Bibir Alya tak pernah berhenti mengeluarkan omelan untuk Ryan. Cowok sialan itu benar-benar mencari masalah. Dia hanya meminta maaf, tapi kenapa dia berakhir dengan sebuah hukuman. Alya mengambil tisu untuk menahan bersin yang sejak tadi sudah ia keluarkan. Debu di perpustakaan ini benar-benar sangat tebal. Kemoceng yang ia pegang diarahkan ke deretan buku dan rak bagian ke dua dari belakang. Membersihkan dengan teliti setiap jengkal yang ia bisa raih.
"Mit, lo masih hidup, nggak?" tanya Alya sambil memiringkan kepalanya, melihat bagaimana kondisi Mita.
"Masih lah, pertanyaan lo nggak bermutu amat." Mita melempar pandangan kesal sembari terus membersihkan sisi lain perpustakaan.
"Lo balik aja lah, nggak enak gue sama lo."
"Alah sok nggak enak lo Al, sans ajalah sama gue. Lagian gue bosen dirumah, sepi. Nyokap bokap pada pacaran mulu."
"Kalau lo iri, lo ikut pacaran sana," kekeh Alya.
Mita mendengus. "Ejekkan lo bagus banget ya, udah tahu gue nggak punya pacar, malah disuruh ikutan. Lo mau gue pacaran sama pemandangannya apa?!" balas Mita ketus.
Alya tersenyum mendengarnya, dia kembali membersihkan rak di depannya. Sejujurnya dia ingin kabur dari sini secepatnya, tapi tentu jika ketahuan guru hukumannya bertambah. Sudah cukup hukuman yang membuat ia beberapa kali bersin, dia tidak tahan jika harus dihukup lagi. Ryan sialan.
"Oh ya, Al. Lo kenapa nemuin si Ryan? Ada masalah apalagi lo sama dia?"
Alya menoleh sebentar sebelum kembali bekerja. "Nggak ada masalah apa-apa lagi," Alya merubah posisinya menghadap kebelakang, beralih ke rak selanjutnya, "gue cuman minta maaf doang."
"Minta maaf?" beo Mita. Dia mendatangi Alya, wajahnya terlihat penasaran. "Lo ngapain Ryan Al? Jangan bilang lo 'iya-iyain' Ryan." Mita menmbuat tanda kutip dengan dua tangannya.
Alya menoleh, matanya memincing tajam. Ia langsung menoyor Mita kesal. "Lo kira gue apaan iya-iyain si Ryan. Gila lo ya!" Alya mendengus, bisa-bisanya Mita berpikiran begitu. Mana berani dia iya-iyain si Ryan, dikira dia cewek apaan. Alya kembali fokus membersihkan, hingga, "Hatcim," Alya kembali bersin. "Ini juga debu, bikin gue bersin mulu," omelnya.
Mita yang melihat Alya kesal, tertawa kecil. Dia kembali menjauh dari Alya membersihkan rak buku lainnya. "Ya kan siapa tahu Al, saking keselnya, lo iya-iyain si Ryan," jawabnya masih dengan tawa yang mengiringi.
Bibir Alya berdecak, "Najis banget gue iya-iyain si Ryan, yang ada gue di iya-iyain," serunya sambil berjalan ke rak selanjutnya. Membersihkan setiap jengkal sudut rak. Dia mengeluarkan buku dan membersihkan bagian bawahnya dengan telaten.
Perpustakaan sekolah mereka bisa dikatakan biasa saja, terdiri dari 10 rak buku yang dipisah menjadi dua bagian. Sisi kiri dan kanan dengan jumlah yang sama yaitu 5. Dibelakangnya atau tepatnya di dekat tembok terdapat bangku yang memang disediakan untuk para siswa/siswi jika ingin membaca atau mengerjakan tugasnya. Namun, sepertinya bangku itu jarang digunakan karena sedikit yang masuk ke dalam perpustakan, dan salah satu dari mereka adalah Alya.
"Lo..lo diapain sama Ryan? Jangan bilang lo bener-bener di iya-iyain," kata Mita dengan suara tercekat.
"Otak lo, Mit!" Alya benar-benar geram. Ini sahabatnya tadi makan apa sih sebenarnya, otaknya sepertinya benar-benar kongselet.
"Lagian lo ambigu banget ngomongnya,"
"Yang duluan ambigu siapa!" Sekali lagi Mita mengeluarkan kalimat yang tidak masuk akal dia akan melempar kemoceng yang ada ditangannya ke arah Mita, bodo amat tuh anak kena, malah bagus dia kena biar otaknya kembali lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alya✔ (Sudah diterbitkan)
Teen FictionAlya tak pernah sadar bahwa menolong sesorang membuat dia harus terjebak oleh permainan yang sangat menyebalkan. Terlebih lagi, orang yang ditolongnya adalah salah satu orang menyebalkan yang selalu membuat dia kesal. Tapi, suatu malam Alya tau akan...