Telaga Hitam 2

31 2 0
                                    

Menjamah gulita malam di tepian telaga hitam ..
Menggamit lentera yang karam ditelan rahang malam yang kelam ..
Aku mengutukki diriku sendiri yang tak mampu menculikmu kala kita berjumpa di padang ilalang ..
Kini kau menghilang bersama gelap malam yang semakin giat bercocok tanam di permadani hitam ..

Di telaga hitam ini aku bersua bersama rintihan malam ..
Bergulat bersama kunang-kunang yang saling sulam menyulam ..
Menggawangi setiap jengkal malam di kening cakrawala ..
Perbatasan antara dunia dan kahyangan ..

Di ujung jemariku ..
Menggenang aksara yang saling berbagi tempat bersama aurora kerinduan ..
Bersenggama dan berasenandung bersama-sama ..
Menuai iri hati dari inti sari gulana yang selalu bertengkar dengan kecurigaan ..

Di ujung mataku ..
Semakin lama kumenanti, semakin besar rinai air mata ini yang tergenang ..
Menggodaku untuk menumpahkannya pada telaga hitam ..
Tempatku menantimu ..
Tempatku merindumu ..
Tempatku mencumbu bayang-bayangmu ..
Tempatku tenggelam dalam gulana ..
Aku khawatir, jiwa ini akan menjadi durjana oleh roman picisan si pekat malam ..

Entah sampai kapan aku akan menantimu di telaga hitam ini ..
Kelak, saat nanti kau datang, aku hanya akan berujar "Datanglah padaku, bagai salju yang terjun payung di padang sahara. Bukan hilang karena meleleh, namun menyatu dengan peliknya jiwa ini. Berjalan beriringan bersama aurora kerinduan yang bersemayam di jemariku".
Untukmu aku bersajak ..
Wanita hujanku ..

Serang, 8 Januari 2017.

Wanita HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang