Erlang meringis, saat luka yang ada diwajahnya ditekan oleh manusia tidak berprikemanusiaan. Tatang. Laki-laki itu dengan sengaja menekan luka itu keras-keras, tak perduli bahwa sang pemilik wajah sudah melotot ke arahnya.
"Kampret, pelanan dikit bisa nggak," sembur Erlang akhirnya. Dia sudah tak tahan dengan rasa perih di wajahnya. Entah seperti apa wajahnya sekarang, dia tidak sempat melihat ke kaca karena Alex dan Tatang sudah menggeretnya. Dia berdecak saat Tatang menatapnya malas. Sialan nih anak emang, umpat Erlang.
Tatang mencibir. "Lo cemen amat sih jadi cowok. Baru diobatin gini aja udah ngeluhnya minta ampun. Mana keberanian lo ngehajar Ryan tadi," sewotnya tak mau kalah. Tangannya dengan telaten membersihkan luka Erlang. Ini pertama kalinya sejak mereka masuk SMA kegiatan mengobati Erlang terulang. Dalam kelompok unyu lovers ini dia menjadi bagian mengobati teman-temannya karena hanya dialah yang telaten mengobati luka mereka
Erlang mendengus, tak menjawab pertanyaan Tatang. Dia sendiri tak mengerti kenapa dia bisa kehilangan kontrol seperti tadi. Tapi satu yang dia tahu pemicu kontrolnya menghilang adalah Alya. Ada rasa tidak suka saat dia tahu bahwa Alya menjadi target pembullyan Ryan. "Anjing, sini gue aja yang ngobatin," umpat Erlang menyambar kapas dan alkohol dari Tatang.
"Sejak kapan lo ngumpat lagi Lang. Bukannya udah tobat lo." Alex yang sejak tadi lebih memilih diam, akhirnya membuka suara. Tangannya berhenti memainkan ponsel, dan fokus melihat ke arah Erlang dengan pandangan heran. Sejujurnya, tadi dia sangat kaget luar biasa melihat bagaimana Erlang kalap. Dia tidak pernah melihat Erlang seperti ini sejak mereka masuk SMA dan melakukan sebuah perjanjian. Bahkan saat di bully oleh Ryan cowok itu tidak sampai lost control seperti ini. Tapi sekarang? "Jangan bilang karena Alya, lo kayak gini," tebak Alex tiba-tiba.
Mendangar kalimat itu kegiatan Erlang terhenti. Tangannya menggantung ke udara. Erlang menoleh ke arah Alex yang tengah menatapnya. Hanya seperkian detik, selanjutnya Erlang membuang mukanya dan melanjutkan mengobati luka di wajahnya. Bakal ilang lama nih luka, sialan. Dia memegang kaca yang sempat di ambil dari Tatang dengan erat.
"Lo nggak jawab berarti iya. Udah sampai tahap mana lo sama Alya?" Lanjut Alex mulai berjalan mendekati Erlang dan duduk di ranjang depan Erlang. Menatapnya dengan wajah mengejek.
"Berisik tahu nggak. Lo kalau ngebacot keluar sana, pusing gue dengernya," ucap Erlang kesal. Dia melempar betadin pada Alex, yang tentunya ditangkap begitu saja oleh cowok itu.
"Salting banget sih, kayak cewek," ejek Alex sembari meletakkan obat merah itu di nakas. "Gue serius nanya, lo udah sampai mana sama Alya. Soalnya yang gue tahu, kalau lo ketemu sama dia udah kayak kucing sama anjing, berantem mulu kerjaannya."
"Alya siapa?" tanya Tatang mulai ikut pembicaraan. Dia menarik kursi ditengah-tengah dan mendudukinya. Menatap satu-satu sahabatnya meminta penjelasan. "Alya siapa? Anjir, gue bukan tembok yang dengerin kalian ngomong."
"Baperan amat jadi cowok," ledek Alex. Dia menoleh ke arah Erlang sebentar sebelum berbicara. "Gebetannya Erlang yang baru," lanjtunya.
Mulut Tatang menganga, secepat kilat dia menatap Erlang.
"Apaan? Tuh muka biasa aja." Erlang menatap datar Tatang sebelum membaringkan dirinya di ranjang. Menutup matanya sejenak, kepalanya mulai berdenyut tak karuan.
"Serius Alya tuh gebetan lo? Akhirnya setelah sekian lama lo move on juga," ujar Tatang yang benar-benar terasa lega. Cowok itu bahkan tidak bisa menghilangkan senyuman di wajahnya. Erlang move on itu adalah kabar bahagia dari ribuan kebahagiaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alya✔ (Sudah diterbitkan)
Teen FictionAlya tak pernah sadar bahwa menolong sesorang membuat dia harus terjebak oleh permainan yang sangat menyebalkan. Terlebih lagi, orang yang ditolongnya adalah salah satu orang menyebalkan yang selalu membuat dia kesal. Tapi, suatu malam Alya tau akan...