XXVI

2.9K 307 8
                                    

Happy Reading
~
~
~

Dokter Franda memeluk Meisya dengan erat, sebuah apresiasi atas kerendahan Meisya. Kemauan untuk benar-benar sembuh baru ada setahun belakangan dari nyaris dua tahun mereka berjumpa, dia mulai rutin Konsul setiap dua Minggu sekali. Plus mulai membicarakan hal itu dengan kedua orangtuanya hingga kedua orangtuanya yang meski sudah berpisah dan memiliki kehidupan masing-masing mau bekerja sama demi kesembuhan anak satu-satunya mereka.

Meisya memang belum seutuhnya pulih, paniknya terhadap sirine ambulan belum hilang juga, hanya saja tidak seperti dulu membuat dia histeris, menangis dan ketakutan. Apalagi pingsan. Tapi hal tersebut merupakan peningkatan yang pesat.

"Selamat ya Mei, mbak bangga sama kamu."

"Makasih mbak, terima kasih juga ga berhenti semangat menghadapi aku."

Dokter menggeleng, "mbak senang kamu bertahan sampai sekarang, kedepannya semoga pertemuan kita lancar."

Meisya mengamini pernyataan dokter. Setelahnya, beramah tamah dengan orangtua Meisya. Ketika keluar dari tempat praktik, istri papinya atau lebih tepatnya ibu tiri Meisya juga sudah menunggu di depan.

Meisya tersenyum tipis, ada perasaan aneh. Tapi, dia mencoba untuk mengabaikannya.

"Mas..." Panggil ibu tirinya terhadap papinya yang langsung mengulurkan tangan untuk dicium.

"Syasya gimana kabarnya?"ibu tiri memusatkan perhatian kembali untuk Meisya.

"Alhamdulillah baik, Bu."

Tangannya yang digenggam oleh maminya terasa erat, Meisya sulit untuk mengartikannya. Entah maminya masih mencintai papi nya atau... Entahlah.

"Kita makan siang bareng aja gimana, mbak?"

Ibu tiri Meisya terlihat sangat berusaha untuk berbaur dan akur dengan mantan istri suaminya.

Meisya melirik Mami, "boleh, Syasya mau?"

Meisya pun ikut mengangguk, namun belum juga masuk ke mobil yang tak jauh diparkir di depan sebuah ruko yang menjadi tempat praktik dokter Franda seseorang memanggil nya.

"Mas Arif?"gumamnya kebingungan menemukan Arif di sana.

Arif tersenyum tipis, melewati tubuh Meisya dia menyalami tiga orangtua Meisya.

"Assalamu'alaikum, saya Arif om. Boleh saya ajak Meisya makan siang?" Salam dan sapa Arif cepat, plus to the point.

Meisya mengerjap. Pria ini. Dia kehilangan kata-kata. Sudah nyaris empat bulan semenjak kepindahan nya namun Arif yang memintanya untuk tak kemana-mana sampai dia menemukan jawaban namun yang ia temui adalah, Arif sama sekali tak berusaha untuk mencari alamat barunya, atau mencarinya di kampus bahkan sama sekali tak menelponnya.

Meisya makin hilang akal. Dia pikir kisahnya mungkin akan tutup buku seperti kisahnya dan Randy yang dia putuskan begitu saja.

"Wa'alaikumus salam, saya terserah Meisya. Penting?"

"Penting ga penting sih, om. Mau makan siang bareng aku kan, Mei?" Arif beralih menatap Arif.

The Scenario (Different Grooves)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang