa atau berpikir satu arah seorang diri. Ada saja yang dikirim Arif. Arif seolah-olah menekankan bahwa dia sungguh-sungguh dan layak untuk diterima.
"Mbak Meisya, ada paket."
Kepala Meisya seketika menegak, dia memalingkan kepalanya dari layar laptop.
"Terima kasih, mang."
"Iya mbak, sama-sama."
Mas Feri yang duduk tepat di depan kubikel Meisya melepaskan kacamatanya, kedua tangannya saling menyatu dan menopang dagu. Senyum laki-laki beranak satu itu terlihat aneh, "kenapa mas?"
"Penasaran, partner bucin kamu ngirim apalagi?"
Elena yang duduk di samping Meisya tertawa, dia mendorong kursinya mendekati kubikel Meisya.
"Kerjaan mbak udah selesai?" Tanya Meisya sok polos.
"Lima menit lagi istirahat beb, nyantai dikit ga masalah buat ambil napas." Dagu Elena mengedik ke arah kotak paketan tadi, "mas Arif kamu, kirim apaan? Mau liat dong,"
Meisya menarik napas pendek, dengan berat hati dia membuka kotak itu ditonton oleh para koleganya.
"Hah?" Mas Feri mengusap hidung, Elena terkikik geli, kang Sandy, Lisa, Daviena tersenyum senang.
"Pacar kamu orangnya sederhana ya, Mei." Sejak awal Meisya menjadi bagian dari perusahaan, kiriman-kiriman yang datang dari Arif sudah menjadi rutinitas buat para senior menanti Meisya membuka kiriman tersebut.
Tahu apa yang dikirim Arif? Kotak bekal untuk porsi delapan orang. Ada memo yang tertempel di sana, bertuliskan; 'saya bisa masak, cuma jarang aja masaknya. Dimakan ya, Mei. Bagi juga buat kolega kamu, saya masaknya lebih. Have a nice day, your memories.'
"Kemarin ngirim, notes. Padahal kita juga udah dikasih fasilitas lengkap. Kemarin nya lagi, ngirim Snack buat nyemil. Lah, sekarang ngirim bekel. Besok apa kira-kira?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Scenario (Different Grooves)✓
General FictionCerita ini terangkum dalam tujuh kata, "Cinta dan jodoh itu skenario takdir Tuhan." Arif percaya kalau siapapun di belahan bumi ini memiliki kisah cintanya masing-masing. Unik, lucu, menggemaskan, tragis, menyedihkan atau malah malu-malu in? Tapi Ar...