Bab 18

15.7K 1.1K 30
                                    

"Kumpulkan kertas kalian sekarang. Nggak ada acara tulis-tulisan lagi, sekarang atau nggak selamanya," Teriak Nisa guru Ekonomi. "Saya hitung sampai tiga. Satu.. dua.. ti.." Semua murid yang mendengar itu langsung melesat ke arah depan. Saling berdesak-desakkan, mengumpulkan lembaran kertas dan menjadi satu tumpukkan.

"Kamu Aster bawa kertas ini ke ruangan saya," perintah Nisa sambil menunjuk Aster-ketua kelas. "Saya akhiri pelajaran kali ini. Sekian." Nisa berbalik, mengambil barangnya dan langsung ke luar kelas.

"Jelek nilai gue nih. Pasti jelek, nggak diragukan lagi," keluh Tara sambil mengacak rambutnya. Dia memasukkan semua bukunya ke dalam tas.

"Bukan lo aja kali Tar, kita semua juga. Kenapa juga tuh guru suka ngasih ulangan mendadak. Kasih waktu buat nulis contekkan kek," timpal Bagas. Beberapa orang menyetujui perkataan Bagas. Dan terjadilah saling curhat mencurhat tentang ulangan mendadak yang baru saja mereka lewati. Termasuk juga Alya yang juga sedang heboh berbicara dengan Mita.

"Elo mah enak Mit. Otak lo kan encer kalau tentang ekonomi. Lah gue? Aduh bisa mati gue kalau dapet jelek." Alya mengeluh dia menenggalam kan wajahnya di dalam tas. Bisa kena omel lagi dia kalau mendapatkan nilai merah. Cukup dia mendapatkan nilai jelek di ulangan harian mata pelajaran lain, dia tidak sanggup untuk mendapatkan nilai jelek lagi dan mendapatkan omelan panjang dari sang kakak beserta kedua orang tuanya.

"Apaan sih Al? Lo kan juga bisa jawab tadi," balas Mita heran. Mita sempat melirik kertas jawaban Alya, dan itu cukup panjang dibandingkan dengan miliknya.

Alya mengadah. Wajahnya lesu. "Iya panjang, tapi gue asal-asalan doang jawabannya. Lumayan dapat nilai tulis. Tapi isinya gue nggak tahu bener apa nggak. Ih kan, kenapa harus ulangan sekarang coba,"keluhnya kesal. Alya menghentakkan kakinya kesal. Bibirnya mengerucut.

Mita geleng-geleng kepala. Dia mengambil tas dan menyampirkannya di bahu. "Dulu lo bilang ke gue, kalau ulangan jangan dipikirin, biarkan berlalu. Lah lo, kenapa lebih parah dari gue. Kayak orang habis putus lo."

"Enak aja lo. Tau ah, kesel gue." Alya bangkit menyambar tasnya kasar. "Lo balik nggak?!" tanyanya. Matanya menatap Mita sebal. Dia ingin berteriak, tapi dai sadar ini sekolah. Bisa dikira orang hutan ke sasar kalau dia teriak tak jelas di sini. Parahnya bisa dikira orang gila.

"Lah, kan gue nungguin elo, gimana sih," kata Mita.

"Ya udah ayok." Mita hanya berdecak menanggapi tingkah Alya yang terkesan menyebalkan.

Keduanya berjalan ke luar kelas masih dengan curhatan seputar ulangan. Curhatan Alya tentunya, karena Mita kali ini hanya menjadi pendengar. Kedua cewek itu berhenti ketika melihat seseorang yang tengah menyender di tembok. Erlang.

Erlang menoleh ke arah samping, dan menemukan orang yang ditunggunya. Dilepaskannya headseat yang ada ditelinganya. "Lemot amat lo jadi cewek. Ngapain aja di dalam?!" sembur Erlang langsung.

"Lo ngomong sama siapa?" tanya Alya. "Gue?" tambahnya dengan menunjuk diri sendiri. Jangan salahkan Alya jika bertanya seperti itu, toh bukan hanya dirinya yang ada di sana. Ada mita juga. Lagian, enak aja dia disembur nggak jelas kayak gini.

Erlang berjalan mendekat. Tangannya terangkat menjitak kepala Alya. "Lo lah. Siapa lagi?! Lo kok bego nggak hilang-hilang."

Emosi yang belum hilang karena ulangan kini semakin membesar karena ulah Erlang. Cewek itu melemparkan pandangan kesal setengah mati kepada Erlang. "Heh cowok sok pinter. Gue nggak bego-bego ya seperti yang lo kira. Enak aja lo bilang gue bego?! Emang lo sepinter apa hah?!" bentak Alya langsung.

Alya✔ (Sudah diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang