BAB 9

17.9K 1.2K 12
                                    

Sebuah ferarry hitam berhenti tepat di depan gerbang sekolah SMA, menimbulkan decitan yang terdengar nyaring. Alya. Gadis itu langsung menyambar tasnya, mencium tangan kakaknya dan langsung keluar begitu saja.

"Jangan lupa tabrak tembok Al." Teriak Arya sebelum kembali menjalankan mobilnya meninggalkan sekolah adiknya itu.

Mendengar itu, Alya berhenti. Dia membalikkan badannya dengan kesal, bibirnya sudah manyun. Abangnya itu memang sangat menyebalkan. Dia mendengus saat melihat mobil abangnya itu sudah tidak ada di sana. "Dasar abang durhaka," kesalnya. Kenapa sikap abangnya itu lebih banyak menyebalkan daripada manisnya, keluhnya. Alya langsung menepuk kening, mengingat apa yang membuat dia buru-buru hari ini. Tubuhnya diputar kembali dan dia langsung tersentak melihat siapa yang ada di depannya.

"Hai cewek."

"Lo." Alya tanpa sadar menunjuk cowok di depannya. Nafasnya terasa cekat. Dia benar-benar merasa gugup sekarang. Apalagi melihat senyum yang ada di wajah cowok di depannya itu. Mungkin terlihat manis tapi di mata Alyasangat horor. Seketika kejadian beberapa hari yang muncul di kepalanya membuat dia melangkah mundur. "Mau ngapain lo?"

Cowok itu tertawa renyah. Membuat helaian rambutnya jatuh ke depan. Bukannya terpesona Alya semakin takut. Bagaimana tidak, kalau dia tiba-tiba disapa oleh cowok yang dia pergoki sedang menghajar seseorang. Terlebih lagi, cowok itu selama ini tak pernah menyapanya sama sekali.

"Mau ngapain lo, minggir gue mau ke kelas." Alya mengumpulkan keberaniannya. Dia tidak tahan hanya 5 menit berhadapan dengan cowok yang dia tahu bernama Ryan.

"Kalau gue nggak mau gimana? Lo mau apa?" tanya Ryan dengan soknya. Ryan semakin mendekatkan diri pada Alya. Dua langkah dia berjalan ke depan, reflek Alya mundur dua langkah juga. "Kemarin lo nggak takut udah ngerusak kesenangan gue, kenapa sekarang lo takut?" Ryan bertanya dengan santainya. Seakan kesenangan yang dimaksud berbau hal yang positif.

Tuhkan dugaannya benar, kalau ini semua berkaitan dengan kejadian beberapa hari yang lalu. Mana mau Ryan menyapanya kalau bukan karena ada apa-apa. Dia beberapa kali mendengar tentang Ryan. Cowok kasar, malas, sok berkuasa, tapi pada kenyataannya cowok itu pintar, dan digemari oleh para gadis di sekolah ini. Alya tak habis pikir, kenapa cowok badboy malah disukai oleh para cewek. Alya menarik nafas dan langsung membuangnya perlahan. Dia menatap Ryan penuh berani. Dia nggak salah ngapain takut.

"Terserah lo mau bilang apa, minggir gue mau ke kelas," tegas Alya. Dari luar Alya terlihat berani. Tapi, di dalamnya jantungnya berdebar kencang. Astaga dia benar-benar cari mati.

Ryan menyingkir sebentar. Kalau dilihat cowok itu membiarkan Alya lewat, tapi kenyatanya dia hanya mempermainkan Alya karena baru beberapa langkah Alya menjauh tanganya sudah terlulur, menarik tas ransel Alya.

"Siapa yang izinin lo pergi?" tanya Ryan dengan masih wajah songongnya. Bedanya cowok itu sudah tidak senyam-senyum, tapi menampilkan wajah datar dengan mata yang menajam.

Alya menarik paksa tasnya. Berbalik menatap Ryan yang sudah mengintimidasi dirinya. "Siapa juga yang ngelarang gue pergi?!" sewot Alya. Lama-lama dia kesal sendiri dengan Ryan. Kenapa cowok ini sangat menjengkelkan. "Lo mau apa sih dari gue? Gue nggak kenal sama lo ya."

"Lo nggak kenal sama gue, tapi gue kenal sama lo," balas Ryan. Kedua tangannya sudah dimasukkan ke dalam saku, matanya masih menatap tajam ke arah Alya. "Karena gue masih baik sama lo, gue kasih pemberitahuan. Mulai sekarang lo target gue, jadi persiapin diri lo baik-baik, Alya." Ryan tersenyum manis saat memanggil nama Alya. Dia langsung berlalu dari sana.

Alya menatap Ryan dengan penuh kebingungan. Target? Maksudnya target apa? Dasar cowok menyebalkan. Dia terus memperhatikan Ryan yang sekarang bergabung dengan teman-temannya. Dia mendengus kesal saat Ryan sempat menoleh ke belakang. "Astaga, mampus," pekik Alya tiba-tiba saat mengingat hal yang membuatnya terburu-buru. Dia langsung berlari kencang, melewati para siswa yang ternyata sejak tadi memperhatikan dia dan Ryan. Perduli apa dia dengan semua mata yang mengarahnya, yang dia pedulikan sekarang adalah PR yang ia telantarkan karena ketiduran tadi malam. Apalagi mengingat siapa yang mengajar jam pertama, membuat dia semakin kencang berlari.

Alya✔ (Sudah diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang