Chapter 36

2.1K 168 4
                                    

Detak berdiri di depan pintu kamar Melly, dirinya merasa ragu sesaat untuk masuk ke dalam tetapi kemudian langsung memantapkan tekadnya dan mengambil langkah awal dengan mengetuk pintunya.

"Kak Melly?" tanya Detak pelan.

Tidak ada jawaban yang Detak dapatkan dari Melly, dia mendorong pintu kamar Melly yang ternyata tidak terkunci. Detak mengintip ke dalam sedikit kemudian membuka pintunya untuk masuk.

Dia melihat posisi Melly yang meringkuk di atas tempat tidurnya sambil menangis tersedu-sedu.

"Kak," kata Detak sambil berjalan mendekati Melly.

Mendengar suara Detak, Melly menoleh dan langsung terbangun untuk memeluknya. Mendapatkan perlakuan yang tidak terduga membuat Detak bingung harus merespon seperti apa, dia hanya bisa membiarkan Melly menangis di pundaknya.

Setelah sedikit mereda, Detak membawa Melly kembali duduk di kasurnya. Dia tidak bertanya apa-apa karena merasa sedikit canggung dan dia tidak punya pengalaman untuk menghentikan seseorang yang sedang menangis.

"Gue tuh kesel, Detak. Bagas selalu begitu, dia enggak bisa nerima kalau Anton udah meninggal. Dia bilang ngelakuin semua ini karena gue, padahal gue tau itu semata-mata karena rasa bersalahnya."

Detak diam, dia hanya mendengarkan.

Melly beranjak dari duduknya, dia mengambil satu buah album foto yang diatasnya ditempelkan sticky note bertuliskan 'jangan dibuka lagi, Mel!'

Melly mengajak Detak untuk duduk di sampingnya sambil memperlihatkan isi dalam album foto berwarna hitam itu.

Di halaman pertama, Detak melihat sosok Melly yang mengenakan seragam SMAnya tengah tersenyum manis sambil menyenderkan kepalanya pada bahu seorang laki-laki tampan yang juga tengah tersenyum.

"Dia Anton, pacar pertama gue. Dia juga sahabat Bagas, Bagas yang ngenalin dia ke gue. Dia laki-laki paling baik yang pernah gue kenal, sikapnya sopan, ramah, dan dia juga termasuk kedalam siswa pintar di sekolah."

Melly membuka lagi halaman selanjutnya, kali ini ada Melly,Bagas, Bobby,Dimas, dan Anton. Berlatar belakangkan kantin yang kosong, Melly berpose tersenyum, Anton juga sedangkan yang lainnya berpose sok cool. Detak tersenyum kecil melihat sosok Bagas di foto.

Melly kembali membuka halaman selanjutnya, kemudian foto box Melly dan Anton yang Detak lihat.

"Dia udah meninggal,Detak. Laki-laki yang paling gue sayang udah pergi. Dia ditusuk sama orang suruhan bokapnya Fikri, Bagas jadi orang yang paling merasa bersalah karena malam itu dia enggak mengindahkan cerita Anton perihal orang yang memata-matai Fikri."

Melly kembali menangis mengingat luka tusuk yang dilihatnya dulu saat melayat Anton.

"Gue enggak bisa buka halamannya lagi, gue harus bisa move on dan jalanin hidup gue dengan bahagia. Gue tau itu yang paling dia inginkan, lihat gue bahagia. Walaupun rasanya sangat sulit tanpa ada dia yang ngebahagiain gue."

Kurang lebih Detak bisa membayangkan bagaimana sosok Anton itu tetapi dia tidak tahu harus menghibur Melly bagaimana karena sepanjang hidupnya dia tidak pernah mengalami hal rumit seperti ini.

"Detak, ayo kita pulang," suara Bagas dari pintu membuat Detak menoleh dan bingung antara mengikuti perkataan Bagas atau tetap diam di samping Melly.

"Detak," kali ini panggilan dari Bagas semakin tegas membuat Detak mau tidak mau harus menuruti perkataan pacarnya itu.

"Kak, gue pulang dulu ya," pamitnya pada Melly yang kemudian menganggukan kepalanya.

Detak kemudian mengikuti Bagas meninggalkan kamar Melly dengan sedikit tergesa untuk mengimbangi langkah lelaki itu.

***

Suara sumbang pengamen di hadapannya membuat Detak sedikit terganggu, apalagi ditambah dengan tatapan sok galak dari si pengamen membuat Detak makin terganggu.

Detak melirik Bagas yang tidak terganggu sedikit pun, laki-laki itu bahkan masih bisa menyantap pecel lelenya dengan lahap dan sempat-sempatnya mengambil selembar lima ribuan dari dompetnya untuk pengamen itu.

"Kok dikasih sih?"

"Emangnya kenapa?"

"Nanti uang yang kita kasih dipake beli arak sama dia, percuma kan ngasih kalau akhirnya dipake buat mabuk-mabukan."

"Ya terus kenapa?"

Detak menatap heran sikap santai Bagas itu.

"Sayang kan  jadinya ngeluarin uang tapi malah disalahgunakan?"

Bagas tersenyum sembari mencubit pipi Detak gemas, "Semua itu tergantung niat kita, Detak. Kalau akhirnya dia pake buat arak bukan salah kita, lagian paling banyak juga kita ngasih enggak bakalan nyampe 50ribu."

Detak manyun mendapatkan ceramah tak terduga dari Bagas, tapi dalam hati dia merasa senang. Bagas ternyata memang baik.

"Cepetan abisin makanannya, Abang harus lanjutin skripsi kesayangan biar cepet lulus terus kerja terus ngelamar dedek manis disamping Abang."

Rayuan receh Bagas dibalas dengan sikutan lemah Detak yang salah tingkah. Lagi-lagi Bagas membuat Detak berdebar, bahkan di pinggir jalanan sambil menyantap pecel lele sekalipun.

Tidak butuh waktu lama bagi Detak menghabiskan makanannya mengingat rasa lapar yang sudah dirasakannya dari saat mereka pergi ke rumah Melly. Kini dengan perut kenyang dan hati yang hangat Detak masuk ke dalam mobil Bagas dan  bersiap-siap untuk pulang.

"Gimana pecel lelenya barusan?"

"Enak, lain kali gue mau bungkus makan di apartemen."

"Kenapa di bungkus kan lebih enak makan di tempat?"

"Tempatnya kurang nyaman," jawab Detak jujur.

"Sorry, gue kira Lo bisa makan di kaki lima kayak barusan."

"Bukan gitu, gue cuman kurang suka sama tempat rame. Bikin mual kalau kelamaan."

"Kok udah mual sih, ena-enanya aja belom?"

Detak mendelik, "Apaan sih, ga nyambung deh!"

Bagas tertawa pada perkataannya sendiri, super receh.

"Tadi Melly sempet ngasih liat sedikit album fotonya, gue dikenalin sama cowok yang namanya Anton. Dia sahabat Lo, ya?"

Perkataan Detak membuat tawa Bagas terhenti seketika, tidak menyangka nama itu akan kembali disebut.

"Lo enggak perlu jawab kalau enggak mau," kata Detak setelah melihat perubahan wajah Bagas.

"Iya dia sahabat gue, udah meninggal waktu SMA," jawab Bagas pelan.

"Meninggal kenapa, sakit?" tanya Detak terlanjur penasaran.

"Dibunuh."

****

Yok komennya yok mumpung gratis!!!

DetakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang