"Tapi setidaknya ia bisa merekahkan senyumnya, setitik cahaya sudah mulai menerangi jalannya. Walaupun kabut menghalangi pandangan dan menggangu pernapasan, ia masih punya hati tulus untuk mengalahkan kabut tersebut."
Siapin tisu untuk part ini ya ehehe.
➕➖
Malam itu, dipertengahan malam, sisa warga yang berlalu lalang di jalan tidak banyak. Hanya dua atau tiga, pengemis atau perempuan malam, mereka yang berbeda melintas setiap setidaknya sepuluh menit sekali. Sayangnya tak satupun dari mereka melihat kejadian ini.
Jalanan begitu remang dengan penerangan yang minim, ditambah bulan tidak mau membagi cahayanya padahal dia sendiri mendapatkan pantulan cahaya matahari secara cuma-cuma. Alih-alih ia bersembunyi di balik awan, seolah-olah tak mau jadi saksi dari kejadian ini.
Baru sekitar dua jam setelah peristiwa mengenaskan itu berlangsung, salah seorang penjual nasi goreng malam, ia hendak pulang karena sudah habis dagangannya, menyaksikan sisa-sisa dari kejadian itu.
Bukan manusia namanya bila tidak suka membantu, ia membiarkan gerobak nasi gorengnya kedinginan demi meminta pertolongan. Ia berlarian di sekitar lokasi kejadian berharap masih ada segelintir orang yang mau membantu.
Tidak banyak, tapi mereka semua yang sudah berkumpul bisa disebut kerumunan. Mereka semua terperangah secara berbarengan, pukul dua dini hari mereka harus tegar menyaksikan mayat berlumuran darah berbaring di aspal jalanan yang menyeruakkan kedinginan. "MasyaAllah, cepat bawa ke rumah sakit!" pekik salah satu dari mereka.
Tak lama kemudian ambulans datang, mayat tak dikenal ini langsung dilarikan ke rumah sakit paling dekat. Sisa kerumunan ada yang menelepon polisi untuk melaporkan peristiwa naas ini. Sisanya ada yang menunggu polisi datang dengan berdiri di sekitar motor korban. Ya, masih belum bisa dipastikan apakah ini korban tabrak lari atau kecelakaan biasa. Polisi akan menindaklanjuti.
Namun sayang beribu sayang tak banyak yang bisa dilakukan pihak rumah sakit. Pasalnya mayat ini memang benar harus dikatakan mayat, ia sudah tak bernapas sejak beberapa jam yang lalu. Mungkin ada sedikit jeda saat peristiwa itu baru terjadi dengan kematiannya. Andai saja di saat jeda itu ada yang menolongnya lebih cepat, boleh jadi ia masih bisa diselamatkan.
Mayat akan segera diotopsi, lalu akan dipulangkan untuk dikebumikan oleh keluarganya, pagi ini. Berdasarkan identitasnya diketahui dia adalah seorang siswa. Siswa SMA Bina Bangsa.
✖➗
Pukul sembilan pagi hari, di hari kamis yang menghangatkan, burung-burung berkicau riuh di pepohonan komplek.
Komplek atau perumahan elit biasanya sunyi dan tenang. Namun kali ini terendus selimut duka dari salah satu rumah di seberang taman itu. Rumah itu menjadi ramai sekarang, bangku-bangku plastik tersusun rapi di halaman rumah bahkan sampai ke jalanan. Bermacam-macam isakan turut mewarnai pagi yang menyedihkan ini, begitu menyakitkan kehilangan orang yang tersayang.
Alba dan mamanya harus bertengkar dulu agar mamanya mau memutar arah perjalanan yang seharusnya menuju sekolah. Kini Alba berdiri dengan lutut gemetar di samping mamanya, ia menangis layaknya anak kecil yang tidak diberi permen. Kemarin menangis dan hari ini juga harus menangis, terlalu dekat sekali jaraknya. Kenapa air mata tidak pernah habis?
"Kalo kamu mau bilang ke sini, mama nggak akan ngomelin kamu Ba tadi di mobil." Mama merangkul Alba, ikut terisak juga.
Melihat cukup banyak orang yang berseragam sama dengan Alba membuat mamanya bisa mengerti ditambah kehadiran guru-guru, ada bu Fera juga yang bisa ikut memaklumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wafa and The Girl [Completed]
Novela JuvenilPeringkat 1 dalam hashtag #masaabuabu ( 24 Juni 2018 ) Peringkat 1 dalam hashtag #introvert ( 03 April 2019 ) Cerita ini menceritakan tentang seorang siswa SMA yang berkepribadian introvert dan asosial. Ia tidak suka berkelahi, meski pandai bela dir...