7⃣ : Day 1 + Day 2

2K 137 15
                                    

Secuek-cueknya lo, lo nggak akan bisa mengelak dari cewek cantik kaya gue. Alba gitu loh! -Alba's heart.

Sialan nih cewek, sebenernya gue nggak sudi ngebonceng dia. Tapi harus gimana lagi, gue nggak tau harus ngapain. Aaarggghhh! -Wafa's feel.

➕➖

"Apa Bu?!" Teriak Alba sambil menggebrak meja Bu Fera.

Dia bangkit dari duduknya setelah mendengar perkataan Bu Fera, wajahnya merah kesal hendak melayangkan komplen.

"Duduk Alba! Apa kamu tidak diajarkan sopan santun?!" timpal Bu Fera tak kalah kesal dengan Alba.

"Yang bener aja Bu! Masa saya harus nganterin dia daftar ulang, males banget! Nggak guna!" Caci Alba melirik ke orang yang ada di sebelahnya.

Dia yang dimaksud Alba tadi adalah seorang siswa yang sedang menatap lurus ke depan dengan wajah superdatar. Siapa lagi kalau bukan, Wafa. Bertemu dengan cowok ini saja sudah membuat Alba kesal, apalagi sekarang harus menemaninya untuk keperluan pribadinya.

"Ibu tidak perlu memanggil mamamu untuk kedua kalinya kan?" ancam Bu Fera.

Sial, kenapa mama yang dibawa-bawa.

Semenjak kemarin di pemakaman, mamanya terlihat sedih dan murung. Alba tidak mungkin meminta mamanya datang ke sekolah dalam keadaan seperti itu. Alba harus memutar otak untuk masalah ini.

"Ini tidak sesulit yang kamu perkirakan Alba. Kamu hanya tinggal menemani Wafa untuk pergi ke panitia penyelenggara Olimpiade Matematika dan mengurus proses daftar ulang Wafa sebagai calon peserta. Mudah kan?"

Alba masih menutup mulutnya rapat-rapat. Untuk orang semalas Alba, hal ini sulit untuk dilakukan. Alba meremas jarinya, sesekali melirik ke arah Wafa yang tidak merespon apapun dari tadi.

Nggak ada pilihan lain, mau nggak mau gue harus ikutin perintah Bu Fera.

"Yaudah deh Bu," pasrah Alba.

"Yaudah apa?" Bu Fera memastikan.

Alba menghela napas. "Saya mau menemani Wafa untuk daftar ulang menjadi peserta olimpiade matematika."

Bu Fera tersenyum lepas. Pandangannya beralih ke Wafa, "Dengar sendiri kan Wafa? Yang menghilangkan map kamu akan bertanggungjawab. Sekarang kamu tidak perlu memikirkan apa-apa lagi, persiapkan saja dirimu untuk olimpiade terakhir ini."

Wafa hanya mengangguk lemah.

Sumpah demi apapun, nih cowok rasanya pengen gue timpuk mukanya pake sepatu. Dari tadi diajak ngomong nggak jawab apa-apa. Mukanya sedatar aspal, gak ada senyum-senyumnya, dia cowok paling aneh yang pernah gue lihat!

Begitulah isi hati Alba untuk Wafa. Jika saja dia tidak menghilangkan map Wafa, Alba tidak mungkin akan berurusan dengannya sampai sejauh ini. Namun, sang penentu takdir berkata lain.

✖➗

"Woy!" Pekik Alba, memanggil seseorang.

Tak ada balasan apapun dari orang itu.

"Woy! Kuping lu rapet apa banyak lendir si?!" Tukas Alba, lalu menahan bahu laki-laki itu.

Laki-laki itu menautkan alis manisnya, menandakan tanda tanya.

"Ish! Lo gue panggil dari tadi, lo kenapa nggak nengok si?" tanya Alba kesal.

Wafa and The Girl [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang