3⃣6⃣ : Alba Knows

1.1K 80 2
                                    

"Wafa itu berhak bilang dia adalah masa depan gue, dia berhak berusaha karena dia belum pernah nyakitin gue tapi kalo lo, cukup jadi masa lalu gue deh!"

➕➖

Wafa tersandar lemas di punggung ranjang, berusaha menahan nyeri sana-sini terutama di bagian wajah. Untungnya Ayah belum pulang, memarnya belum berhasil ia samarkan.

Wafa menyesali perbuatannya hari ini.

Ia tidak suka berkelahi meski pandai bela diri.

Hanya sebuah omong kosong yang membuat ia merasa malu. Buktinya ia berkelahi dan kalah, itu menandakan ia tak pandai bela diri. Ia merutuki dirinya sendiri.

Egoisme dan emosi membutakan pemikiran Wafa tentang berkelahi. Bahkan ia tak tahu bagaimana ia bisa kalah dari seorang Alan? Padahal ucapan-ucapan sebelumnya sudah membuktikan Wafa-lah yang lebih unggul.

Ya, kejernihan hati juga pikiran. Wafa lupa akan hal itu. Ketamakan hanya berujung pada kekalahan. Wafa dengan berat hati menerima kekelahan dan wajib menerima akibatnya.

Alba.

Alan setelah pertandingan mendesak Wafa agar menjauh dari Alba, untuk beberapa saat. Alan harus diberi waktu untuk berusaha mendapatkan Alba.

"Damn it!" pekik Wafa.

Bagaimana dengan nasib hubungan Alba dan Wafa ketika jarak mengharuskan mereka menjauh. Bahkan luka yang ditanggung Wafa tak sebanding dengan kesedihan Alba nantinya. Wafa menengadah dan membenturkan kepalanya berulang kali, ia merutuki kebodohannya dengan terus membuat Alba tersakiti. Lagi.

Demi keselamatan Alba dari si licik Alan, Wafa mundur. Namun bukan berarti Wafa tidak tahu caranya melangkah lagi, maju dan merebut yang seharusnya pantas menjadi miliknya.

Wafa tak mau kalah, dua kali.

✖➗

Dua hari ini Wafa telah absen dari hidupnya. Satu atap sekolah tapi tak berjumpa, sudah memasang pin chat-nya dengan Wafa tetap tidak ada obrolan ataupun notif darinya. Alba jadi merasa risih kalau begini.

Dan selepas pulang sekolah, sore ini, sahabatnya adalah langit kelabu. Awan gelap dan angin sejuk setia menemaninya, Alba sedang menunggu Mama.

Duh masa sih Mama dandan dulu, cuman jemput doang juga?!

Ia secara berkala mengecek waktu pada jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Rasanya kenyamanan semakin lama semakin hilang, Alba tidak ingin berlama-lama di tempat ini.

Hujan.

Manusia-manusia yang berlalu lalang disekitarnya berlarian melindungi diri dari air hujan yang secara tiba-tiba turun. Alba pun cepat atau lambat akan kebasahan jika tidak cepat-cepat meneduh.

Duh, neduh di halte rame, masuk lagi ke sekolah mager bawaannya!

Di saat Alba merasakan gundah gulana di saat itu pula air hujan tidak menerpa tubuhnya lagi. Seseorang cowok berbadan tegap datang dan berdiri di sebelahnya, payung sudah melindungi mereka berdua.

Alba akan bahagia detik ini juga bila Wafa yang menghilang datang di saat romantis seperti ini. Alba tahu Wafa tidak akan betah berlama-lama pergi dari Alba, "waaaaa—"

"Hai!"

"—fa," Alba tercekat sebentar. "Ngapain lagi lo!" Alba berusaha menepis payung yang melindunginya itu tapi Alan tetap kokoh menegakkan payung itu.

Wafa and The Girl [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang