Even so..

2.4K 245 4
                                    

Disclaimer
Selamanya Boboiboy cuma milik Monsta!!
-------

"Aku berdiri di atas bumi yang kupijak. Namun entah mengapa bumi itu terasa begitu jauh dariku. Sama seperti kau dan aku yang selalu bersama meski aku tak mampu meraihmu. Hei, katakan padaku.  Apa kau masih merasakan hal yang sama saat ini?"
-------

Malam telah larut, para manusia penjejak hari mulai nenapaki alam mimpi seraya berusaha melepas beban yang bertengger di pubdak setiap hari. Bukanlah hal yang egois ketika mereka menuntut keegoisan sejenak untuk tubuh yang lelah. Karena mereka membutuhkannya untuk menyapa kembali hari esok yang bisa berarti banyak hal untuk kebanyakan orang. Meski begitu,  Gempa anak tengah dari lima bersaudara itu menemukan dirinya tidak bisa tidur malam itu. Ia yakib sekali bahwa ia sama sekali bukanlah pengidap insomnia. Namun entah kenapa akhir-akhir ini ia sangat sulit untuk tidur dengan nyenyak atau ia akan mudah terbangun bahkan hanya dengan suara-suara kecil sekalipun. Dan jika sudah begitu, ia hanya akan mendesah pasrah dan mencoba mencari kegiatan untuk menghabiskan malam, sebab jika ia sudah terbangun,  maka ia takkan bisa tidur lagi setelahnya.
Seperti yang terjadi malam ini. Ketika ia berpikir ia akan dapat tidur lelap malam ini, sebuah suara yang sebenarnya tak terlalu keras mengusik tidurnya. Dengan kesal ia membuka mata dan merutukinya kemudian sebab ia tau ia takkan bisa tidur lagi setelahnya.
Merasa ia perlu mencari tau apa yang menjadi sumber keributan -meskikecil- itu, Gempa memutuskan untuk bangkit dari tempat tidur. Lagipula ia harus memastikan bahwa yang menimbulkan suara itu bukanlah pencuri.
Perlahan-lahan ia mengambil tongkat baseball yang ditinggalkan Taufan di kamarnya lalu turun dari lantai dua sambil mengendap-endap.
Clank!!
Suara itu terdengar lagi,  membuat Gempa mau tak mau menjadi semakin waspada. 'Suaranya berasal dapur' pikirnya was-was.
Sambil menahan nafas,  Gempa pun mengarahkan langkahnya ke arah dapur yang lampunya menyala. Ia mengerinyitkan dahi heran. Ia yakin bahwa sebelum tidur tadi lampu dapur sudah mati. Lalu siapa yang menyalakannya? Apakah benar-benar pencuri?
Clank!  Clank! Clank!
Lagi! Suara itu terdengar semakin jelas dan sering. Seperti suara kaca yang saling berbenturan. Sebenarnya apa yang terjadi di sana? Akhirnya,  setelah berhasil meyakinkan dirinya sendiri Gempa melangkah ke dapur sambil mempersiapkan mental dan tongkat baseball nya jika orang yang menyebabkan keributan itu memanglah seorang pencuri. Ia memang tak pintar olahraga seperti Taufan ataupun punya kemampuan beladiri. Namun ia yakin,  ia pasti bisa melakukan sesuatu untuk melawan pencuri itu.
"Siapa disana??!!" serunya seraya masuk ke dapur dan mengacungkan tongkat baseball nya. Mencoba menghapus celah bagi si pencuri untuk melarikan diri. Namun sayang,  ketika ia membuka mata bukan pencurilah yang berada di hadapannya. Melainkan sosok seorang pria sebayanya yang tengah menatapnya dengan mata membola.
"Ternyata... Bukan.. Pencuri... " Helaan nafas pun terdengar dari Gempa tepat ketika ia menjatuhkan tongkat baseball itu ke lantai. Syukurlah,  ia tidak benar-benar berhadapan dengan pencuri. Jantungnya seperti mau copot tadi.
"Aa!", desisan halus yang terdengar seolah menarik kembali kesadaran Gempa yang sempat melayang. Ia mengangkat kepalanya dan menemukan si 'pencuri' gadungan itu tengah meringis hampir tanpa suara seraya memegangi tangannya yang mengalirkan darah. Gempa kaget, namun tak melalukan apa-apa. Ia memperhatikan lagi apa yang sebenarnya terjadi. Pecahan kaca yang berserakan,  cairan berwarna putih yang tumpah di sekitarnya serta warna merah darah yang mulai berbaur bersamanya. Ahh... Kini ia bisa menyimpulkan apa yang tengah terjadi.
"Sebenarnya apa yang ingin kau lakukan malam-malam begini? Masa membuat susu saja kau tidak becus??"
Orang itu tak menjawab, melainkan hanya menundukkan kepalanya. Enggan untuk menatap Gempa. Ya sudahlah... Ia sebenarnya juga tidak mengharapkan jawaban.
"Hahh... Aku lelah. Tapi kau dengan teganya mengganggu tidurku. Jika sudah begini,  aku tidak akan bisa tidur lagi sampai pagi..." keluhan itu kemudian diikuti dengan desahan panjang. Ya ampun... Ia bahkan tidak memiliki tenaga untuk mengomel. Sepertinya anak tengah itu memang benar-benar lelah.
"Bersihkan ini.  Dan jangan membuat keributan lagi. Aku akan mencoba untuk tidur lagi...", ucap Gempa akhirnya. Tanpa menunggu jawaban,  ia pun segera melangkah untuk kembali ke kamarnya. Semoga saja ia bisa tidur kembali.
'Meski aku tak yakin.... '
-------

Gempa tengah mencoba membayangkan sesuatu yang dapat membuatnya tidur ketika suara gaduh lain terdengar di depan kamarnya. Dengan perasaan jengkel karena usahanya untuk tidur lagi-lagi diganggu, Gempa melangkah ke arah pintu dan membukanya. Dan ketika ia melihat apa yang ada disana, entah kenapa kejengkelan itu menguap seketika. Berganti dengan rasa heran dan perasaan nyaman yang terasa asing.
Mendesah pelan, Gempa membungkuk untuk mengambil nampan berisi segelas susu hangat dan sepiring roti panggang selai coklat. Juga di antara keduanya terdapat kertas kecil bertuliskan pesan singkat yang membuat Gempa kembali menghela nafas. "Kenapa kau masih melakukan hal ini setelah apa yang kulakukan, bodoh?? "

'Makanlah,  ini mungkin akan membantumu untuk tidur.'

-------

Halilintar menutup pintu kamarnya dengan perlahan. Takut menimbulkan suara yang mungkin saja akan mengganggu adik-adiknya. Sebelah tangannya membawa kotak P3K yang diambilnya dari dapur. Ia kemudian duduk di pinggir tempat tidur.
Perlahan dan hati-hati ia mulai membersihkan luka di telapak tangannya akibat pecahan kaca tadi. Untunglah tidak terlalu parah. Jadi ia bisa mengobatinya sendiri dan tak perlu merepotkan orang lain.
Setelah selesai mengobati lukanya,  Halilintar kembali mengemasi kotak P3K itu dan meletakkannya di nakas samping tempat tidur. Kemudian ia langsung merebahkan dirinya dan menatap lurus ke langit-langit kamar yang berwarna putih.
'Aku lelah... ' batinnya seraya mendesah dan menutup matanya dengan sebelah tangan. Pemandangan anak-anak yang tengan mengukir janji melalui jari kelingking mereka di sebuah pantai yang hangat adalah hal terakhir yang Halilintar ingat sebelun kegelapab datang menjemputnya.
'Hei, ayo berjanji. Apapun yang terjadi kita akan selalu bersama, oke?'

-------

"Seandainya hari itu aku tidak berjanji, apakah aku tidak akan merasa seperti ini??"

To be Continued

TegamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang