"Wafa sayang Alba seperti Wafa mengerjakan soal matematika, awalnya rumit tapi kalau udah ketemu jawabannya, malah jadi kebahagiaan tersendiri."
✖➗
SENANGNYAAAAA!
Ternyata mimpi bukanlah hal fana yang tidak bisa menjadi nyata. Dulu bahkan untuk bisa dekat dengan Wafa adalah hal yang mustahil, namun hal mustahil itu sudah menjadi nyata. Apalagi sekarang Alba mendapatkan lebih.
Sekarang nggak perlu deh dandan cakep-cakep, pake baju rapih kan udah ada yang punya. Eaaa! Pikir Alba. Senangnya kalau dipikir-pikir, bikin senyum-senyum sendiri dan mempunyai kebahagiaan sendiri.
"Lo masih normal kan?"
"Sirik aja lo heran!"
Siang ini Alba lengkap bersama Leina dan Rano sedang makan bakso di kedai pinggir jalan. Lantaran mama dan papanya sedang ada urusan, bisa dibilang hang out kayak orang pacaran, jadinya Leina memaksa Alba untuk makan di luar, nggak perlu di restoran karena di pinggir jalan lebih nikmat. Dan dimana ada Leina di situ ada Rano. Bagaikan sendal jepit kanan-kiri, kalau nggak ada satu nggak bisa dipakai.
"Kenapa sih lo senyam-senyum sendiri, itu bakso udah mau meledak nunggu apalagi? Sini deh gue yang ngabisin," Leina adalah yang paling maniak kalau soal makanan.
"Pasti masih mikiran Wafa 'kan?" tebak Rano.
"Diem lo berdua! Ganggu orang ngkhayal aja!" protes Alba.
"Udah biarin aja No, pengantin baru mah bebas!" sindir Leina dengan pipi membengkak akibat bakso yang sedang ia makan.
Meski Alba sempat kesal dengan ledekan mereka berdua namun bagaimana pun juga mereka berdua telah ikut andil dalam masa-masa memperjuangkan Wafa. Leina si pendengar curhat terbaik, si pemberi ide yang kadang ngawur, si penyabar dikala Alba sedang bete. Dan untuk Rano, si pelengkap Leina. "But the way, thanks a lot for you guys! Berkat lo berdua gue dan Wafa, ehem—jadian!" ucap Alba tulus berterima kasih dari lubuk hatinya.
"Santai Ba. Kita berdua ikhlas bantuin kok, ya nggak Lei?" Rano menoleh ke arah Leina yang masih fokus melahap baksonya.
"Yoi! Kalo ada masalah cerita aja ke gue sama Rano, insyaAllah ada solusinya!" cengir Leina.
Alba beruntung memiliki mereka berdua. Saat Alba melihat mereka timbulah keinginan untuk membalas jasa, kenapa mereka tidak disatukan? Mereka dengan mudahnya membuat Wafa dan Alba dekat sampai jadian. Sekarang waktunya menjadikan Leina dan Rano yang sudah dekat menuju hubungan yang lebih serius. Misi mak comblang sepertinya bisa dicoba.
"Lei,"
"Hem?"
"Kemaren ada lho yang nanya sama gue, gimana si caranya ngedapetin lo," ucap Alba dusta.
"Hah? Siapa?" otomatis Leina menjadi terkejut.
Alba meruncingkan bibirnya dan bergerak menuju Rano, Rano yang tidak tahu apa-apa menggeleng tegas. "Apaan Ba?!"
"Lagian cepetan dong No, lo mau Leina diambil yang lain? Atau bisa jadi dia bakal balikan lagi sama mantan-mantannya yang bejibun?" pekik Alba semakin membuat keduanya memerah pipinya.
"Heh ngomong apa sih lo!" sergah Leina, bahkan ia sampai tidak jadi melahap bakso yang tersisa.
"Peka dong, No! Tembak aja udah tembak, pake kuaci sepabrik juga langsung Leina terima," lagi-lagi Alba memanas-manasi mereka.
"Ngelantur lo Ba?" sahut Reno.
"Gue lempar lo Ba pake bakso, diem ga?!" timpal Alba.
Keduanya entah kenapa malah tidak terima, mungkin mereka malu kalau selalu bersandingan seperti ini. Apalagi ada orang yang menggurui hubungannya, tapi terlihat mereka berdua malu-malu mengakui kalau keduanya saling suka. Alba kurang tahu juga kapan kedekatan mereka berganti menjadi kemesraan, ini hanya soal waktu. Dan, Alba sebagai mak comblang sangat dibutuhkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wafa and The Girl [Completed]
Dla nastolatkówPeringkat 1 dalam hashtag #masaabuabu ( 24 Juni 2018 ) Peringkat 1 dalam hashtag #introvert ( 03 April 2019 ) Cerita ini menceritakan tentang seorang siswa SMA yang berkepribadian introvert dan asosial. Ia tidak suka berkelahi, meski pandai bela dir...