The beginning

1.5K 175 7
                                    

Disclaimer dan warning masih sama seperti sebelumnya...

Selamat membaca.. XD

-------

Iori tidak pernah membayangkan dirinya akan ada di situasi seperti ini lagi. Situasi dimana ia melupakan segala hal termasuk bagaimana caranya bernafas. Ia tidak bisa memikirkan apapun kecuali kondisi sang adik yang berada jauh dari jangkauannya. Kepalanya terasa pusing dan jantungnya seolah tengah menggedor-gedor tulang rusuknya dengan tidak berperasaan. Kenapa hal ini terjadi lagi? Setelah apa yang telah mereka lakukan untuk mengembalikan Halilintar, kenapa mereka menghancurkannya lagi??? 

"Iori, tenanglah...", ucap Yuto dingin seraya tetap fokus pada jalan di depannya.

"Bagaimana aku bisa tenang??!!", Iori nyaris berteriak. Namun ia berusaha menahannya dan mengambil nafas. "Bagaimana aku bisa tenang di saat seperti ini. Kita tidak tau apakah Halilintar baik-baik saja. Aku tidak ingin dia kembali seperti dulu. Itu begitu menyakitkan Yuto....", suaranya terdengar seperti merengek di akhir. Yuto paham, itu artinya adik kembarnya itu benar-benar sedang takut. Iori bukanlah orang yang cengeng, tapi bukan berarti ia adalah orang yang benar-benar kuat. Terkadang ia bisa rapuh dan menjadi cengeng dan disanalah tugas Yuto sebagai seorang kakak untuk menenangkannya. Meski pada nyatanya ia tidak yakin ia bisa tenang dalam situasi seperti ini.

"Aku tau.. Aku pun tidak ingin hal seperti dua tahun yang lalu terjadi lagi. Tapi kita harus bersabar, Rei ada bersamanya saat ini. Yakinlah kalau Halilintar tidak akan pernah meninggalkan kita lagi..."

Iori memejamkan mata seraya menyatukan kedua tangan di depan dada. Berdoa pada yang kuasa agar memberi kesempatan bagi adiknya untuk bertahan, agar beban yang ditanggung pundak kecil itu bisa sedikit diangkat, agar malaikat kecilnya tak lagi harus berkubang dengan kesengsaraan. Ya Tuhan... Kumohon lindungi adik kecil kami....

-------

Ada suatu masa dimana semua perasaan itu bermula. Masa yang telah berlalu begitu lama ketika mereka melihat hari-hari yang telah berlalu, juga masa yang terasa baru seperti kemarin ketika melihat gurat kesedihan masih bertengger di iris ruby itu. Mereka tidak tau, harus berapa lama lagi waktu harus berlalu agar anak itu benar-benar bisa bahagia. Menghentikan semua rasa sakit dan penderitaan yang selama ini mengikutinya menyerah dan akhirnya memberikan kesempatan untukknya mengecap apa itu kehidupan tanpa merasa takut akan hari esok. Mereka menanti hari itu. Entah kapan. Namun mereka harap suatu saat itu tidak terlalu jauh hingga membuat ia yang mereka harap bahagia terlebih dahulu hancur sebelum kebahagiaan menjemputnya.

-------

Ia menemukan dirinya berada di tempat yang sama sekali tidak ia kenali. Sebuah kamar yang lebih luas di banding kamarnya yang berada di rumah. Juga lampu gantung raksasa yang tergantung di tengah ruangan. Tangannya terikat dan ia hanya bisa pasrah berbaring di ranjang. Jujur ia merasa takut. Ia ingin pulang. Tapi ia tidak bisa melarikan diri. Tidak ada jendela disana. Pintunya juga pasti terkunci. Kaki dan tangannya terikat dan ia sama sekali tidak punya tenaga. Ia tidak tau sudah berapa lama ia terkurung di ruangan itu. Tapi ia yakin jika sudah cukup lama karena ia merasa sangat lapar seperti belum makan selama berhari-hari.

"Ayah... Ibu... Aku ingin pulang...." batinnya pilu. Namun sayang, sampai beberapa hari ke depan ia masih menemukan dirinya berada sendirian di ruangan aneh yang tidak ia kenal itu. 

-------

Uluran tangan seorang remaja berambut hitam menyambutnya ketika ia membuka mata. Pria itu memakai pakaian serba hitam dengan syal panjang yang melingkar di lehernya. Ia tersenyum ramah, seramah warna violet di matanya yang indah. Dan ia tidak menemukan alasan kenapa ia harus menolak uluran tangan itu, sehingga ia memutuskan untuk membalasnya. Senyum remaja itu kian melebar. Membuat ia mau tak mau semakin bingung dan anehnya ia juga merasa nyaman.

Ia membiarkan dirinya ditarik oleh remaja beriris violet itu sementara ia memutuskan untuk memperhatikan sekelilingnya. Sebuah padang rumput yang luas yang diselingi oleh beberapa bunga yang tampak begitu indah. Tidak ada hal lain lagi sejauh matanya memandang. Kemudian ia menoleh ke belakang dan menemukan sebuah pohon raksasa yang ia sadari sebagai pohon yang menaunginya ketika ia tertidur tadi.

"Hei, ini dimana?" ia menggerakkan bibirnya. Namun tidak ada suara yang keluar. Membuat ia kaget dan sejenak tertegun.

"Hei!!!" ia mencoba lagi. Namun nihil. Suaranya sama sekali tidak terdengar. Apa yang terjadi??

Remaja di hadapannya tiba-tiba saja berhenti kemudian berbalik. Senyumnya semakin lebar sampai-sampai matanya menyipit dan iris violetnya menghilang di balik kelopak matanya. Remaja itu menunjuk pada suatu titik di depan mereka. Seekor kunang-kunang yang memancarkan cahaya berwarna biru terang. Dan hal itu membuatnya semakin bingung. Sebenarnya dimana ia berada dan siapa remaja di hadapannya ini? Kenapa ia berada di sana? Dan kenapa ia tidak bisa mengingat siapa dirinya?

Sebuah sentuhan di tangannya membuat ia tersentak. Ia menoleh dan menemukan si remaja tak dikenal menarik tangannya dan menuntunnya untuk menyentuh kunang-kunang itu. Ia tidak menolak. Lebih tepatnya ia tidak bisa menolak. Cahaya yang berpendar biru itu terasa begitu familiar baginya. Dan entah kenapa ia merasa, bahwa remaja ini sama sekali tidak memiliki niat buruk padanya.

"Tuhan mengirimkanku untuk mengantarkan hadiah padamu. Hadiah kecil yang diharapkan mereka yang menyayangimu. Dan karena Tuhan menyayangimu, maka Dia memutuskan untuk mengabulkan harapan mereka dan memberikanmu hadiah berupa 'Kebahagiaan'."

-------

To be Continued....

TegamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang