***Matahari pagi mengembangkan sinarnya membuat kemilau cahaya emas yang anggun menghangatkan sejuta kalbu dibawahnya, memberi semangat baru bagi para insan yang akan memulai aktivitas di pagi itu tak terkecuali dengan anak laki-laki itu.yang tengah mengunyah selembar roti sarapan dimeja makan ruang tengah rumahnya.
"nggak terlambat kok kalo mau balik lagi" ucap wanita paruh baya itu mengawali percakapan pada pagi yang sunyi, tak ada suara apapun disana, suasananya tenang setenang air dipegunungan, yang ada hanya suara minyak panas yang bertemu dengan ikan yang siap untuk berenang ria di penggorengan. Setidaknya itu bisa memecah kesunyian yang mereka berdua buat
"papamu pengen kamu kesana lagi,bunda gak papa kok sendiri,kan ada tantemu yang barengin bunda disini" tambah wanita paruh baya itu,suaranya lembut, lembut sekali, suara favorit anak laki-laki itu, suara yang ingin dia dengar pertama kali saat ia sedang sedih dan terpuruk, suara yang ingin sekali ia dengar ketika putus asa saat kehilangan jalan, rasanya bagai didampingi sebuah gemircik air terjun surga yang menenangkan, membawanya ke secercah cahaya kuning kemilau diatasnya
air muka wanita paruh baya itu tengah memancarkan kesedihan, selayaknya tak ingin melepas anaknya pergi, dengan senyum untuk menutupi kesedihannya yang tak lepas dari wajahnya yang awet muda, tampak sesekali goresan halus dipinggiran matanya tergambar dikala ia tersenyum sehingga mengangkat pelupuk matanya yang mulai basah. Punggung tangannya mengusap matanya cepat-cepat seraya berbalik memunggungi anak laki-laki itu.
"Al gak mau bun, maunya disini sama bunda" jawabnya singkat sembari meletakkan rotinya yang belum habis. "pokoknya Al gak mau bun, bilang itu ke papa, Al berangkat bun." Jawabnya singkat, sekilas kalimat itu menjadi obat penenang untuk wanita itu, setidaknya untuk sementara.untuk sebentar saja ia ingin menghabiskan waktu bersama anaknya, anak satu-satunya yang 'mengakui keberadaannya'. Dipandanginya sebuah pigora hijau klasik yang berukuran cukup besar terpaku tepat diatas laci di ruang tengah itu, tergambar sebuah delusi keluarga yang bahagia dengan dua putri dan seorang anak laki-laki kecil, tak lupa dengan wanita cantik berbaju putih yang berdiri dipinggir kiri. Senyum mereka mengembang terkecuali seorang pria bule berjas hitam dengan dasi yang sangat rapi itu berdiri tegas disisi paling kanan, matanya menyorotkan suatu laser tak terlihat,membuat perih yang melihatnya, senyumnya irit
Pikir wanita paruh baya itu menukik tajam bak jurang yang akan menelannya jauh, saat kenangan kelam bayangan seorang pria mengambil paksa seorang anak kecil yang tengah menangis dipelukannya, mengerang seperti anak kucing yang kedinginan mencari ibunya, mengiris hati, genggaman anak itu begitu kuat, berharap perempuan itu tak melepasnya. Tapi apa daya pria itu lebih kuat. Tangan lembut yang berusaha memeluknya dengan erat itu terlepas mata perempuan itu nanar tak kuat menahan air mata yang menuggu untuk ditumpahkan, tepat diatas pelupuk matanya. pasrah tatkala pria berbadan tegap itu menggendong anak laki-laki kecilnya menjauh, melaju pergi dengan mobil sedan hitam. Badannya roboh tak kuat menahan berat badannya yang dirasa membuatnya bertambah lemas, Ia menangis dalam kesunyian malam.
***
[Alga pov]
Perempuan itu sekarang berdiri tepat dihadapan pria berbadan tegap itu, matanya merah menahan air mata yang ia sembunyikan dibalik matanya yang sayup. Ada rasa ragu menggerayahi tubuh pria yang sedang emosi itu, namun pikirnya kekeuh untuk tetap pada pendiriannya, batinnya tertusuk melihat perempuan yang ia cintai menjadi lemah tatkala perempuan itu bercerita sambil terisak, sayup-sayup terdengar wanita itu memohon agar permitaannya dikabulkan. Tapi ego pria itu lebih kuat dibandingkan dengan perasaannya ,pemandangan yang sangat menyedihkan bagiku , namun aku hanya bisa menangis meratapinya , benci aku melihat wajah pria itu, sengah aku dibuatnya
"tolong biarkan dia disini dulu" isak perempuan itu memecah kesunyian malam, kembali ia mengulang perkataannya kali ini dengan duduk bersimpuh dihadapan pria itu, berharap pria yang duduk didepannya itu luluh. Namun tak ada jawaban, hanya tatapan sinis yang ia terima, entah mengapa selama ini ia bertahan dalam keadaan yang membuatnya terbelenggu kesakitan yang tak tertahan, belenggu penderitaan yang tak bisa ia ceritakan. Hanya isak tangis yang dapat mewakilinya
"dia lebih baik ikut saya,biar dia sama kakak-kakaknya"ketus pria berambut coklat itu tajam yang merupakan ayahku.
"tapi Alga juga anak saya mas!" mohonnya sambil menarik-narik celana pria yang duduk didepannya itu
"saya akan urus dia lebih baik dari kamu" bentak pria itu kepada wanita yang duduk bersimpuh dihadapannya itu sembari menarik tanganku yang sedari tadi hanya menangis meratapi keadaan di atas sofa,aku tak kuat mengapa orang-orang yang aku sayangi kini menjadi asing bagiku, tanpa daya aku ditarik oleh pria itu. Wanita itu juga mencoba menarikku sambil mendekapku erat, menjadikanku seperti barang taruhan yang diperebutkan, tangisku menggema keseluruh ruangan berharap perempuan itu menang, hati kecilku berkata bahwa aku ingin bersama perempuan itu yang tidak lain adalah ibuku. Namun genggamannya tak kuat. Pria itu menang dan membawaku entah kemana, kulihat sayup-sayup perempuan itu sedang menangis, tubuhnya roboh tak kuat menahan kesedihan
Aku menangis dalam gendongan pria itu masuk ke dalam mobil, ia membawaku ke sebuah bangunan yang tinggi dan besar, disitu tertulis Hotel ritz carldon. Entah bangunan apa itu
"kamu sama papa ya, besok kita ketemu kakak" ucapnya menenangkanku, tcih. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu padaku,dia pikir aku dengan senang hati ikut dengannya, kalau saja aku bisa melawannya, namun tubuhku masih terlalu kecil untuk membantah gendongannya, dan tubuhnya terlalu besar begitu pula tekadnya untuk membawaku ke Australi, tcih Australi katanya,entah tempat apa akupun tak tau,yang aku tau aku hanya minta dipulangkan lagi ke pelukan bundaku.
•jangan lupa vote and comment ya•

KAMU SEDANG MEMBACA
Remind
Teen FictionSharon bertemu dengan serpihan kecil masa lalunya yang sama sekali tak ia ingat, kenangan tentang Alga sahabatnya selalu menghantuinya, Sharon mencoba merangkai kembali memori yang sudah hilang, tentang sebuah misteri masa kecilnya Alga bertemu deng...