XV

2.6K 305 3
                                    

Happy Reading
~
~
~

Tak terhitung berapa lama Meisya menunggu agar bisa terlepas dari Randy untungnya mereka memang berada di lingkungan kampus, beberapa senior nya bergabung bersama mereka untuk mengajak Randy diskusi sebuah topik. Alasan yang sangat tepat untuk Meisya bisa meninggalkan tempat itu dengan cara yang sopan.

Sampai di meja squad Rahasia Negara bukannya menjawab serentetan pertanyaan Ayu yang bak rapper, bejibun plus bicara dengan kecepatan tinggi. Meisya malah mengambil ransel dan pamit begitu saja. Menimbulkan tanya bagi mereka namun mereka tahu Meisya bukan tipikal anak yang bisa dipaksa tuk bicara.

Sebelum benar-benar meng-order grabbike Meisya berbelok menuju toilet umum di gedung kost Arumi. Alasannya sederhana karena toilet di kawasan kost Arumi yang masih dalam lingkungan kampus ini memiliki bak mandi sekaligus kebersihannya dijamin terjaga.

Meisya masuk dalam salah satu bilik. Tanpa pikir panjang ia menenggelamkan kepalanya dalam bak yang telah terisi penuh dengan air. 

Gelegak amarah dan perasaan tak berdaya yang paling ia benci mendobrak jantung, rasanya tulang rusuk mau patah saja. Perasaan dimana ia menyadari bahwa dia lemah dan rapuh. Lalu orang-orang asing perlahan datang mengintervensi sesuatu yang harusnya tetap menjadi rahasia. Atau paling tidak pura-pura lah tidak tahu, berlagak tak peduli. Ia sama sekali tak butuh bantuan.

Menenggelamkan wajahnya ke dalam air adalah upaya mengalihkan rasa kesal dan sedih di saat bersamaan. Saat nyaris 40 detik terlewat, mau tak mau Meisya mengangkat kepalanya dari dalam air. Ia tersedak, menarik napas panjang meraup oksigen sebanyak-banyaknya dengan rakus lalu membuangnya. Paru-parunya kembang-kempis, menghirup oksigen dan membuang napas dengan cepat. Memburu.

Matanya rasanya perih, saat kelopak matanya mengedip rupanya bening kristal itu jatuh. Ia benci menangis. Nestapa seolah makin dekat dengannya.

Mengobrak-abrik isi tas, benda pipih yang wajib dimiliki oleh seluruh manusia ini kini berada dalam genggamannya. Satu orang yang harus bertanggungjawab muncul dalam benaknya. Ia men-dial nomor tersebut.

"Halo, Tan?"

Kening Meisya mengerut, ia menjauhkan ponsel dari daun telinganya. Mengecek kembali id call yang ia hubungi. Benar. Dia tak salah menelpon.

"Kak Tari?" Tanya nya ragu.

"Iya Tan, ini aku. Mau ngomong sama Arif, ya? Dia nya lagi main futsal sama Wahyu dan lainnya." Di ujung sana memang terdengar berisik.

Bibir Meisya menipis.

"Oh... Di mana kak?"

"Kampusnya Tante dong, ini kita lagi di indoor soccer. Tante mau ke sini?"

"Iya."

Panggilan diputus oleh Meisya.

Di siang weekday seperti ini, mereka sedang libur kerja apa gimana? Kepala Meisya menggeleng, sudahlah bukan urusannya juga.

Meisya keluar toilet dan berjalan acuh tak acuh pasalnya setiap orang yang ia lewati tatapan mereka tertuju padanya. Bukan tanpa alasan, rambut Meisya basah apalagi tetes air dari rambutnya membasahi kaos yang ia gunakan. Penampilannya berantakan.

Meski begitu ia tetap fokus sebab agak lupa-lupa ingat di mana letak gedung indoor soccer itu.

Tari menyambut Meisya dengan heboh, "ya ampun... Tante kecebur di mana?... Eh, kok setengah doang? Tante enggak pinjem baju gitu sama Arumi?"

Meisya menggeleng setengah mengabaikan Tari yang masih sibuk bertanya, atensi nya mencari sosok Arif yang berada dalam lapangan, semua pemain sedang bermain seru. Begitu menemukan sosok cowok berkacamata tanpa ragu Meisya masuk lapangan membuat Tari gelagapan.

The Scenario (Different Grooves)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang