Chapter 20 : Sekolah Alam

62 13 2
                                    




Meja kayu jati minimalis itu kini sudah komplet dengan makanan untuk makan malam pada malam itu,keluarga Sharon juga sudah berkumpul disitu, mulai dari abang nya hingga adiknya. Kegembiraan terlihat disana, gelak tawa mereka menggema diselingi dengan guyonan-guyonan yang saling mereka lempar membuat suasanya menjadi hangat. Bau kuah sayur asem juga menambah kehangatan pada malam itu. Sharon duduk manis dikursi kayu itu, diapit oleh abangnya dan adiknya, Sandy. Tak jarang Sharon menggoda Sandy dengan ejekan-ejekan yang direspon datar oleh adiknya yang apatis itu. Melihat hal itu gantian Sharon yang ditertawai karena gagal menggoda adiknya. Sharon hanya melengos kesal.
"jadi ntar lagi kamu semester dua dong Shae?" Tanya abangnya, Selda
"yo'I bratha!"
"udah gede dong. Pasti udah punya pacar"tambah papanya tak mau kalah. Tiba-tiba pipi Sharon memerah.
"emang ada yang mau sama dia? Mandi aja jarang apa lagi ganti baju, liat tuh pa bajunya udah keluar jamur tempe gara-gara gak pernah dicuci" timpal Shanon sambil menunjuk-nunjuk baju piyama Sharon yang sudah lusuh itu
"biawak aja betah ngerem ditumpukan bajunya. hahaha" ucap Sandy spontan sambil tertawa, jujur kali ini Sandy benar-benar tertawa diikuti dengan gelak tawa mama papanya
"asal kalian tau, aku ini lagi dalam misi penghematan air. Biar gak Global,Global apa gitu namanya.." sanggah Sharon sambil mengira-ngira
"global tv" celetuk Shanon spontan sambil mengunyah makanannya
"ngaco! Tau ah ngomong sama MC acara nikahan gak ada ujungnya" Sharon memilih tidak meladeni Shanon yang makin menjadi-jadi
"masuk tanggal berapa kamu Shae?" Tanya Selda sambil menyuapi dirinya dengan sayur asem
"tanggal 16"
"tanggal 16. Hmm?" Selda berpikir sejenak kemudian melanjutkan kalimatnya "tinggal 4 hari lagi dong?"
"kasian... gue mah bulan depan wlee" ejek Shanon penuh bangga
"papa... !! libur Shae tinggal 4 hari, ajak kemana gitu" Sharon menggerutu sambil memohon, berharap sisa hari liburnya tak terbuang dengan percuma
"kita ke sekolah alam kamu dulu mau? Nanti papa ambil cuti, gimana?"
"iya deh gak papa, Shae kangen temen-temen Shae"
"oiya pa, pak Altaf pindah lagi kesini" mama Sharon datang dari dapur dengan membawa
semangkok besar es buah
"pak Altaf ? yakin ma?" Papa Sharon tampak tak percaya, Sharon hanya mendengar percakapan mama papanya tanpa bertanya karena tak penasaran dan menurutnya topiknya tak menarik
"iya pa, pindah tugas kesini lagi."
"di rumah dinas?" papanya kembali bertanya
"enggak, di rumah lamanya pa, di blok D". Kemudian papanya mengangguk ringan
"siapa pa?" Selda malah yang tampak penasaran, dan meletakkan sendok yang semula ia pegang
"temen lama papa, itu loh.. yang punya anak seumuran Sharon, namanya siapa ya lupa, ada pokoknya. Kerjaanya gangguin adikmu tuh sampek nangis... hhahahaa" papa Sharon tertawa sambil memperhatikan wajah Sharon yang mulai menunjukkan ekspresi penasaran, dahi Sharon mengernyit
"pah!" mama Sharon menyikut tangan suaminya yang masih tertawa lepas itu, berharap agar tak melanjutkan kalimat
"siapa pa?" Sharon tampak penasaran
"udah sayang, bukan siapa-siapa, mau ditambah es buahnya?" ucap mamanya mencoba mengalihkan perhatian, Sharon masih menatap mamanya yang agak gugup itu termasuk papanya yang juga terlihat sedikit gugup, lalu Sharon menggeleng pelan

🍂🍂🍂

Sharon termenung menatap sebuah bangunan besar yang tampak begitu asri dihadapannya itu, matanya memanas dan pelupuknya mulai berat, sebuah gerbang sederhana didepannya dapat melempar jauh kepada kenangan semasa ia masih memasuki gerbang itu saat pagi, saat datang, saat pulang, saat ia tak mau, saat ia rindu, saat ia takut dan tak ingin kembali ke bangunan itu, "Sekolah Alam (anak berkebutuhan khusus)" bibirnya mengucapkannya untuk yang kesekian kalinya, kali ini pelupuknya mulai basah, ada rasa takut menyelimuti dirinya ketika membaca kalimat itu, kembali ingatannya mengenang kejadian beberapa tahun lalu

"Sharon.. tenang sayang.. tenang., mama disini" mamanya berusaha menenangkannya, Sharon masih meronta-ronta sambil memegangi kupingnya, rasanya begitu sakit ketika kita mendengar suara dengingan yang begitu keras namun hanya kita yang dapat mendengarnya, itulah yang Sharon rasakan saat ini
"Sharon, dengerin mama, yang tenang sayang" Sharon merasa kehangatan menjulur keseluruh tubuhnya ketika mamanya memeluknya, rasanya telinganya kini tak terlalu sakit dan perlahan membaik. Mamanya mengangguk kearah suster yang tengah ikut memeganginya itu yang mengisyaratkan bahwa Sharon sudah mulai tenang. Kemudian suster itu pergi meninggalkan mereka berdua, sebelum suster itu benar-benar pergi ia berbisik sejenak
"Dokter perlu bicara setelah Sharon tidur" . wanita itu menganguk
"nina bobo oh nina bobo.." nyaniannya wanita itu lirih selirih tangisannya, hatinya tak kuat melihat putrinya harus menahan sakit yang amat sangat di hadapannya, tangannya mengusap rambut Sharon pelan, berharap putrinya sembuh, hatinya tak henti mengucap doa kepada tuhan untuk kesembuhan Sharon yang tengah ia rangkul tersebut. setiap kali Sharon kambuh dan kesakitan, wanita itu pasti akan menyalahkan dirinya karena menurutnya sakit yang dialami Sharon terjadi karena dirinya, karena kecelakaan beberapa waktu lalu yang membuat kepala Sharon mengalami cedera. Perlahan namun pasti air matanya menetes dengan deras dan dadanya mulai sesenggukan. Dengan cepat ia usap air matanya dan sebisa mungkin tak menimbulkan suara agar Sharon tak terbangun. Setelah Sharon benar-benar tertidur, mamanya meletakkannya dengan perlahan lalu mengusap rambut Sharon dengan lembut kemudian mengusap pipinya yang basah, tangannya menutup pintu dengan perlahan dan berjalan ke ruang dokter, disitu sudah ada suaminya yang tengah bercakap dengan dokter, tampak pembicaraan mereka sangat serius
"gimana keadaan Sharon dok?" wanita itu duduk di sebelah suaminya, Surya kemudian menunduk sejenak untuk membuang napas
dokter itu berdehem untuk memulai pembicaraan serius "bu, keadaan seperti ini langka untuk usia 13 tahun. Sebenarnya Tinnitus yang di idap oleh anak anda karena adanya trauma pada kepala sehingga menyebabkan penyakit meniere. Gejala pertama yang putri anda rasakan adalah telinga yang terasa berdenging kelanjutan dari penyakit tersebut adalah sensasi berutar pada diri sendiri atau sekeliling bisa disebut vertigo "
"Sharon memang pernah kecelakaan dok"
"ya itu penyebabnya, tapi jangan khawatir bu, keadaan Sharon mulai membaik sejak awal dia memulai terapi .Dan mengenai jantungnya, sejauh ini tidak adamasalah. Tinnitus nya tidak berpengaruh sama sekali pada jantungnya saya yakin dia pasti sembuh"

Tangan kanan wanita itu menutup mulutnya, kepanya tertunduk, air matanya menetes tanpa di perintah. Kali ini ia menangis lagi tak kuat menahan rasa sakit yang ia rasakan mengetahui bahwa putrinya melawan penyakit yang begitu langka untuk seusianya, tangan kirinya menghangat ketika suaminya menggengmnya dan meyakinkan bahwa semuanya pasti akan baik-baik saja
"yang terpenting, hindari depresi pada putri anda, depresi dapat memicu tinnitus"
"kami akan menangani Sharon sebaik mungkin dan kita menghindari jalan operasi dengan cara terapi suara maupun CBT, setelah terapi selesai saya sarankan untuk tetap tinggal disini untuk beberapa lama, kita akan melakukan rehabilitasi dan percobaan beberapa bulan" lanjut dokter

"Sharon gak papa ma, pa. Sharon mau pulang" Sharon tiba-tiba muncul dari balik pintu, matanya nanar dan sembab, Sharon kemudian menghampiri mamanya dan memeluknya erat
"Shae takut ma" Sharon mulai menangis dengan keras, semakin erat ia memeluk bundanya
"ada mama sayang, gak usah takut" mamanya mengusap rambut Sharon dengan lembut
"Sharon, kan disini ada dokter ganteng. Gak usah takut ya" Dokter itu juga berusaha menenangkan Sharon, bibirnya tersenyum manis, Sharon memang sangat menyukai dokter itu dan menyebutnya dengan dokter ganteng
"Shae pokoknya mau pulang!!" Sharon berteriak dengan keras sehingga membuat telinganya berdenging lagi, menyebabkannya pusing yang amat sangat dan mengharuskannya meminum beberapa obat. Setelah Sharon benar-benar pulih dan stabil akhirnya mamanya membawanya pulang ke rumah, namun itu hanya sementara karena Sharon kembali kambuh dan harus kembali menjalani terapi hingga ia benar-benar sembuh dan dinyatakan bahwa Sharon berhenti terapi

"gak mau masuk?" mamanya mengagetkannya, Sharon menggeleng tak yakin
"Shae takut ma"
"kan ada mama, kamu gak kangen apa ke dokter ganteng? Katanya kangen sama temen-temen" kemudian mamanya merangkulnya dan berjalan mengikuti papanya yang sudah jalan duluan

(Ditunggu ya next chapternya... 😊😊)

RemindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang