0⃣ : Prolog

7K 421 163
                                    

Hello the answer?
Please tell me!
At least give me a clue, for me to understand.
Where is the angel who had born me?
I miss her love and I hope she's back to me!

➕➖

"Ibu ini hadiah buat aku?" Anak laki-laki itu terperangah melihat sepeda mungil berwarna biru di hadapannya.

"Iya, sayang. Ini sepeda buat kamu karena kamu ulang tahun hari ini."

Sesosok ibu yang baru saja memberi anaknya sepeda itu memberi usapan hangat ke rambut anaknya.

Dengan sabar ia mengajari anaknya mengendarai sepeda. Pertama memeganginya dari belakang, kemudian melepaskannya dengan perlahan. Dengan trampil anak itu mengayuh sepedanya dengan penuh kegembiraan.

Taman bermain di sebuah komplek terlihat sangat ramai. Banyak anak kecil atau pun balita bersama orang tuannya sedang menghabiskan waktu sorenya di taman yang indah itu. Termasuk anak yang bersepeda tadi.

Berbanding terbalik dengan keadaan taman itu, persis di seberang taman ini terdapat sebuah rumah besar yang terlihat sayup. Sama seperti seorang anak laki-laki yang duduk termangu dibalik besi pagar rumahnya. Menatap iri pada anak yang sedang bersepeda ria bersama ibunya.

Wafa namanya.

Kepalanya yang mungil terselip di sela-sela besi pintu gerbang dan kedua tangannya memegang erat pagar besi itu. Dia tengah menantikan seseorang.

"Ibu kapan pulang?"

"Aku harus menunggu ibu sampai kapan?"

Wafa, anak itu benar-benar merindukan ibunya yang tak kunjung pulang. Belakangan ini dia nyaris tidak pernah mendapat sentuhan dari ibunya. Miris sekali.

"Afa, ngapain di situ? Ayo masuk," Pria dewasa yang keluar dari dalam rumah itu, mengangkat tubuh Wafa.

Kini Wafa berada digendongan ayahnya. Tangannya melingkar pada leher ayahnya.

"Ayah, kapan ibu pulang? Ibu janji sama Afa kalau dia akan pulang sebelum Afa ulang tahun. Hari ini Afa ulang tahun, dan ibu belum pulang juga." Wafa merengek, meminta ibunya pulang.

Tahu-tahu pelupuk mata Ayah Wafa tergenang mendengar rengekan seorang anak berusia tiga tahun yang merindukan ibunya.

"Ayah, kok nangis?" Wafa terlihat bingung menatap ayahnya.

Ayah Wafa mengembalikan tubuhnya ke bawah, ayahnya menyejajarkan tubuhnya dengan Wafa. Ayahnya membekuk halus kedua lengan Wafa.

"Afa harus kuat yah, Ibu nggak akan pulang lagi. Ibu udah pergi jauh." Mata ayah Wafa tidak dapat membendung kesedihannya lagi, air matanya jatuh dari sumbernya.

"Maksudnya 'Yah?" Afa yang polos tidak sepenuhnya mengerti maksud ayahnya.

Ayahnya tidak bergeming. Sesekali menarik lendir hidungnya yang hampir keluar.

Wafa menatap lekat-lekat ayahnya. Mulai menyadari perkataan ayahnya tersebut.

"Jadi ibu nggak akan ketemu kita lagi 'Yah?" Afa terlihat meneteskan air mata pertamanya di hari jadinya itu.

Ayahnya menangguk, masih dengan air mata yang sama.

"Ibu kamu telah meninggalkan kita bertiga. Dia pergi demi kesenangannya sendiri," ayah Wafa memeluk erat-erat anak pertamanya itu.

Wafa terisak di bahu ayahnya.

"Ayah janji. Ayah nggak akan ninggalin Afa sama Rav, seperti ibu ninggalin kita bertiga. Ayah sayang sama Afa dan Rav selama-lamanya. Ayah JANJI." Ayah Wafa mengikrarkan janjinya dalam suasana penuh keharuan ini.

Dada Wafa terasa sesak. Isak tangis yang memilukan, membuat dirinya semakin larut dalam kesedihan. Di usianya yang menginjak tahun ketiga, ia harus ditinggal ibunya.

Wafa membelalak mendengar suara tangis yang tiba-tiba meledak melebihi suara tangisnya. Rupanya suara itu adalah suara tangis anak yang tadi bersepeda ria.

"Kan udah ibu bilang, goes sepedanya jangan kenceng-kenceng. Nah sekarang kamu jadi jatuh kan!" bentak si Ibu.

Anak itu menjerit kesakitan akibat luka di tungkai mungilnya.

"Pokoknya kamu nggak boleh naik sepeda lagi!" ancam ibunya, "ayo pulang!"

Wafa menatap iba kepada anak laki-laki itu. Ibunya yang tadi penuh perhatian dan kasih sayang berubah menjadi kasar dan penuh kebencian.

Tangannya terkepal. Bibirnya bergetar. Bahunya naik turun, karena ia menangis begitu kuat.

"Semua ibu itu jahat! Semua perempuan itu nggak punya kasih sayang!" Wafa yang masih berdiri kaku di tempat yang sama mengucapkan perkataan itu dengan lantang.

"Aku benci ibu!"

"Aku benci perempuan!"

📏Bersambung📐

Bismillahirrahmanirrahim,
Sesuai janji gue cerita WTG ini akan gue publish abis lebaran. Sekarang udah h+2 lebaran, jadi gue mau minta maaf lahir dan batin dan minta THR kalo bisa. *Dilempar batu*
Ok dalam prolog ini berkisah tentang flashback si tokoh utama, mungkin ini cikal bakal kenapa si tokoh utama ya kaya gt. Gamau spoiler. Doain aja semoga gue konsisten di cerita ini. Tujuan utama gue nulis cerita ini cuman untuk menghibur di kala kalian sedang ada waktu luang untuk membaca, hanya itu. Yaudahlah akhir kata gue cuma mau bilang rajin komen ajalah, nggak tau kenapa gue suka readers yg komen daripada yang cuma vote. Ok sampai ketemu ya di Part 1 Bye, Bye!

Jakarta, 27 Juni 2017.

Wafa and The Girl [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang