4⃣7⃣ : Unexpected

1.1K 66 19
                                    

Miracle is real!

Miracle is real!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


➕➖

Wafa menangis begitu berdeguk-deguk. Merasakan pahitnya takdir yang menimpanya. Perasaan sesak yang menggebu-gebu merajai hatinya.

Setelah ibunya, adiknya, kini pacarnya. Tuhan terlalu cepat untuk itu. Wafa tidak akan sanggup kehilangan orang-orang yang disayanginya.

"Kenapa Tuhan? Kenapa!" desisnya seraya menggigit bibir bawah. Kepalanya luruh oleh air muka dan wajahnya tak kuasa tegap.

Alba telah pergi.

Kini entah kemana Wafa harus lari? Kepada siapa ia harus mengadu? Wafa tidak punya pegangan untuk bersandar. Selimut duka benar-benar telah meringkus tubuhnya.

Kini ia terlontang-lanting di halaman rumah sakit. Ia tak kuasa kembali ke dalam, melihat suara jeritan tangis untuk Alba, terlebih harus melihat wajah Alba yang pastinya pucat. Wafa tak mampu menjamah Alba. Biarlah ia di sini, menghabiskan air matanya, bahkan sampai kering kerontang sekalipun. Bahkan jika puluhan pasang mata mengintimidasinya, siapapun berhak mengekspresikan kesedihannya.

✖➗

"Fa lo ngapain di sini?" seloroh Jerry sambil menyeruput jus mangga kesukaannya. Jerry dan Rano datang menghampiri Wafa yang tengah bersandar tak berdaya di bangku taman yang masih menjadi bagian dari rumah sakit.

Wafa mendongak dengan mata yang sembab.

"Nih mau jus jambu nggak? Kata abangnya dipetik langsung sama monyet di pohonnya?" mereka berdua beringsut duduk di sebelah Wafa. Dengan santainya mereka membuat suasana menjadi ceria.

Wafa menatap kedua temannya itu penuh kekesalan. Apa mereka nggak tahu kalau dia sedang berduka?

Wafa meraih tongkat yang diapit di kakinya. Ia hendak pergi, tak punya semangat untuk mengobrol bersama mereka berdua.

"Eh—eh Fa, jangan pergi dulu," seloroh Jerry menahan lengan Wafa.

"Jer, No, please. Gue yakin kalian tau gue bener-bener lagi pengen sendiri," pekik Wafa dengan wajah yang getir.

"Emang lo lagi kenapa si, Fa?" tanya Rano santai.

"No, gue serius, gue nggak bercanda!" kesal Wafa.

"Kita nggak bercanda Fa. Lo lagi kenapa si emang? Mendingan happy-happy aja," ucap Jerry tak kalah santai dari Rano.

Wafa menghujam Jerry dengan tatapannya. Mereka berdua memang sama sekali tidak bersimpat pada dirinya, maupun pada kepergian Alba.

"Happy?" Wafa tersenyum kecut menanggapi mereka berdua. "Alba meninggal, kita harus happy?" sinisnya.

Jerry dan Rano kompak menautkan alis tanda tak mengerti apa yang dibicarakan Wafa.

"Lo berdua emang nggak bisa respect, sama sekali!" gigi Wafa bergemeletuk marah.

"Alba meninggal? Barusan gue lihat dia keluar dari toilet," celoteh Rano.

Wafa menganggap itu lelucon. Coba saja ia tidak duduk diapit di antara mereka berdua, andai ia bisa berjalan dengan normal, sudah daritadi ia meninggalkan dua teman menyebalkannua ini.

Jerry setuju dengan Rano. "Leina sama Alba abis dari toilet tadi, Rano mau ngintipin tapi gagal,"

"Kutil Kuda, sembarangan lu ya kalo ngomong!" Rano tak terima.

"Emang bener!" Jerry mengedikkan bahu tak acuh dengan pembantahan Rano.

Kini Wafa yakin dua temannya ini sudah kehilangan akal sehat mereka. Jelas-jelas dia meninggalkan Leina yang juga menangisi Alba tadi. Wafa benar-benar geram.

"Diem lo berdua!" Wafa benar-benar sudah berancang-ancang meninggalkan mereka. "Lo berdua harus terima kenyataan Alba udah meninggal!" tandas Wafa.

"Trus itu siapa?" tanya Jerry menunjuk seseorang dengan sedotannya.

Wafa mendongak dan mendapati sebuah keajaiban hadir di saat yang tak terduga.

📏BERSAMBUNG📐

segini dulu ya hehehe.

Rumah Sehat, 23 Juni 2018.

Wafa and The Girl [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang