Bab 8

19.3K 1.3K 43
                                    


"Bang, belum bisa nyala juga?" tanya Alya pada Arya yang ada di sampingnya. Dia menyenderkan tubuhnya sambil melirik ke arah Arya yang masih berusaha menyembunyikan mobilnya. Hari ini jadwal quality time mereka berdua. Jadwal yang memang wajib untuk mereka lakukan kecuali ada hal yang tidak bisa ditingal sama sekali. Meski mereka sering bertengkar, tapi mereka saling perduli dan saling menyayangi satu sama lain. Mereka sudah pergi ke semua tempat yang memang mereka rencanakan, dan sekarang mereka dalam perjalanan pulang yang sialnya harus terhenti karena mobil Arya tiba-tiba mogok.

"Kamu liatnya gimana?" Arya masih berusaha menyalakan mobilnya.

"Belum bisa."

"Itu tahu, perlu nanya lagi," jawab Arya dengan ketus yang masih fokus ke mobilnya.

Bibir Alya mengerucut sebal. Dia juga sih salah menanyakan sesuatu yang tak pasti. Tapi kan bisa juga Arya membalasnya biasa aja, bukan kayak orang yang ngajak ribut. Seperti inilah dia quality time bersama Arya, ada saja yang membuat dia kesal setengah mati.

Arya menghela nafas. Sudah beberapa kali dia mencoba tapi mobilnya tidak bisa nyala juga. "Kamu diem di dalem, abang mau nelpon bentar. Kalau kamu diculik abang males nyari kamu." Arya menyambar ponselnya yang ada di dashboor mobil dan langsung keluar dari mobil. Meninggalkan Alya yang menggerutu tak jelas.

Meski kesal, Alya tak bisa membantah. Sejengkel apapun dia pada Arya, dia tetap bungkam saat Arya sedang serius, meski ucapannya sangat bikin dia menukarkan Arya. Alya membuka jendela, mengeluarkan sedikit kepalanya. Merasakan hembusan angin yang menerpa wajahnya. Keningnya langsung mengernyit saat melihat papan jalan yang ada di depannya.

"Jalan pemberi harapan palsu?" ujarnya pelan sambil terus memperhatikan nama jalan itu. Tawa Alya meledak, siapa sih yang kasih nama dengan nama itu. Harapan palsu, kayak hubungan aja. Kenapa nggak sekalian aja jalan cinta bertepuk sebelah tangan.

"Nggak nyangka abang punya adek gila kayak kamu, baru ditinggal sebentar udah senyum nggak jelas." Alya langsung menoleh dengan mata yang melotot ke arah Arya. "Apaan? Cepet turun, mau ikut diperbaiki kamu dibengkel."

Boleh nggak abangnya dimasukkin lagi ke rahim bundanya, terus diganti sama yang baru. Alya lama-lama ingin menjambak rambut Arya yang berwarna hitam itu. Mencopot semua helaian rambut dan membuat kepala abangnya itu botak. Dengan kesal dia mengambil tasnya dan keluar dari mobil.

"Bang bisa nggak bilang turunya itu lembutan dikit. Kayak dek turun gih, mobilnya mau diderek, gitu," bibir Alya manyun. Matanya memandang Arya dengan padnangan  Arya memandang adiknya itu dengan kening berlipat. Tangannya terangat dan..

"Sakit bang." Alya menyentuh keningnya yang terkena sentilan dari Arya. Tidak terlalu keras memang, tapi tetep aja rasanya sakit.

"Lebay." Arya berdecak sambil memainkan ponselnya dengan tangan kanannya sedangankan tangan kirinya mengusap kening Alya yang tadi dia sentil.

Alya tersenyum puas. Ini salah satu yang buat dia tidak bisa kama membenci Arya, karena abangnya itu semenyebal apapun dia tetap bisa bersikap manis meski sedikit, dan seperti tidak rela.

Arya langsung menarik tangannya dari kening Alya saat suara yang dia kenal terdengar. "Oi Sep, sorry gue ngerepotin lo."

"Ah santai aja Ar. Kayak sama siapa aja lo." Asep yang baru turun dari mobil derek dan menghampiri Arya dengan senyum lebar. Keduanya tengah sibuk membicarakan sesuatu yang Alya tidak mengerti. Alya memperhatikan laki-laki yang sedang berbicara dengan abangnya. Dia tertawa kecils saat melihat bekas oli di wajah teman abangnya itu. Tawa Alya menarik perhatian keduanya.

Alya✔ (Sudah diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang