Chapter 30

2.4K 189 7
                                    

Detak menunggu kakaknya keluar dari tirai, diliriknya Raffles yang terlihat tidak sabar untuk melihat calon istrinya itu mengenakan gaun pernikahannya nanti.

Derit suara tirai yang dibuka membuat Detak mengalihkan pandangannya dari Raffles, dilihatnya Denyut yang keluar dengan sebuah gaun berwarna putih gading tanpa lengan yang berukuran sangat pas di tubuhnya sangat cantik.

Tatanan rambut Denyut yang disanggul sederhana menambah kesempurnaannya, Detak melihat senyum malu di wajah Denyut saat matanya bertatapan dengan Raffles.

"Gaunnya bagus enggak?" tanya Denyut pada Detak dan Raffles.

Detak mengangguk seratus persen setuju, sedangkan Raffles membalas dengan cengirannya.

"Terlalu bagus, sampai saya ingin menikahimu detik ini juga," kata Raffles tanpa ragu membuat Denyut tersenyum.

"Bapak puas?" Sang desainer bertanya memastikan pada Raffles yang dijawab dengan anggukan.

"Kalau begitu saya pastikan gaun ini hanya milik Mbak Denyut."

Setelah mengatakan itu, Denyut digiring masuk ke dalam tirai untuk mengganti bajunya kembali dibantu oleh 3 orang staff.

"Kak Denyut cantik banget," gumam Detak tidak sadar.

"Yang tercantik," kata Raffles menjawab gumaman Detak.

Detak menoleh ke arah Raffles yang kini tengah tersenyum ramah padanya. Detak membalasnya dengan canggung, tidak pernah terbayangkan sebelumnya kalau laki-laki disebelahnya itu yang akan menjadi suami dari kakaknya.

Masih jelas sekali di ingatannya, bagaimana dulu Denyut sering pulang dalam keadaan kesal dan marah karena laki-laki itu. Beberapa kali juga Detak mendengar Denyut menangis di malam hari karena kelakuan laki-laki itu di siang harinya. Bagaimana pula dulu, sosok disebelahnya ini terlihat sangat berantakan. Ganteng tapi berantakan, penampilannya dulu membuat orang berpikiran kalau Raffles bukanlah anak baik-baik, celana robek, rambut gondrong, sebatang rokok yang tidak pernah hilang dari mulutnya, cengiran bringasnya, dan senyum merendahkannya itu sangat kontras dengan penampilannya saat ini. Mungkin memang benar, waktu yang mendewasakan seseorang.

Raffles memang tidak pernah bertemu Detak sebelumnya, tapi Detak tau Raffles karena beberapa kali mengintip dari jendela kamarnya saat laki-laki itu mengantar kakaknya pulang selalu dalam keadaan menangis. Karena itulah dirinya dulu sangat tidak suka Raffles, lalu sekarang tiba-tiba saja Raffles akan menjadi saudara iparnya. Garis kehidupan memang tidak bisa ditebak dan selalu menawarkan kejutan dari waktu ke waktu.

"Detak, kamu ikut makan dulu ya. Baru kakak izinin kamu pulang," kata Denyut sesaat setelah keluar dari balik tirai.

"Iya kak," jawab Detak menurut.

"Makan dulu ya," kata Denyut lagi namun kali ini pada Raffles yang di jawab dengan sebuah anggukan.

Setelah mendapatkan persetujuan dari keduanya, Denyut merangkul Detak dan membawanya berjalan ke mobil Raffles.

"Mau makan apa?" tanya Raffles pada Denyut sebelum ia menyalakan mesin mobil.

"Kamu mau makan apa, Detak?" kata Denyut menanyai Detak.

"Bebas," jawab Detak singkat karena sedang tidak ingin makan makanan yang spesifik.

"Oke kalau gitu kita makan sate taichan aja yuk, udah lama ga makan sate!"

****

Fikri terbangun dari tidurnya, sudah beberapa malam sejak kejadian di rumah Dimas membuat Fikri tidak bisa tidur dan kembali teringat kejadian dulu.

Andai saja tidak ada yang tau lukanya saat itu, mungkin semuanya tidak akan pernah terjadi. Andai saja dirinya bisa menahan luka itu sendirian sehingga tidak perlu membuat luka lain untuk orang yang tidak bersalah. Takdirnya mungkin memang seharusnya seperti ini, dibayang-bayangi rasa bersalah sampai mati.

Fikri menatap jam di meja nakasnya, baru 3menit ternyata dia tertidur tapi sudah cukup membuat mimpi itu kembali. Dengan gontay Fikri keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air, tapi langkahnya terhenti saat melihat adik perempuannya tertidur di meja dapur dengan tangan yang masih menggenggam pensil.

Fikri berjalan mendekatinya, disibaknya rambut adik perempuan satu-satunya itu. Dengan perlahan Fikri mengangkat Fani dan membawanya ke kamar.

Fikri tidak langsung keluar setelah menyelimuti Fani, dia menatap wajah polos Fani yang tengah tertidur dengan perasaan lega. Sebuah keajaiban adiknya ini bisa bertahan hidup setelah ditikam oleh pisau saat usianya masih 12 tahun. Bisa dibilang Fani ini memegang peran yang sangat besar di kehidupan Fikri setelah dipaksa kehilangan ibu dan kakak laki-laki yang dihormatinya.

Fani adalah salah satu alasan dirinya masih menjalani kehidupan yang sesuai sampai sekarang.

"Kak?" panggil Fani dengan suara yang serak.

"Hmm?"

Tidak ada jawaban dari Fani, tapi digantikan dengan genggaman erat yang dirasakan Fikri di tangan kirinya. Lalu tanpa disuruh, Fikri berbaring disebelah Fani dan memeluk adik satu-satunya itu.

***

Detak tidak sengaja melihat Melly keluar dari mobilnya dan hendak melangkah menuju lift, tiba-tiba saja ia teringat cerita Jasmine tentang Melly dan Bobby. Mau dipikirkan berapa kali juga, rasanya masih mustahil.

"Kak Melly!" panggil Detak sambil berjalan cepat menghampiri Melly.

"Eh Detak kebetulan banget! Gue baru aja mau nemuin lo," jawab Melly.

"Ada apa kak?"

"Gue butuh bantuan lo buat ajak Bagas nongkrong lagi sama anak-anak, gue enggak bisa sekaligus ngajak Bagas sama Bobby sekarang. Mau ya?"

Detak yang dulu pasti akan langsung menolak permintaan Melly karena dia tidak suka mengurusi urusan orang apalagi yang merepotkan seperti sekarang. Tapi Detak yang dulu sudah berubah.

"Iya," jawab Detak.

"Kalau gitu makasih ya, nanti gue chat buat detail waktu sama tempatnya. Nitip Bagas ya, Detak!"

Melly menepuk bahu kanan Detak pelan sebelum pergi, meninggalkan Detak begitu saja. Detak tidak mengacuhkan Melly dan langsung masuk ke dalam lift untuk pulang dan beristirahat setelah harinya yang cukup panjang itu.

Tapi dasar orang yang sedang jatuh cinta, Detak tidak bisa begitu saja lewat pintu kamar Bagas tanpa menekan belnya terlebih dahulu karena ingin bertemu Bagas.

Dengan sedikit jahil, Detak menekan bel apartemen Bagas berulang-ulang kali sambil membayangkan wajah kesal Bagas saat dia membuka pintunya. Tapi bayangan itu menghilang dengan cepat saat mendapati orang yang membuka pintu apartemen Bagas bukanlah sang penghuni apartemen, melainkan seorang perempuan seksi yang dulu pernah dia temui tanpa sengaja.

Perempuan yang membuat Bagas mengunci dirinya sendiri di kamar mandi, perempuan yang membuat Bagas menangis.

Detak mengamati penampilan perempuan di depannya itu, masih sama seperti apa yang ada dalam ingatannya. Perempuan itu masih juga memakai pakaian yang kelewat minim baginya.

"Enggak cukup ya mencet belnya sekali aja?" tanya perempuan itu dengan raut wajah yang menyebalkan.

"Siapa?" suara Bagas samar-samar terdengar.

"Sorry kalau suara bel ngeganggu kegiatan kalian," kata Detak dingin lalu pergi.

"Detak!" panggil Bagas saat mengetahui siapa gerangan orang yang memencet belnya.

"Sialan!" umpat Bagas karena Detak salah paham.

"Siapa sayang?" suara berat laki-laki lain bertanya dari dalam.

"Orang yang salah kamar mas," jawab perempuan itu sambil berjalan masuk kembali ke dalam tanpa lupa melemparkan senyuman kepada Bagas.

****

Hayo hayo ada yang bisa nebak apa yang terjadi di apartemen Bagas? Hehehe komen komen disini 🤗🤗🤗

DetakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang