3⃣5⃣ : Fight me?

1.2K 76 11
                                    

"Gue harus pulang, kalo gue liat lo kelamaan bisa-bisa kebawa mimpi nanti soalnya lo lebih daripada cantik malam ini,"

✖➗

Malam hari ini Wafa secara terhormat diundang makan malam oleh keluarga Alba. Dengan kemeja putih dan wajah yang segar ia duduk di sebelah Alba. Mama dan Papa Alba juga berpakaian sangat formal.

Jantung Wafa terus berdebar karena momen yang ditunggu-tunggu ini sebentar lagi akan berlangsung. Wafa memberi senyuman hangat kepada kedua orang tua Alba. Sementara senyuman canggung ia utarakan untuk Alba.

"Nggak usah gugup," bisik Alba lembut.

Wafa menegapkan tubuhnya. Mama dengan usil mendengar bisikan Alba tadi, "iya Wafa, nggak usah tegang ini kan bukan acara lamaran,"

Seketika suasana meja makan berubah menjadi hangat dan ceria. Mereka berempat kompak terkekeh mencairkan suasana yang sebeku kristal. "Yaudah yuk, tunggu apa lagi, silakan disantap hidangan sederhana ini," titah Papa.

Wafa meneguk salivanya setelah Papa Alba mengira makanan-makanan ini sebagai hidangan sederhana. Dari tampilannya saja jauh dari kata sederhana, ini sangatlah mewah, bak makanan di hotel bintang lima. Alba paham apa maksud tatapan Wafa itu, "bingung ya Fa?"

Wafa tersentak, "Eh?"

"Kalo lo nyari bubur nggak ada," Alba hampir membuat Wafa tak dapat berkata-kata. "Ayam bakar aja gimana?"

Wafa mengangguk sebagai jawaban, benar-benar masih gugup. Dengan penuh perhatian Alba memotong satu bagian ayam bakar ke atas piring Wafa. "Selamat makan," ucapan hangat itu membuat nafsu makan Wafa naik.

Wafa melahap suapan pertamanya.

"Alba emang paling bisa deh ngambil perhatian Wafa, liat tuh Pa," seloroh mama kepada Papa.

"Apasih Ma!" Alba tak terima.

"Sebelumnya Alba nggak mau lho bawa pacarnya ke rumah, tapi sekarang—" ledek Papa yang langsung dicegat Alba. "Papa udah dong jangan gitu!"

"Mereka belum jadian sih, Pa," tambah Mama. Alba hendak melayangkan sendok garpunya tapi ia harus menahannya di depan Wafa.

"Kalo gitu saya beruntung ya, tante, om bisa makan malam di sini," sahut Wafa.

"Wafa apaansi!"

Mama terus mendesak putrinya itu. Kalau sedang terjebak dalam pusaran cinta memang begitu, sulit mengakui meski itu yang dirasakan di hati. "Udahlah Alba, akuin aja,"

Alba terpaksa hanya tersenyum kecut. Ia meneguk segelas jus jeruk dan langsung habis seketika. Kenapa jadi ia yang terus-menerus diledek. Kenapa bukan Wafa sebagai tamu yang diledek.

Mereka kembali menyantap makanannya, Alba dan Wafa terus bertukar pandangan. Kehangatan menyerbak ke seisi ruangan.

"Oh ya Fa? Gimana Ayah, sehat?" tanya Mama.

Wafa and The Girl [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang