"Gue pikir lo orangnya pendiem akut, ternyata BAWEL!" - Alba Carissa.
➕➖
Gelap dan minim penerangan. Seolah-olah sang rembulan enggan menampilkan sinarnya. Lampu jalanan pun begitu, meski menyala namun masih terkalahkan oleh gelapnya sang malam.
"Berhenti-berhenti, gue capek!"
Alba meraih lengan Wafa untuk menghentikannya. Napasnya menderu tak teratur, lututnya sudah nyeri sana-sini, dan belum berakhir.
"Apa?!" sinis Alba membalas tatapan tajam Wafa.
Wafa tidak membalas, namun masih setia memberi Alba tatapan tajam. Luka memar terbentuk di wajahnya, perih. Sudah tak bisa dipikirkan lagi wajah lebamnya, begitu juga dengan seragamnya yang lepek. Persetan dengan hari ini!
Alba berkacak pinggang, mengedarkan pandangan ke kanan lalu ke kiri. Meneliti apakah preman-preman itu masih mengejarnya atau mereka sudah berhenti. Alba bernapas lega, sepertinya mereka tertinggal jauh. Namun itu belum pasti, masih banyak kemungkinan yang akan terjadi.
"Ini semua gara-gara lho!"
"Kok gara-gara gue?!"
"Iyalah. Lo pembawa masalah, coba aja lo enggak ngejar-ngejar gue pasti-"
Alba memangkas ucapan Wafa dan menyeretnya untuk bersembunyi. Ada sebuah bak sampah yang cukup besar, mereka bersembunyi dibaliknya. Alba mendengar derap langkah yang ganas, juga kicauan-kicauan preman itu yang menyulut emosi. Bagaimana pun juga, ini seperti adegan action dalam film-film hollywood.
"Berhenti nyalahin gue, diem jangan bacot!" tukas Alba dengan suara yang lirih.
Ekspresi Wafa masam. Ia menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dan tanpa sadar Alba malah mesem-mesem melihat Wafa yang frustrasi.
Mereka berdua dalam posisi berjongkok, menyembunyikan tubuh mereka agar tidak terlihat. Hal semacam ini yang bisa memunculkan gejala yang dinamakan, kesemutan. Tapi sebisa mungkin harus ditahan.
"Sialan, mereka lolos!"
"Cari sampai ketemu!"
"Ok. Kalian berdua ke sana, gue ke sini."
Alba hampir tidak bisa bernapas mendengar seruan-seruan mereka. Menunggu beberapa saat, sampai yakin mereka sudah benar-benar aman. Lengang.
Alba menghembuskan napasnya pelan. "Aman,"
Alba menoleh dan mendapati Wafa yang menyembunyikan wajahnya. "Weh, udah aman," senggol Alba sedikit.
Aneh. Tak ada pergerakan sama sekali.
Mati?
Gawat.
"Weh, Wafa! Lo kenapa?" Alba mencoba menarik telapak tangan Wafa agar bisa melihat wajahnya.
Tak peduli tangan Wafa basah, Alba terus mencengkramnya. Memaksa untuk membukanya. Wafa menahan. Wafa tak tahan.
"Lo kenapa sih?" Alba semakin gemas. Alba semakin gencar memalingkan telapak tangan dari wajah Wafa.
Wafa mengalah.
Alba bisa melihat ekspresi Wafa yang ketakutan. Dia masih saja memejamkan matanya sampai guratan-guratan wajahnya muncul, ia menggigit bibir bawahnya, dan membuat Alba gemas.
"Buka mata lo. Enggak usah takut, preman-premannya udah nggak ada."
"Tapi masih gelap kan?!"
"Gelap?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wafa and The Girl [Completed]
Teen FictionPeringkat 1 dalam hashtag #masaabuabu ( 24 Juni 2018 ) Peringkat 1 dalam hashtag #introvert ( 03 April 2019 ) Cerita ini menceritakan tentang seorang siswa SMA yang berkepribadian introvert dan asosial. Ia tidak suka berkelahi, meski pandai bela dir...