BAB 7

20.1K 1.3K 21
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi. Semua serempak memasukkan barangnya ke dalam tas. Ekspresi yang mulanya kelam berubah menjadi cerah. Akhirnya setelah beberapa jam di sekolah, mereka bisa bebas dari pelajaran yang melelahkan dan membosankan. Itulah yang rata-rata dirasakan dari siswa. Tak perlu menunggu lama, setelah guru keluar. Mereka berdiri, berlarian meninggalkan kelas. Tidak sabar untuk menghirup kebebasan.

"Al, lo balik sama siapa?" tanya Mita pada Alya yang berada di sampingnya. Mereka baru keluar dari kelas, setelah kelasnya sepi. Untuk apa saling berdesakkan toh mereka akan keluar juga. Kecuali ada hal yang kepepet, baru mereka ikut serta.

"Sama Bang Arya. Katanya sih mau jemput." Alya membuka bungkus marsmallow. "Mau Mit?" Dia menyodorkan bungkusan marsmallow, menawarkan sahabat karibnya.

Mita langsung mengangguk. Kalau gratis mah dia mau. Apalagi makanan kesukaan, nggak perlu berpikir dua kali. Dia mengambil satu bungkus marsmallow. "Makasih Al." Mita memakannya dengan lahap. "Terus abang lo udah dateng?" tanya Mita dengan mulut yang mengunyah marshmallow.

"Selow. Kayaknya belum deh. Lo balik duluan nggak apa-apa." Alya membuka satu lagi bungkus marshamallow dan memakannya. Ah dia benar-benar menyukai benda

"Gue tungguin deh. Selow aja lah." Mita nyengir mengulang kata Alya.

Alya mendengus. Emang dah Mita selalu bisa membalikkan perkataannya. Alya berhenti saat melihat sedan berwarna hitam. "Itu lo udah dijemput." Dia menunjuk ke arah sedan sambil menoleh. "Pulang sana, udah bosen gue liat lo setiap hari."

"Anju."

Mata Alya terbelalak, tangannya terangkat menutupi mulut. "Mita udah besar ya. Omongannya." Dia menatap Alya pura-pura kaget dengan apa yang diucapkan Mita. Padahal setiap hari Mita sudah mulai sering mengeluarkan kata itu. Entah sejak kapan, Mita sering mengeluarkan kata-kata kasar. Dan inilah salah satu cara Alya menegur Mita.

"Lebay." Mita menoyor kepala Alya. Dia geleng-geleng kepala. Sahabatnya ini otaknya sudah overdosis deh, ke alayannya keluar. "Bukan lo aja. Gue apalagi. Bosen pake banget. Mana duduk sebangku, tukeran bau keringat. Masih mending keringatnya harum ini." Mita tersenyum remeh.

"Heh, monyong. Keringat gue nggak bau ya." Alya melotot. Enak aja dia dibilang bau. Setiap hari dia pake deodoran. Mana mungkin dia bahu. "Lo tuh bau." Dia menunjuk ketiak Mita, sambil tertawa sinis.

"Sorry ya. Gue pake deodoran mahal, sari mawar. Langsung dari pabriknya. Jadi nggak mungkin bahu." Mita mengibaskan rambutnya hingga mengenai hidung Alya. Sengaja. Dia ingin membuat Alya kesal.

"Kampret. Rambut lo lama-lama gue potong beneran." Alya memukul rambut Mita. Menjauh sedikit menyelamatkan lubang hidungnya. Dasar Mita, bisa aja buat dia emosi ditengah terik matahari seperti ini.

"Tega amat. Gue balik dah. Alya nyeremin." Mita pura-pura bergidik. Menjauh sedikit dari Alya. Menampilkan raut wajah seakan-akan takut.

"Pulang sono. Gue empet ngeliatin lo." Alya mengibaskan tangannya. Mengusir Mita dengan jelas.

Mita tertawa. Cukup sudah tingkah absurd mereka hari ini. Kalau diteruskan bisa-bisa sikap mereka semakin menggila nggak jelas. "Gue balik dulu ya. Serius lo nggak mau nebeng?" Dia menawarkan Alya sekali lagi. Mana tega dia tinggalin Alya sendiri di sini.

Alya menggeleng. "Serius. Lo balik duluan nggak apa-apa. Nanti kalau abang gue dateng terus gue nggak ada. Bisa berantem gue dirumah," jelasnya diiringi dengan senyuman tulus. Meski tadi sempat mengeluarkan tingkah aneh, mereka tetap sahabat. Sahabat gila tepatnya. "Lo juga ada les kan hari ini, bisa kena omel Mama Tania lagi." Satu hal lagi yang membuat mereka bisa berteman baik. Mereka saling perduli satu sama lain dan sudah mengenal keluarga masing-masing.

Alya✔ (Sudah diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang