Unordinary Day

2.1K 230 4
                                    

"Disini,  aku terjebak pada dilema yang semu. Dimana aku bertahan tuk sebuah alasan yang bahkan tak bisa kutemukan. Kau mengerti bukan?"
-------

Pagi telah menjelang. Mentari mulai mengintip dibalik batas horizon yang berpendar kemerahan. Kehangatan pun mulai menyebar bersama garis cahaya yang berubah menjadi selimut yang akan melingkupi permukaan bumi. Udara segar pun tak ketinggalan menyemarakkan suasana pagi,  berbarengan dengan kokokan ayam sang pengingat waktu dan nyanyian merdu burung-burung di atas pohon sebagai penyambut fajar.
Sungguh cara yang begitu indah untuk menyambut pagi. Pagi yang klasik untuk hari yang klasik. Dimana manusia pun terkadang enggan untuk menjadi bagian diantaranya.
Dan adalah suatu hal yang tak biasa di hari yang biasa ketika Gempa menemukan dirinya dapat tidur dengan lelap saat ia yakin ia terkena serangan insomnia semalam. Mengerjapkan mata seraya mengumpulkan nyawa yang belum utuh,  ia kemudian mengedarkan pandangan ke seluruh kamar. Dan gelas kosong bekas susu dan piring dengan remah roti di atas nampan menarik perhatiannya. 'Aku tidak menyangka kalau aku benar-benar bisa tidur setelah minum susu hangat.'
"Kak Gempa...  Udah bangun belum?"
Seruan yang diiringi ketukan di pintu kamarnya pun terdengar.
Gempa,  dengan langkah gontai dan mata yang masih mengantuk menyahut dengan tidak semangat. Hal yang terjadi berikutnya adalah pintu kamarnya yang terbuka dan menampilkan sosok adiknya yang paling periang.
"Blaze kenapa?" tanyanya begitu menyadari adanya perubedaan dari sang adik yang biasanya selalu tersenyum.
"Ice, dia tidak mau datang ke konser Blaze nanti." curhat si kembar keempat seraya duduk di sebelah Gempa. Kerutan pun tampak di dahi sang kakak. Ice? Tumben sekali dia membuat Blaze kecewa..
"Katanya dia sudah ada janji dengan Yaya untuk pergi menghadiri pameran di museum.", jelas Blaze seolah menjawab pertanyaan yang tak terlontar oleh Gempa.
Melihat kekecawaan yang begitu kentara pada sang adik membuat Gempa berusaha menghiburnya meski hanya dengan mengelus punggungnya dengan sayang. "Jangan sedih. Ice pasti juga sangat ingin dateng ke konsernya Blaze. Tapi,  dia juga tak mau mengecewakan Yaya. Kau tau kan,  kalau Yaya itu sahabat baik kita semua? Kalau kau jadi Ice apa kau mau mengecewakan gadis sebaik Yaya?"
Blaze mengangkat kepalanya lalu nenatap Gempa langsung ke mata. Kekecewaan yang semula tampak disana mulai memudar dan berganti dengan kebimbangan. Gempa tersenyum. "Blaze kan kakak yang baik sekaligus sahabat yang baik. Blaze harusnya bisa memaklumi mereka."
Meski tampaknya ia sudah tak lagi marah,  tapi aura suram yang mengelilingi si kembar keempat ini tak juga hilang. Gempa paham,  karena bagaimana pun juga,  bagi Blaze, Ice adalah saudara yang paling dekat dengannya. Dan biasaya si bungsu itu pasti akan menyempatkan diri untuk datang ke konser sang penyanyi muda yang sekaligus merupakan kakaknya walaj hanya sebentar. Dan itulah yang kini menimbulkan pertanyaan dalam benak Gempa. Tidak biasanya Ice menolak ajakan Blaze, apa benar alasannya hanya karena janji dengan Yaya? Namun pertanyaan itu tak dilontarkannya karna khawatir akan membyat Blaze semakin kecewa dan khawatir. Oleh karena itu ia menyimpan sendiri pertanyaan itu dalam dirinya.
"Sebagai gantinya,  biar Kak Gempa sama Kak Taufan yang datang ke konser Blaze." ucap Gempa yang langsung dihadiahi tatapan berbinar oleh sang adik. "Benar?  Kak Gempa janji?"
"Iya.. Kakak berjanji. Sebagai gantinya,  Blaze gak boleh sedih lagi dan harus semangat nanti pas konsernya."
"Siap bos!!" seru Blaze seraya menbentuk posisi hormat yang mau tak mau menbuat Gempa turut megukir senyum.
"Sekarang Blaze siap-siap dan kita sarapan beraama di bawah."
Dan tanpa menunggu waktu lagi, sang penyanyi muda itu pun melesat meninggalkan kamar sang kakak untuk menuju kamarnya sendiri.
"Dasar Blaze... "
-------

Jika hal aneh yang ditemui Gmepa pagi ini adalah fakta bahwa ia bisa tidur setelah terkena insomnia semalam,  maka hal aneh yang Taufan temukan pagi ini adalah tidak adanya bau harum yang menyambutnya ketika bangun pagi. Taufan memang bukan orang yang bisa bangun pagi. Ia biasanya akan bangun ketika hidungnya mencium bau harum yang menjadi tanda bahwa sarapan yang enak telah tersedia. Dan entah kenapa, hal itu tidak ditemuinya pagi ini. Jika saja, Gempa tidak membangunkannya maka mungkin ia akan telat kesekolah karena telat bangun. Dan rasa penasaran itu terus menghantui Taufan bahkan ketika ia sudah duduk di meja makan dengan sepiring roti bakar dengan selai blueberry serta segelas teh panas.
"Kak Taufan gak makan?" tanya Gempa yang sedari tadi menyadari gelagat aneh dari sang kakak.
"Eh?"
"Kak Taufan cuma diam sambil memasang wajah bodoh dari tadi." komentar Ice sambil memakan rotinya dengan perlahan,  seakan-akan ia bisa saja tidur setiap saat.
"Ice, makan dulu. Jangan tidur... " kata Blaze seraya menggoyangkan pundak sang adik. Dan entah hanya perasaannya saja,  Taufan melihat binar tidak suka di mata Ice,  seolah ia tak ingin disentuh oleh Blaze.
"Tuh kan?  Kak Taufan ngelamun lagi. Ada apa sih kak? Lagi ada masalah?"
"Eh? Hmm..  Sebebarnya gak ada masalah sih. Cuma, agak heran aja."
Gempa menatap sang kakak dengan pandangan bertanya. Tapi tidak dengan Blaze yang sibuk membangunkan Ice yang hampir tertidur di meja makan.
"Heran kenapa?"
"Kenapa pagi ini kita makan pake roti?"
"Loh? Kenapa heran? Bukannya roti emang biasa dimakan buat sarapan ya?" timpal Blaze yang sepertinya sudah menyerah membuat Ice tetap membuka matanya.
"Bukan itu... Tapi... "
"Aku kurang tau sih, soalnya waktu aku turun di meja makan sudah tersedia semua ini. Emang agak heran sih, soalnya kita biasa makannya pake nasi goreng atau makanan berat yang lain. Jarang sih makan roti gini pas sarapan. Apalagi sejak Kak Hali datang.." komentar Gempa mengingat-ingat.
"Lalu sekarang dia dimana?"
"Entahlah,  aku belum melihatnya dari pagi." ucap Gempa seraya mengangkat bahu. Kemudian tiba-tiba saja ia teringat kejadian semalam, dimana ia bertemu dengan Halilintar yang entah sedang melakukan apa di dapur.
"Kira-kira dia kemana ya?" gumam Taufan tanpa sadar.
"Kenapa Kak Taufan bertanya? Bukannya selama ini diantara kita tidak ada yang peduli dengannya? Jangan lupa alasan kenapa kita membiarkannya tinggal disini setelah apa yang dia lakukan pada keluarga kita." si bungsu menyela. Masih dengan kepala yang direbahkan ke meja seolah apa yang ia katakan bukanlah hal serius yang perlu diperhatikan. Meski tampak begitu,  namun sebenarnya Ice hanya ingin menghindari tatapan dari saudara-saudaranya. Ia tidak suka tatapan yang mereka munculkan ketija nama Halilintar disebut. Ia tidak suka. Karena dengan begitu Ice merasa ia sudah mengecewakan orang tuanya. Dan menurutnya Halilintar.... 

To be continued.....

TegamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang