"Nyawa Alba hanya satu dan sudah untuk Wafa."
➕➖
Wafa membopong tasnya menuju suatu tempat yang tak pernah tepatri di benaknya akan menjadi akses pelariannya dari sekolah. Untuk pertama kalinya ia melalukan hal yang nekat. Gerbang sekolah yang lolos dari penjagaan petugas sekolah maupun kamera cctv. Selama tak ada yang mengadu, bolos adalah hal yang aman.
Wafa melempar tasnya terlebih dahulu. Gerbang hitam setinggi dua setengah meter memacu adrenalin. Wafa mulai memanjat dengan hati-hati, perlahan namun pasti, dan dengan mudahnya ia melompat ketika sudah tiba di puncaknya.
BRUK!
Sedikit pendaratan yang kurang mulus, Wafa mengibas-ibas seragamnya dan kedua telapak tangannya yang tebal akan debu.
Wafa menantikan Jerry dan Rano.
Jam istirahat hampir usai, mereka harus cepat bertindak. Wafa terus tingak-tinguk menunggu mereka berdua, matanya terus mengawasi dari sedikit celah berlubang di pagar. Akhirnya Wafa dapat melihat keduanya berlari menghampiri lengkap dengan tas mereka masing-masing.
"HEH! Mau kemana kalian?" tiba-tiba masalah datang dan Wafa pun mundur dan berhenti mengintip. "Mau bolos ya?"
Celaka.
Langkah Jerry maupun Rano terhenti ketika mereka dihadang oleh guru perempuan yang kurang kerjaan harus mutar-muter sekolah. "Nggak kok Bu," bohong Jerry tak punya pilihan. Mereka berdua mati gaya sekaligus mati jadi kutu.
"Terus ngapain bawa-bawa tas? Ngapain ke gerbang belakang?!" Bu Ety menjewer telinga mereka membuat keduanya mengerang. Menjewernya sampai diputar 180° dan daun telinga terasa sangat panas.
"No gimana nih?" bisik Jerry.
Rano pun tak bisa menjawab.
"Udah dikasih sekolah gratis sama pemerintah sekarang mau mengkhianati pemerintah?" ketus Bu Ety. "Kalian kan udah pernah bolos dan tahu konsekuensinya," sepanjang dijewer dan digeret Jerry dan Rano tidak bisa berkutik.
Wafa pun tak bisa berbuat banyak. Kalau ia masuk lagi dan menolong mereka berdua bisa-bisa nasibnya akan berakhir sama dengam Jerry dan Rano. Wafa memutuskan ia harus tetap pergi, meski seorang diri, walaupun risiko yang bisa ia terima bermacam-macam. Wafa harus menyelamatkan Alba.
"Wafa!" seseorang berhasil membuat Wafa menoleh.
Cewek yang memiliki gaya penampilan sebelas dua belas dengan Alba membuat Wafa sedikit membayangkan kalau yang sedang berlari ke arahnya adalah Alba. Leina terlihat tergopoh-gopoh. "Lo ngapain di sini, Lei?"
"Lo mau ke Bandung sekarang?" tanpa basa-basi Leina pun ikut merasakan euforia ketegangan.
Wafa menoleh ke arah gerbang. Jerry atau Rano pasti sudah memberitahu Leina, padahal Wafa tidak ingin melibatkan Leina lebih jauh. Ia harus tinggal dan tetap menjaga Alba.
"Lei lo kasih tau Jerry suruh kirim foto mobil kemaren ke bokapnya Alba, biar Om yang ngasih ke polisi," ucap Wafa getir sambil mencengkeram kedua lengan Leina.
Leina pun bercucuran peluh menatap serius ke mata Wafa. "Oke,"
"Lo harus ke rumah sakit Lei, stay with Alba," pinta Wafa.
"Jangan bilang lo mau ke Bandung sendirian?" tukas Leina penuh kecemasan.
Wafa mengangguk. "Gue nggak mau Alba kenapa-kenapa kalo nggak ada yang jagain,"
"Ada bonyoknya," bantah Leina.
"Mereka akan ngurusin barang bukti di kantor polisi, gue mohon Lei sama lo jagain Alba, jangan sampe dia kenapa-kenapa," Wafa sudah mulai berkaca-kaca. Mungkin kehilangan Alba adalah yang paling menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wafa and The Girl [Completed]
Novela JuvenilPeringkat 1 dalam hashtag #masaabuabu ( 24 Juni 2018 ) Peringkat 1 dalam hashtag #introvert ( 03 April 2019 ) Cerita ini menceritakan tentang seorang siswa SMA yang berkepribadian introvert dan asosial. Ia tidak suka berkelahi, meski pandai bela dir...