III

4.9K 461 3
                                    

Happy reading
~
~
~

Sudah dua minggu sejak aktivitas perkuliahan mulai aktif, Meisya mulai beradabtasi dengan lingkungan dan rutinitas baru, dia merasa tidak buruk tinggal jauh dari orangtuanya. Toh sepupunya yang sudah tak lagi muda itu berperan sebagai sepupu sekaligus orangtua. Dia tak merasa sama sekali menjadi orang asing, rumah yang berisi dua kepala rumah tangga jauh lebih baik dibanding rumahnya yang dulu. Besar dan penuh perdebatan, bikin pusing sekaligus membuat mentalnya perlahan mulai terguncang.

Rumah ini lebih ramai, lebih hidup. Apalagi dengan keberadaan Sophia, anak Leo yang baru berusia dua tahun. Anaknya lucu sekali. Meski agak aneh, Meisya membiasakan dirinya untuk dipanggil Oma. Silsilah keluarga tak pernah ia anggap remeh.

Meisya turun ke lantai bawah dengan langkah ringan, perasaan gembira, penampilan segar, wangi dan yang pasti ia merasa fashion style nya hari ini sangat pantas untuk berangkat kuliah. Satu hal yang membuat mood nya lebih stabil sebenarnya terletak pada misi pertahanan yang telah ia renungkan beberapa hari yang lalu.

Arif yang setelah sekian minggu tak bertemu lagi dengan Meisya sejak insiden menjemput Meisya atas landasan permintaan Tari, kini terlongong-longong melihat penampilan gadis itu. Yang santai bukan main mengambil tempat duduk di depannya. Arif tak tahu mengapa ia kerap dibuat terkejut oleh gadis seperti Meisya ini.

"Morning, tante." sapa Leo yang langsung dibalas dengan senyum tipis dan anggukkan kepala. Sungguh berkarisma sekali.

"Tante Syasaya mau nasi goreng atau french toast?" Kiara memberikan pilihan, sebagai menantu di rumah itu Kiara berusaha memenuhi kebutuhan anggota keluarga.

Senyum lembut menggantung di bibir Meisya, "terima kasih kak, aku biar ngambil sendiri saja."

"Minum?"

Meisya menggeleng, "aku minum air putih."

"Tante hari ini ada kuliah pagi?" tanya Tari yang baru meletakkan sehelai french toast ke atas piringnya. Ini baru jam 7 lewat. Terlalu pagi sebenarnya.

"Siang sih, cuma hari ini lagi ada agenda lain."

Tari memicing dengan tatapan menggoda, "agenda ketemuan sama pak Randy, ya?"

Mood Meisya langsung terjun bebas, wajahnya yang tadinya sedikit merona berubah masam. "Males banget deh bahas orang itu mulu."

Bu Dewi dan pak Hasan mesem-mesem, "kenapa tidak coba dulu Sya? Kenalan lebih dekat, Randy itu kalau aku boleh menilai calon suami potensial loh. Aku sudah lumayan dekat dengan orangnya. Dia anak muda yang lebih dari pantas untuk dijadikan pasangan hidup," saran pak Hasan berperan sebagai sepupu.

Sebagai respons Meisya sengaja mendesah berat nan panjang. Sehingga siapapun yang di meja itu dapat mendengarnya. Itu kode kalau dia sangat amat jengkel kalau obrolan di pagi hari yang cerah dan hati yang ceria ini akan merambat soal aksi heroik betapa gencarnya usaha Randy mendekatinya. Apalagi saat Randy pertama kali tahu kalau Meisya sepupuan dengan relasi bisnisnya dan sedang tak memiliki hubungan dengan siapapun.

"Mas, sepupumu ini bahkan belum berusia kepala dua. Ga usah ngomong soal nikah, astaga... Masih jauh bangett," dumel Meisya ditanggapi senyum lebar oleh penghuni meja makan.

Pasalnya keluhan Meisya kali ini disertai dengan beragam ekspresi. Biasanya kan dia minim sekali harus menggambarkan emosi lewat ekspresi. Hanya ada satu orang yang masih diam tak berkutik, Arif. Entah sibuk menyimak atau masih memperhatikan penampilan Meisya yang berbeda sejak terakhir kali mereka berpisah. Dia masih... Mencoba mencerna walau tak ada hubungan dengannya, apa yang ada di kepala gadis itu.

The Scenario (Different Grooves)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang