●●○●●
Detak menatap Bagas yang tengah tertidur pulas. Ini kali kedua dirinya menatap Bagas yang tertidur dan kali keduanya juga melihat Bagas dalam keadaan yang jauh bila dikatakan baik-baik saja. Memang kali ini tidak ada luka di wajahnya, namun Detak tau ada luka di dalam hatinya.
Setelah minum teh hangat dan memakan mie kuah instan, Bagas tertidur. Detak tidak bisa memikirkan hal lain selain memberikan Bagas sesuatu yang hangat. Lagipula hanya ada itu di dapur Bagas.
Detak melihat kerutan di dahi Bagas, seraya mengusapnya lembut berharap kerutan itu akan menghilang. Berbarengan dengan tangan Detak yang masih ada di dahi Bagas, mata lelaki itu terbuka. Detak membulatkan matanya dan refleks menjauhkan tangannya dari dahi Bagas namun dengan cepat Bagas menahannya.
"Jangan pergi," kata Bagas parau. Ia menuntun tangan Detak ke pipi kirinya, "gue butuh pelukan," lanjut Bagas.
Detak merasakan tubuh Bagas panas, lelaki itu demam. Dengan cepat Detak melepaskan genggaman Bagas dan pergi ke dapur untuk membuat kompresan. Setelah membuatnya, Detak masuk lagi ke kamar Bagas dan mendengar dengkuran halusnya. Detak menyimpan sapu tangannya yang sudah ia beri air ke dahi Bagas.
"Ternyata yang tadi itu hanya mengigau," pikir Detak.
Detak tidak tau apa-apa tentang Bagas selain sifatnya yang selalu berubah-ubah dan Detak sedikit penasaran karena itu. Sedikit.
***
Paginya Bagas terbangun karena merasa haus, matanya mengerjap-ngerjap. Seingatnya tadi malam ia berada di kamar mandi, mengapa kini tubuhnya ada di atas kasur.
"Mungkin Melly datang," pikirnya.
Bagas menyibakkan selimutnya dan beranjak dari posisi tidurnya berbarengan dengan jatuhnya sapu tangan dari dahinya.
Bagas menatap sapu tangan itu dengan kerutan di dahinya, sapu tangan berwarna coklat muda. Seingatnya Melly tidak punya barang berwarna selain warna merah muda. Bagas keluar dari kamar sambil membawa sapu tangan dan terkejut melihat Detak yang tengah tertidur dengan posisi meringkuk di sofa ruang tengahnya.
Bagas mendekatinya pelan-pelan, ternyata Detaklah orang yang menjaganya semalam, pikirnya. Ia baru ingat kalau tadi malam dialah yang membawa Detak masuk dan melupakannya begitu saja. Keamanan di apartemen ini memang sangat terjaga. Oleh karena itu, Detak tidak bisa keluar kalau tidak tau apa paswordnya.
"Lo udah bangun?" tanya Detak saat melihat Bagas berdiri di hadapannya.
"Hmm, ya," jawab Bagas sedikit canggung.
"Kalau gitu, bisakan gue keluar sekarang juga?" tanya Detak polos.
"Oke," jawab Bagas cepat, lalu membukakan pintu untuk Detak.
Sebelum Bagas sempat mengucapkan terimakasih, Detak sudah lebih dulu masuk ke unitnya yang berada tepat di sebelah unit Bagas. Bagas yang baru mengetahuinya cukup terkejut, tapi setelah itu tersenyum senang karena memiliki tetangga.
***
Sesampainya di kamar Detak langsung mandi karena ingat dirinya akan pulang ke rumah. Kalau saja tempo hari dia tidak janji untuk pulang, Detak pasti tidak mau pulang.
Setelah menggunakan tas selempang berwarna hitam, Detak keluar dari apartemennya.
Detak mendengus sebal karena ia harus pergi menggunakan taksi untuk pulang, tapi sebelum sempat menyegat taksi yang ditunggu-tunggu, sebuah mobil fortuner hitam berhenti di depannya.
Kaca mobilnya turun dan menunjukkan wajah Bagas yang tengah menatapnya, "Mau kemana?" tanya Bagas.
"Pulang," jawab Detak singkat.
"Masuk, gue anter," balas Bagas.
Detak menimang-nimang, apakah dirinya lebih baik masuk saja atau kembali dengan rencana awal yaitu menunggu taksi.
"Nggak usah kelamaan mikir, cepet masuk!" kata Bagas.
Dengan tidak pikir panjang, Detak langsung masuk ke mobil Bagas.
"Rumah lo dimana? Biar gue anter."
"Kenapa lo mau nganter gue sih?" tanya Detak dengan nada tidak suka, padahal jika dipikirkan Detak sedikit berterimakasih karenanya.
"Mmm...anggap aja sebagai tanda terimakasih gue buat yang semalam," jawab Bagas datar.
"Oh," balas Detak.
Tidak ada percakapan lagi sepanjang jalan ke rumah Detak, bagi Bagas itu seperti sebuah siksaan yang makin lama makin terasa menyiksa. Di satu sisi Bagas sangat ingin menjelaskan kejadian tadi malam, tapi di sisi lain Bagas ingin Detak melupakannya. Hal itu adalah sebuah aib yang tidak diketahui orang lain, selain Melly.
Bagas melirik Detak, gadis itu diam saja. Tidak memberikan ciri-ciri sedang bosan. Bagas tidak pernah berpikir ada perempuan seperti Detak yang sangat hening, dilihat dari caranya berbicaranya saja Bagas sudah tau kalau Detak adalah spesies langka.
"Rumah lo masih di Bandung, kenapa tinggal di apartemen?" tanya Bagas yang sudah setengah mati tidak mengeluarkan suaranya.
"Bukan urusan lo," jawab Detak dingin. Begitulah Detak, dia benci dengan orang-orang yang selalu menanyakan hal-hal pribadinya. Mereka itu hanya penasaran bukannya peduli. Detak ingat saat masih SMA dulu ketika pembagian rapot, bagaimana kedua orangtuanya tidak pernah mau menyisihkan waktunya untuk pergi ke sekolah dan Detak heran mengapa hal itu menjadi sebuah masalah untuk orang lain.
Bagas langsung terdiam saat mendengar jawaban dingin Detak. Apa mungkin mereka sama, sama-sama punya masalah di dalam rumah?
Setelah melalui keheningan yang sangat panjang, mobil fortuner hitam itu sudah sampai di depan gerbang sebuah rumah besar. Langit tidak tau kalau Detak adalah anak orang kaya, karena faktanya dulu Detak sempat tinggal di kosan sederhana dan kalau diperhatikan penampilan Detak sangat sederhana.
"Ini bener rumah lo?" tanya Bagas sirat akan kekaguman.
"Bukan, ini rumah orangtua gue," jawab Detak masih dingin, "thanks udah nganter gue sampai rumah dengan selamat," lanjutnya lalu keluar tanpa sebuah senyuman yang biasa para perempuan lemparkan pada Bagas karena telah mengantarnya.
Baru saja Bagas akan meninggalkan rumah Detak, sebuah ketukan di kacanya membuatnya mengurungkan niatnya.
Seorang wanita cantik dengan pakaian formalnya meminta Bagas keluar dari mobilnya.
"Kamu siapa?" tanya Rima penasaran.
Anak gadisnya tidak pernah membawa temannya ke rumah, lelaki itu yang pertama, batin Rima.
"Nama saya Bagas tante," jawab Bagas sopan.
Rima menilai lelaki di hadapannya dengan senyuman, anaknya ternyata tau mana lelaki tampan.
"Kenapa enggak masuk? Yuk masuk dulu!" ajak Rima ramah.
"Oh enggak usah tante--"
"Udah enggak usah malu, tante enggak akan gigit kamu kok di dalem."
Dengan begitu Bagas terpaksa masuk ke rumah Detak dengan perasaan canggung.
"Detak!" panggil Rima.
Detak keluar dari kamarnya dengan semangat dan pergi ke ruang tamu karena mamanya memanggilnya.
"Mama sudah pu--"
"Ini temen kamu kenapa enggak disuruh masuk dulu sih, enggak sopan banget udah diantar pulang juga!" sela Rima.
Bagas hanya menunjukkan cengiran tanpa dosanya.
"Mama mau pergi lagi, nanti malam kamu tidur disini kan? Mama sama Papa kemungkinan tidak bisa pulang," kata Rima lagi.
"Hmm, iya," jawab Detak kecewa.
Bagas yang dapat melihat raut wajah kecewa Detak langsung mengerti, mengapa gadis itu tidak tinggal saja di rumahnya sendiri.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak
Teen FictionBerawal dari satu malam ketika Detak membawa seorang lelaki ke dalam kosannya, tanpa disadari itu adalah awal mula dirinya membuka celah untuk lelaki itu masuk ke dalam kehidupannya yang sepi. Inilah cerita tentang Detak dan lika-liku kehidupannya.