Tak ada yang salah dari rasa penasaran, tapi bagaimana jika rasa penasaran itu berubah menjadi sebuah keseriusan dan menghasilkan rasa yang baru?
Ryan menyesap rokoknya sekali hisapan, dia menurunkan batang rokok yang terselip di antara jemarinya, lalu menghembuskan asap rokok dari mulutnya. Ryan bisa menghabiskan beberapa batang rokok ketika dia sedang stress, seperti saat ini. Kini dia sedang beradang di salah satu warung pinggir jalan, tempat ia berkumpul dengan teman-temannya. Dia melirik ponselnya yang masih menunjukkan pukul 5 pagi. Ia mendengus dan kembali menikmati yang ia punya.
"Woy bro, udah lama lo?" Tito menepuk pundak Ryan sebelum duduk di samping cowok itu. "Mang, kopi hitam satu."
"Ya Den,"
"Lo kenapa nggak ngabarin di gc kalau lo mau ke sini?" tanya Tito sambil mengambil emping yang ada di depannya.
Ryan menatap Tito sekilas, sebelum kembali menyesap rokoknya kembali. "Nggak ada untungnya juga gue kasih tahu lo," katanya sinis.
"Lo kenapa dah?"
"Jangan kebanyakan bacot To, bikin gue muak." Ryan membuang rokoknya ke bawah, menginjaknya berulang kali, kemudian menyesap kopinya, membiarkan rasa pahit langsung menyebar dalam mulutnya.
"Lo ada masalah?" Tito mengindahkan peringatan Ryan. Dia tahu,, kalau tidak dipaksa Ryan tidak akan terbuka. Banyak hal yang mereka lakukan bersama, tapi itu tidak membuat dia tahu apa saja yang terjadi pada Ryan, karena cowok itu terkesan menyendiri dibalik sisi nakalnya.
Ryan tak menggubris, dia mengeluarkan ponselnya dan menjelajah ignya. Memperhatikan satu per satu foto yang tidak menarik untuknya, hingga satu foto yang beralalu di berandanya, foto yang sedikit menarik perhatiannya. Dia membuka foto itu, dan rasa tertarik pun muncul.
Tito mengernyitkan dahi, melihat ekspresi Ryan sekarang membuat ia penasaran. Dia melongakkan kepalanya melihat apa yang membuat ekspresi Ryan berubah. Setelah tahu, ia melihat Ryan sebentar sebelum mencomot emping lagi, dan memakannya pelan.
"Den, ini kopinya."
"Makasi Mang," Tito mengambil, sambil meniup-niup dengan pelan, menghilangkan uap yang masih menggempul, di sana. "Lo beneran suka sama Alya?" tanyanya sambil menegak minumannya. "Anjir, panas!" Dia kembali menaruh gelasnya, dan mengibaskan tangannya pada lidahnya
"Ribut!"
"Kopinya bikin ribut, bukan gue!"
"Yang minum siapa?"
"Gue!"
"Ya udah."
"Lah."
"Diem!"
"Ya." Tito menutup mulutnya. Dia akan kalah melakukan perdebatan dengan Ryan. "Jadi, lo beneran suka sama Alya?" Tito kembali pada topik semula. Dia penasaran, melihat Ryan yang mempunyai ekspresi yang berbeda saat melihat Alya atau jika sudah berurusan dengan Alya. Bukan berarti dia cemburu, gila, dia masih normal untuk mencemburui laki-laki.
"Gue cuman penasaran." Ryan menaikkan ponselnya, lebih menatap foto yang ada di sana lebih dekat. Sudut bibirnya tertarik ke atas ketika melihat foto Alya yang mempunyai beberapa pose dalam satu frame, dan menurutnya itu lucu.
"Lo cuman penasaran, atau ada perasaan lebih?"
"Penasaran. Gue udah bilang tadi, lo budek?" Ryan menoleh dan memasang wajah malas kepada Tito.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alya✔ (Sudah diterbitkan)
Teen FictionAlya tak pernah sadar bahwa menolong sesorang membuat dia harus terjebak oleh permainan yang sangat menyebalkan. Terlebih lagi, orang yang ditolongnya adalah salah satu orang menyebalkan yang selalu membuat dia kesal. Tapi, suatu malam Alya tau akan...