Gempa

1.6K 156 22
                                    

Thanks to the new episode of Boboiboy so that I have the will to continue this story. How I miss the cute fire, he still the same but different in the same time....

What do you think?

Disclaimer and warning still the same..

And thanks for all your support for me and this story...

Hope you like it...

-------

Bukannya tidak ada masa dimana Halilintar berpikir bahwa hidupnya terlalu gila untuk dijalani. Terkadang ia bertanya, kenapa jalan hidupnya begitu berbeda dengan orang lain. Begitu banyak batu terjal dalam hidupnya sampai-sampai ia lupa kapan terakhir kali ia bisa berjalan di jalan datar yang lurus. Terlalu banyak rintangan, terlalu banyak tikungan dan hingga ini ia merasa belum pernah melihat tempat peristirahatan untuk dirinya meski ia telah lelah menjalani semuanya. Sering kali tebing curam yang berada di kiri dan kanan jalannya terdengar seolah memanggilnya untuk mendekat. Memanggilnya untuk membuat tempat peristirahatan sendiri ketika waktu tak mau berbaik hati menyediakan tempat baginya untuk berteduh barang sejenak. Kadang ia tergoda akan rayuan itu. Terdengar lebih mudah dan menyenangkan. Namun kemudian angin yang berhembus dan langit yang menaungi seakan berbisik padanya. Menahan dirinya untuk menyerah, menguatkan hatinya untuk terus melangkah. Dan karenanya, terkadang Halilintar melupakan fakta bahwa ia telah melewatkan tempat peristirahatan tanpa ia sadari. Hingga kini waktu memaksanya berhenti. Memaksanya untuk duduk sejenak dan menikmati apa yang selama ini ia abaikan.

Hari telah menjelang sore ketika akhirnya Halilintar membuka mata dan mendapati ia masih berada di rumah sakit yang sama dengan yang dilihatnya sebelum tidur. Ternyata memang bukan mimpi. Ia sedang berada di dunia lain, waktu lain dan kehidupan yang juga lain.

"Hiduplah disana dan gantikan aku....", ucapan si pemeran utama di dunia ini kembali terbayang di benak Halilintar. Ia berusaha berpikir bahwa apa yang ia alami barusan hanyalah mimpi kosong belaka. Namun kembali ia berpikir bahwa apa yang ia lihat, apa yang ia alami dan apa yang ia dengar terlalu nyata hanya untuk sekedar dianggap sebagai mimpi. 

Perlahan ia bangkit. Mencoba untuk duduk dan mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Langit di luar sana sudah melukiskan warna oranye yang lembut, membiaskan cahaya yang berwarna serupa pada hujan kelopak sakuran yang masih jatuh dengan anggun. 

Apakah ia berhak mendapatkan semua ini? 

Sejujurnya masih sulit baginya untuk menerima dan memahami apa yang terjadi. Tentang ia yang tak dapat kembali ke dunianya meski ingin dan tentang Lintar-ia memutuskan memanggil dirinya yang lain dengan sebutan begitu- yang tak ingin kembali ke dunianya setelah melakukan tindakan bodoh dengan bunuh diri. Orang itu justru dengan seenaknya menyuruh Halilintar untuk menggantikan perannya di dunia yang bahkan tidak ia kenal ini. Sungguh egois. Namun begitu....

"Bukannya aku tidak tau apa yang ia rasakan...." gumamnya kemudian. Dan setelahnya Halilintar tersentak setelah menyadari sesuatu. Ia mengangkat tangannya dan menyentuh tenggorokannya.

"Suaraku?"

Adalah keajaiban baginya ketika ia dapat mendengar suaranya lagi setelah sekian lama. Meski di dunia mimpi tadi ia dapat berbicara dengan bebas, namun tetap saja suara yang asli terdengar jauh begitu berbeda. Apa karna perbedaan usia? Apa karna di sini ia sudah berusia 25 tahun? Tapi....

Apakah aku berhak menggunakan suara ini? Ini bahkan bukan tubuh milikku...

Halilintar tertegun sejenak. Tangannya kembali ia turunkan dan beralih meremas selimut di pangkuannya. 

Apakah aku berhak?

Pertanyaan demi pertanyaan melintas dibenaknya. Membuat ia semakin ragu akan apa yang harus ia lakukan setelah ini. 

TegamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang