Mission

1.2K 132 15
                                    

Disclaimer : Boboiboy masih milik monsta

Warning: parallel world, two dimension, OOC Character, twist plot and others warning that you'll found later..

And then , thanks for your support. And happy reading...

-------

Rei tidak pernah suka menunggu. Menunggu membuatnya bosan, menunggu membuang-buang waktunya dan menunggu menunjukkan seberapa orang yang ditunggunya tidak menghargai dirinya. Karena itu jangan salahkan ia jika akan uring-uringan seharian jika kau membuatnya menunggu walau hanya 10 menit saja. Namun kali ini, Rei bersyukur karena Yuto menyuruhnya menunggu di luar sementara ia berbicara dengan adik-adik Halilintar -Rei agak menyangsikan fakta ini-. Bukan tanpa alasan tentu saja. Ia bersyukur karena akhirnya ia bisa menemukan waktu untuk mencari tau penyebab kejadian tidak menyenangkan ini. Oleh karena itu, setelah ia meletakkan barang-barang Halilintar di bagasi mobilnya, ia segera mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya, nada monoton yang terdengar berubah menjadi sapaan yang meski sudah berkali-kali ia dengar namun tetap saja tidak terdengar menyenangkan di telinga Rei.

"Apa maksudnya ini? Bukankah kelompok mereka sudah lumpuh?", tanya Rei dengan nada tidak menyenangkan. Seperti bukan dirinya, seakan-akan Rei sang pemilik toko bungan yang dikenal ramah oleh semua orang tidak pernah ada dalam dirinya.

"Sabarlah Rei. Aku sedang mencari tau. Dan setelah apa yang kau lakukan 2 tahun silam, ya mereka lumpuh. Tapi kau tidak berpikir kalau semuanya akan berakhir begitu saja bukan? Kau jauh lebih mengenalnya dibanding aku."

"Aku tau itu!!", Rei mengepalkan tangannya sampai buku-buku jarinya memutih. Rahangnya mengeras dan giginya bergemelatuk, seakan-akan ia siap menghancurkan apapun yang muncul di hadapannya. Ia begitu marah. Sangat marah kalau boleh menambahkan. Namun ia berusaha menahan diri. Rei tidak ingin apa yang telah ia bangun selama bertahun-tahun hancur begitu saja hanya karena kecerobohan semata. Walau nyatanya ia paling tidak suka jika orang-orang di sekelilingnya di lukai begitu saja.

"Tapi kenapa mereka mengganggu Halilintar lagi? Anak itu tidak ada hubungannya lagi dengan ini!"

"Aku belum menemukan banyak informasi tentang ini. Jadi tolong bersabarlah. Hanya saja, kemungkinan besar, kelompok itu mulai bergerak dan mencari data terkait 'Reasons'. Dan, aku tidak ingin mengatakannya. Tapi, mereka mungkin saja berpikir kalau mereka bisa mendapatkan data itu dari Halilintar."

"Ap_"

"Tenanglah dulu Rei. Aku belum selesai..."

Mendengar hal itu, Rei kembali menarik nafas lalu menghembuskannya dengan kasar. Ia tidak suka menahan emosi karena itu akan membuat dadanya sesak. Tapi ia lebih tidak suka jika ada seseorang yang memotong ucapannya meski orang itu adalah orang kepercayaannya sekalipun.

"Aku belum memastikan kebenaran informasi ini. Tapi ada yang melihat 'dia' kembali ke Malaysia. Dan kemungkinan terburuknya adalah ia akan membangkitkan kelompok itu lagi dengan menggunakan 'Reasons'."

Sekali lagi, Rei menghela nafas panjang. Ia benar-benar tidak suka dengan keadaan ini. Padahal ia baru saja berpikir jika ia bisa memulai kehidupannya dengan tenang tanpa dibayang-bayangi masa lalu yang mengerikan itu. Tapi tentu saja. Ia tidak akan bisa hidup dengan bebas sebelum ia berhasil menghancurkan masalah itu sampai ke akar-akarnya.

"Baiklah. Terima kasih atas informasinya. Aku akan menangani hal ini."

"Maaf membuatmu harus meninggalkan kehidupan penuh bunga mu."

"Apa itu sindiran? Jika ya, maka itu sama sekali tidak menyenangkan Paman Tio.", dengus Rei seraya tersenyum tipis. Pria tua itu selalu saja tau cara untuk menenangkannya.

"Aku akan mencari tau siapa orang yang sudah mendorong Gempa dari tangga. Aku tidak akan membiarkan mata-mata masuk ke sekolahku dengan mudahnya."

"Tentu saja, Pak Kepala sekolah. Aku benar-benar mengandalkanmu. Terima kasih banyak.", jeda sesaat. Orang di sebrang telpon sama sekali tidak mengatakan apapun selama beberapa detik. Membuat Rei berpikir kalau orang itu sudah mematikan sambungannya. Ia baru saja akan memastikan ketika suara dengan nada lembut yang dirindukannya mengalun dari ponselnya.

"Jangan sungkan-sungkan Rei. Aku bukanlah orang lain bagimu."

"Tentu saja."

Dan bertepatan dengan kalimat itu, Rei melihat Yuto keluar dari rumah dan berjalan menghampirinya dengan sisa barang-barang Halilintar. Jadi, ia segera mengucapkan selamat tinggal, mematikan sambungan dan mengirim sebuah pesan singkat sebelum kemudian menyimpan ponselnya dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Kau menelpon seseorang?", tanya Yuto begitu ia tida di depan Rei. "Ya, pegawai tokoku. Aku memintanya untuk tutup lebih awal hari ini karena kemungkinan besar aku tidka bisa kembali ke toko."

"Kenapa?", Yuto menautkan alisnya begitu mendengar jawaban serta alasan Rei. Melihat hal itu, Rei langsung saja meraih barang-barang di tangan Yuto lalu menyimpannya ke bagasi mobil. "Kau harus memaksa Iori untuk pulang atau kau akan melihat adikmu ikut terbaring di rumah sakit.", kata Rei tanpa menoleh. Dan seketika Yuto langsung paham. Rei hanya ingin ia dan Iori istirahat sementara ia menggantikan mereka menjaga Halilintar di rumah sakit. Yahh walau sangat menyebalkan, tapi terkadang Rei bisa sangat perhatian juga. 

"Terima kasih."

"Hentikan senyum menjijikkan itu dan cepatlah naik!", seru Rei yang entah sejak kapan sudah berada di bangku kemudi. Mendengus kesal begitu mendengar kata-kata menyakitkan dari Rei, Yuto pun segera masuk ke mobil dan tak lupa menghadiahi jitakan super di kepala Rei yang sudah menyebutnya menjijikan. Tapi yah, meski begitu ia sama sekali tidak memungkiri jika perasaannya sudah lebih baik sekarang. Dan selanjutnya, ia akan membuat Iori juga merasakan hal yang sama.

-------

From: Matsuoka Rei

Mereka sudah bergerak. Aku akan membutuhkan bantuanmu lagi Kaizo.

"Pesan dari siapa?", Kaizo mengangkat kepala, lalu menatap adiknya yang tengah meletakkan secangkir kopi di hadapannya. Ia menyimpan ponselnya di atas meja lalu mengambil cangkir kopinya dan menyesapnya dengan tenang. 

"Hei, kau belum menjawabku!"

"Dari Rei. Siap-siaplah. Kita akan mulai bekerja. Walau kuakui, ia pekerjaan yang terlalu berat untuk pemula sepertimu.", kata Kaizo yang membuat sosok yang duduk di hadapannya kesal. "Aku bukan pemula! Aku sudah bekerja di kepolisian sejak tahun lalu. Kakak tidak bisa terus menerus meremehkanku."

"Justru karena sikapmu yang seperti itu, Fang. Kau terlalu meledak-ledak. Aku takut kau hanya akan membahayakan diri dalam misi ini.", kata Kaizo dengan nada dramatis yang membuat Fang-sang adik- justru mencibir. "Tapi aku memang membutuhkan kemampuanmu. Asal kau berjanji tidka akan membuat kekacauan, maka kau akan kusertakan dalam misi ini."

"Tentu saja. Kau pikir aku anak-anak?"

"Dasar tidak tau diri!", bisik Kaizo seraya menyeruput kopinya lagi. 

"Oh ya, jangan lupa hubungi Solar dan Thorn. Aku punya misi khusus untuk mereka."

"Kenapa tidak kau hubungi saja sendiri? Kau kan punya HP sendiri.", kata Fang kesal.

"Lalukan atau semua donat lobak merahmu berakhir di tempat sampah!", kata Kaizo sebelum akhirnya berlalu dan meninggalkan sang adik yang berteriak dramatis karena donat lobak merah kesayangannya.

-------

To be Continued

TegamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang