Demam

3.3K 209 9
                                    

Batal semua hal yang direncanakan Kusuma hari ini. Ia tidak jadi pulang ke rumah, tidak jadi menemani Rica mejeng di Mall, dan belum bisa membahas masalah 'pertunangannya' dengan ibu Widya.

Ia menikmati makan siang dengan tenang sendirian. Rica setelah makan siang harus menemani ibunya untuk mengambil barang diarah Cihampelas. Rica berjanji tidak akan lama, paling lama dua jam katanya kepada Kusuma. Kusuma tidak keberatan, toh ia bisa sendiri dikamar. Ia menolak ibu Widya dan mbok Ina yang ingin menemaninya. Ia tahu mereka semua sibuk tanpa harus menungguinya.

Dikamar sendirian, ia sudah disediakan air minum dimeja samping kanannya. Bermacam jenis novel sudah dibawakan oleh ibu untuk mememani kejenuhannya. Ia tadi sudah menelpon ibunya untuk mengabari bahwa ia baik-baik saja dan jangan khawatir. Tiga hari lagi ia pasti sudah di Bekasi.

Ketika selesai menelpon ibunya, Kusuma menguap. Ia memandang keluar jendela ternyata sedang hujan. Suasana ini pas sekali untuk tidur, perutnya sudah kenyang, obat yang ia minum memberi efek rileks, diluar hujan deras. Matanya tidak bisa berkompromi lagi, dengan perlahan menutup dan Kusuma pun tertidur pulas.

***

Langit masih menangis. Sudah satu jam gumpalan awan itu mengeluarkan air hujan yang sangat deras. Mata Rendy tertuju pada bunga yang berada di diteras kamarnya. Ibunya yang meletakkan tanaman bunga disana. Semerbak bau harum bunga tersebut mengingatkan ia pada bau harum wanita yang ada dikamar bawah. Brengsek! Rendy terpaku dan mengepalkan tangannya. Kenapa ia ingin selalu berada didekat Kusuma? Ia selalu ingin tahu apa yang wanita itu kerjakan sekarang? Apakah sedang membaca? Menelpon keluarganya? Atau bahkan chatting dimedia sosial.

Ia pindah dari depan kaca dekat pintu teras dan duduk di sofa tambahan yang terdapat dikaki tempat tidurnya. Mengapa ia merasa terkurung dikamar ini? Biasanya ia tidak merasa seperti itu. Apapun bisa ia lakukan dikamar ini, istirahat, menonton tv, bekerja di ruang kerja yang terhubung dengan kamarnya, ataupun bergelantungan untuk olahraga di tiang yang terpasang di dekat kursi sofa bersenderan besar dan lebar.

Tapi sekarang ia tidak bisa berkonsentrasi, remote tv yang berada didekatnya ia lemparkan ke tempat tidur. Ia menarik rambutnya dengan kesal, berusaha mengenyahkan wanita itu dari pikirannya. Ia berdiri dan mondar-mandir. Ketika tidak mendapatkan ketenangan, ia keluar dari kamar tidur dan segera turun kebawah. Kakinya seakan terbang karena ingin segera sampai berada dibawah.

Ketika ia sudah dibawah, suasana sepi. Ibunya mungkin berada di butik. Ayah serta pamannya berada di kantor ayahnya membahas sesuatu yang penting perihal perusahaan. Rica dan tantenya tadi pergi jadi mungkin belum kembali. Mbok ina sih pasti di dapur atau sedang istirahat. Ia ragu mau mengetuk pintu kamar Kusuma. Bagaimana ini? Tetapi ia tahu bahwa tidak ada yang menjaga Kusuma, bagaimana kalau ia butuh sesuatu? Atau mau buang air kecil, siapa yang bisa membantunya? Ia mengetuk pintu tapi tidak ada respon, jadi ia khawatir dan langsung membuka pintu.

Setelah di dalam, kamar ini gelap karena tidak ada lampu yang menyala. Diluar masih hujan deras dan langit pun masih gelap. Ia menekan seklar lampu yang terdapat didekat pintu. Seketika ruangan terang dan ia melihat Kusuma tertidur. Tetapi ketika ia berjalan mendekat, wanita itu bergerak dengan gelisah.

Ia tidak mau membangunkan Kusuma, jadi ia perlahan duduk ditempat tidur dekat Kusuma. Kenapa wanita ini tidur bergerak-gerak, dahinya berkeringat, dan setelah diamati dengan lebih dekat bibir Kusuma bergerak-gerak berkata, "Ibu..Ibu.." dan meringgis seperti kesakitan.

Jatung Rendy berdebar dengan cemas, ia segera menjulurkan tangannya untuk menyingkirkan anak rambut yang lengket didahi Kusuma. Ia terkejut karena dahi itu panas seperti terbakar. Rendy segera ingat perkataan dokter Silvi, mungkin ini demam efek samping dari jatuh tersebut.

MENCARI CINTA YANG SEDERHANA {Geng Rempong : 1}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang