Chapter 5 : Bad Luck

92 23 7
                                        

           

***

Hari itu mata pelajaran kimia, yak kali ini Sharon merasa unggul paling tidak mengerti sedikitlah daripada teman-temannya, Sharon lumayan senang pada pelajaran kimia, hanya saja gurunya yang membuatnya tak tahan, killernya minta ditabok, dicampur dengan bau badannya yang super gak enak, bener-bener kayak bau got perumahan yang lama tidak dibersihkan bikin orang geli pengen nyikat pake garukan rumput.

"diem ah, pak sony bisa-bisa denger noh" bisik Sharon sambil menutup mulutnya dengan jari telunjuknya

"gak bakalan, tar tar tar gue lupa gue nyampek mana,oiyaa pas diperem..."belum sempat perempuan yang duduk didepan Sharon itu menyelesaikan bicaranya "Ruby diem!"teriak Sharon memotong pembicaraan perempuan cerewet itu. Sontak teriakan itu menghentikan penjelasan Pak Sony, kumisnya bergoyang diterpa dengusan yang keluar dari lubang hidungnya, matanya tajam setajam silet, menyilet siapa saja yang berani menatapnya. Semua anak dikelas tertunduk takut, sebagian juga ada yang berpura-pura membaca seolah mengerti padahal nihil, ada yang berpura-pura menulis, menulis apa saja setidaknya bolpennya terlihat sibuk dengan bukunya, bahkan anak berbehel yang dipojok depan itu, sebut saja Didit, ia berpura-pura menjelaskan materi kepada teman sebangkunya, teman sebangkunya terlihat keheranan melihat tingkahnya yang aneh, bicaranya kemana-mana sekenanya pokoknya, setidaknya agar terlihat bahwa dia mengerti dan mengajari temannya, dia pikir Pak Sony akan senang.

"Sharon!! Maju kedepan! kerjakan nomer 6!" matanya melotot meninju angin, senyum tipis tanda kemenangan tergurat di wajah bapak tua itu, Sharon menelan ludah, dengan terpaksa berjalan kedepan dengan langkah yang pasrah, namun ada satu hal yang meyakinkannya"ok,gue jago kimia"gumammnya dengan percaya diri.  "ok pak" jawabnya meremehkan."Wweeeeeee" suara gemuruh teriakan anak-anak sekelas mendominasi kelas seperti sedang nonton aduan ayam, menjagokan jagoannya masing-masing, bisa dibilang duel of the year-lah.

***

Satu menit dua menit Sharon masih terpaku didepan papan tulis, wajahnya dilanda kebingungan, kebingungan mengapa dia tidak bisa menjawab soal yang tertulis dipapan.ok kali ini Sharon mengakui bahwa soalnya dewa banget, angkat tangan dah, keringat penonton bercucuran  melihat duel maut didepan kelas, berharap jagoan mereka menang

"ok kalo gak bisa, panasin dulu sana otaknya biar fresh, 3 kali putaran aja" timpal Pak Sony dengan penuh kemenangan tangan kirinya mempersilahkan Sharon untuk pergi ke lapangan, kali ini kumisnya menari-nari tanda kemenangan, senyumnya mengembang menertawakan.

APA!3 kali?! Fresh botak lu,tambah stress iya gumam Sharon kesal. Walaupun saat ini masih jam pelajaran pertama alias hari masih pagi, namun berlari 3 kali putaran juga lumayan berat untuk Sharon lakukan.

"kalo ada yang mau bantu kamu bisa duduk, mungkin ada yang mau bantu Sharon ngerjakan soal?" Tambah Pak Sony sambil mengangkat tangan dan jari telunjukknya memperlihatkan ketiaknya yang lepek dan basah, angin sepoi menyebrang melewati pergelangan ketiak Pak Sony yang membawa aroma aneh yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, membuat batin bergejolak untuk menjelaskan bau macam apa itu.

Semua terdiam, tidak ada yang berani membantu Sharon, Ruby dari tadi hanya berdoa memohon agar Sharon tidak lari lapangan karenanya.
"parah banget tu pak Raden" Ruby berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya
"lo sih By, udah tau kalo Pak Sony itu modelnya gitu, lo tetep aja nyerocos Sharon juga kan yang kena" Olin tampak tak terima kepada Ruby, Ruby hanya mengangguk pasrah, seakan menyadari kesalahannya
"ya tar kalo Sharon lari gue ikutan deh, itung-itung nebus kesalahan gue"
"kalo Sharon pingsan, lo yang tanggung jawab, ngerti?"
"duh gatau kalo itu, mending doain yang bagus-bagus aja Lin, pamali tauk"
  Angin sepoi membuat suasanya menjadi tegang seperti duel antara dua koboy yang siap dengan pistol ditangan mereka, membuat Sharon gemetar setengah mati, rasanya ingin hilang dari depan bapak tua yang satu ini, andai saja dia bisa. Sharon hanya terdiam tak berani menjawab maupun mengiyakan omongan Pak Sony ia hanya mendengus frustasi

RemindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang