Fikri melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, tidak peduli jalanan yang sudah mulai ramai. Sesekali dia menekan klakson agar pengemudi lain memberikannya jalan.
Setelah sampai di sebuah rumah mewah bercat abu-abu, dia memakirkan mobilnya lalu berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Tidak peduli dengan apa yang sedang tuan rumah dengan pacarnya lakukan di sofa ruang tengah, dia tetap melesat ke dapur untuk meminum segelas air dingin berharap dapat meredakan emosinya.
Amarah masih Fikri rasakan dalam dirinya, kini ia berjalan ke halaman belakang dan mulai meninju samsak dengan keras.
"Woy woles bro, ada apa?"
Fikri tidak menjelaskan dan hanya terus menerus meninju samsak itu dengan tangan telanjang sehingga rasa sakit begitu terasa di tinjuannya.
"Beb, aku ke kamar dulu ya." Tasya yang merasa kalau Fikri butuh waktu hanya berdua dengan Ryan memberikan ruang.
Keringat sudah membanjiri badan Fikri sampai-sampai rambutnya basah tetapi masih tidak ada tanda-tanda dia akan berhenti. Ryan yang menunggunya juga sudah mulai bosan.
"Tenang, kalau lo butuh sesuatu lo bisa pakai punya gue. Lo tau kan kalau pintu gue selalu terbuka buat Lo?"
Fikri tersenyum miris, perkataan Ryan barusan membuatnya kembali ingat dengan Bagas.
"Yan, tolong jangan ngomong kayak gitu lagi!"
Ucapan Fikri jelas saja membuat Ryan bingung, kenyataannya ya memang sudah begitu. Dia akan memberikan sesuatu yang Fikri butuhkan bila dia memilikinya atau jelas sekali dirinya bukan seseorang yang pelit.
"Loh kenapa bro? Gue santai aja kalau Lo emang butuh sesuatu dan gue ada, kenapa Lo enggak boleh minjem?"
"Itu bikin gue enggak nyaman, pertemanan juga harus ada batasnya."
"Ah lu mah kayak ke siapa aja! Gue temen Lo dari dulu,Fik!"
Fikri meninju keras samsak yang ada di hadapannya sekali lagi sebelum memutuskan untuk pergi dari rumah Ryan.
"Gue balik dulu, sorry ganggu kegiatan Lo sama Tasya."
Ryan hanya bisa mengangkat bahunya ketika tiba-tiba saja Tasya datang dan bertanya tentang Fikri yang bersikap aneh.
Sedangkan Fikri kembali menyetir mobilnya dengan kecepatan yang sedikit lebih pelan dibandingkan tadi, dilihatnya kedua tangannya yang sudah memerah dan memar.
"Sebenernya gue suka banget sama Bagas, alasan kenapa gue deketin Lo karena gue ingin deket juga sama Bagas."
Perkataan Rossa, sekertaris OSIS di SMAnya dulu yang diam-diam Fikri sukai, kembali terngiang di kepalanya. Rasanya seperti Deva Ju.
***
Detak masih terdiam di sofa, sambil melihat layar tv yang hitam, entah mengapa ingatannya kembali pada Fikri. Bagaimana ekspresi Fikri waktu di lift, bagaimana ekspresi Fikri saat mengira kalau dia dan Bagas pacaran. Detak sadar kalau perlakuannya pada Fikri hari ini terlalu berlebihan, karena setelah dipikir-pikir, semua itu bukan salah Fikri, bahkan Fikri tidak salah apa-apa. Dirinya sendirilah yang membuat Fikri berpikiran kalau dia adalah perempuan yang 'begitu'.
"Loh si Fikri kemana?" tanya Melly yang kini penampilannya sudah berubah menjadi seperti Melly pada biasanya.
"Pergi duluan, katanya," jawab Detak senormal mungkin, karena tiba-tiba saja suaranya bergetar efek memikirkan orang yang sedang mereka bicarakan.
"Tumben banget langsung pergi gitu aja, lagi ada urusan penting kali ya?"
"Mungkin," jawab Detak singkat karena Detak tau alasan apa yang membuat Fikri pergi duluan, walaupun Detak tidak sepenuhnya yakin.
"Detak anterin gue belanja bulanan buat si kunyuk yuk!"
"Si kunyuk?"
"Bagas maksud gue, sorry gue kebiasaan manggil Bagas kunyuk kalau dia lagi sakit, biar cepet sembuh!"
Detak sedikit bingung mengaitkan kunyuk dengan sembuh, apa memang ada hubungannya?
"Mau kan?"
"Iya."
***
Detak merasa sedikit risih saat beberapa kali menangkap orang-orang tengah memotretnya, atau lebih tepatnya memotret Melly mengingat Melly seorang selebgram yang cukup terkenal.
"Bagas itu alergi sama udang, selain itu dia bisa makan apa aja," ucap Melly memulai percakapan karena tidak menyangka Detak cukup pendiam, dia kira Detak tidak akan sependiam dulu saat pertamakali mereka bertemu, nyatanya Detak masih sama saja. Harus dipancing dulu baru mau ngomong.
Detak hanya bisa tersenyum canggung karena ingat dia sudah membuat alergi Bagas kambuh dengan mencampurkan udang di nasi gorengnya dan juga karena Melly sudah mengatakan itu untuk yang kedua kalinya seakan-akan mengancamnya untuk tidak melupakan hal itu, Bagas alergi udang.
"Mau tau makanan kesukaan Bagas?" tanya Melly yang dibalas dengan anggukkan Detak.
"Bagas itu suka banget sama gulai kambing, saking sukanya dia bisa sehari tiga kali makan sama gulai kambing terus! Dia makannya juga jadi lahap banget—"
"Bagas susah makan?" potong Detak.
"Dia itu enggak pilih-pilih makanan, cuman ya nafsu makannya tuh jarang banget 100 persennya. Coba deh lo coba perhatiin dia kalau lagi makan di kafe atau dimana kek gitu, emang makanannya habis tapi ekspresi mukanya itu datar banget kayak yang enggak menikmati."
Detak otomatis tersenyum saat tau kini dia mempunyai satu info tentang Bagas.
"Tapi ya karena lo tau, masak gulai kambing itu lama dan ribet jadinya jarang banget gue masakin. Ya seenggaknya dia makan itu sekali setahunnya pas lebaran qurban hahaha!"
"Kakak bisa masak gulai kambing?"
"Ya bisalah! Gini-gini gue jago masak dan gue mau buka restoran suatu saat nanti, sekarang mah foto endorsan dulu itung-itung nabung buat modal hehehe."
"Kakak mau enggak kapan-kapan ajarin gue masak gulai kambing?"
Pertanyaan Detak barusan membuat Melly berhenti dari jalannya karena baru ngeh dengan perkataan Detak barusan, lalu berjalan menyusul Detak setelah tersenyum.
"Gue mau ngajarin lo buat masak gulai kambing, tapi dengan satu syarat."
"Syaratnya apa?"
"Jangan sakitin Bagas."
Detak dan Melly saling bertatapan, ada permohonan di nada Melly barusan walaupun wajah Melly sangat serius.
"Oke," jawab Detak.
Sesingkat dan secepat itu bagi Detak untuk merubah haluan dari Fikri menjadi Bagas walaupun Detak sendiri tidak begitu yakin perasaan apa yang dimilikinya sekarang untuk Bagas tapi yang Detak yakini, kalau perasaannya kali ini berbeda dengan apa yang dia miliki untuk Fikri dan Detak sudah siap untuk menghadapi resiko apapun yang akan ia tanggung karena sudah berjanji pada Melly. Setidaknya awal yang ingin dia mulai adalah untuk tidak menyakiti karena dia juga berharap tidak akan disakiti pula.
****
halohai semua! aku lagi rajin nulis nih makanya updatenya gak terlalu lama kan? hehehe. Niatnya sih ingin update 3 hari sekali atau tiap hari tapi gak tau juga soalnya moodku suka tiba-tiba ilang. doain aja ehehhe:))
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak
Teen FictionBerawal dari satu malam ketika Detak membawa seorang lelaki ke dalam kosannya, tanpa disadari itu adalah awal mula dirinya membuka celah untuk lelaki itu masuk ke dalam kehidupannya yang sepi. Inilah cerita tentang Detak dan lika-liku kehidupannya.