Alya terus mendelik sebal ke arah Erlang yang berjalan santai, tak mempedulikan protesannya sejak tadi hingga akhirnya Alya menyerah. Dia lebih baik bungkam, dan mencoba menarik tangannya yang berada di tangan Erlang. Tapi, semakin ia menarik, semakin erat genggaman tangan Erlang.
Ya, Erlang menggenggam tangannya erat saat mereka sudah sampai di sekolah. Meski dia langsung kabur saat motor merah Erlang berhenti mulus di parkiran sekolah, tetap saja cowok itu mengejarnya, dan dengan kurang ajarnya mengaitkan kedua tangan mereka.
Gila kan?
Mereka itu mantan, bukan pacaran!
Meski diem-diem suka sih. Huss diem, jangan kasih tahu siapa-siapa.
Dan parahnya lagi, penampilan Erlang pagi ini membuat ia harus dengan kekuatan ekstra menahan diri untuk tidak menampilakan kekaguman. Hati-hati ia mulai mengingat penampilan yang langsung tertanam dalam benak Erlang.
Rambutnya yang hitam legam, tidak panjang tapi tidak pendek juga, sedikit tebal ,alisnya yang tebal, matanya yang menatapnya hangat, hingga hampir membuat tembok yang sudah Alya bangun runtuh.
"Widiw, pagi-pagi udah ngelihatin orang pacaran aja. Udah kayak nyebrang jalan aja, pake pegangan tangan."
Seketika mendengar perkataan itu, Alya menarik keras tangannya, dan berbalik. Menatap orang yang membuat hari-harinya buruk dengan murka.
Aldo, pelaku semua itu nyengir, memasang wajah tanpa bersalah. Ia bersidekap membuat seragam di bagian dadanya sedikit lecek.
"Balikan lo berdua?" Aldo melihat bergantain Alya dan Erlang masih dengan cengirannya.
Alya mendengus. Ia melangkah medekati Aldo, dan dengan kesalnya menarik dasi Aldo hingg laki-laki berkulit sawo matang itu untuk mendekat ke arahnya. "Dengerin gue ya, sampai gue tahu lo punya niat terselubung lagi, habis lo sama gue." Alya benar-benar melotot ke arah Aldo. Sekarang dia tidak main-main lagi.
Aldo menarik diri, meski dengan susah payah, akhirnya dia mampu keluar dari jeratan iblis. Gila, hampir saja dia out, kalau tidak cepat melepaskan diri. Alya menarik dasinya sangat kencang.
"Tenang aja sih." Aldo merapikan dasinya, dan juga melonggarkannya sedikit. "Cuman itu doang yang gue suruh lo." Aldo tersenyum manis yang dibalas dengusan oleh Alya. "Ngomong-ngomong, satu ini udah selesai ya?" Aldo melirik ke arah Erlang yang masih menatapnya dengan pandangan sama, kecuali posisinya yang kini menyender tembok dengan kaki yang di tekuk, membuat alas sepatunya menempel pada tembok putih.
"Hal apa? Dia suruh lo apa?" Erlang akhirnya bersuara. Meski pertanyaannya untuk Alya, tatapannya tertuju pada Aldo.
Belum sempat menjawab, tepukan di bahu Aldo membuat ketiganya mengalihkan pandangan pada laki-laki yang kini menggunakan kaca mata, tas ransel yang hanya di lengan taruh di bahu kanannya. Tatapannya menyiratkan ketidaksukaan.
Detta. Sang Ketua OSIS yang terkenal dengan sikapnya yang tegas, dan mulutnya yang pedas juga. Ia memperhatikan ketiganya masih dalam diam. "Lo kira badan lo kayak semut, nggak halangin jalan. Pake otak kalau mau ngobrol. Minggir!" Detta mendorong Aldo, ia langsung berjalan. Matanya lurus ke arah depan, tanpa mau menatap Alya sama sekali.
Sepersekian detik, Alya membalas perkataan Detta dengan cibiran, sebelum akhirnya dia menyadari satu hal. Dia menepuk jidatnya sebelum berbalik mengejar Detta. Baru satu langkah, dia sudah kembali menghadap ke arah tadi, bedanya sekarang, dia berada di depan Erlang yang menjulang di depannya. Membuat ia bisa mencium aroma parfum milik cowok itu.
"Mau kemana?"
Sumpah ya, belum juga dia mengerti apa maksud balikan Erlang, sekarang dia semakin tidak mengerti, kenapa dia merasa sedang selingkuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alya✔ (Sudah diterbitkan)
Teen FictionAlya tak pernah sadar bahwa menolong sesorang membuat dia harus terjebak oleh permainan yang sangat menyebalkan. Terlebih lagi, orang yang ditolongnya adalah salah satu orang menyebalkan yang selalu membuat dia kesal. Tapi, suatu malam Alya tau akan...