Where My Heart Belongs

1.4K 157 22
                                    

Disclaimer and warning still the same as before..

Enjoy the story...

-------

How many years have passed

The precious things in live

Remember the dream, I drew on my heart

When I close my eyes, I see a stadium of stars

Now I stand here by myself where my heart belongs...

-------

Iris ruby nan dibingkai kacatama itu menatap langit di atasnya dengan pandangan kosong. Langit berwarna biru dengan sapuan warna orange dan pink lembut yang cantik memenuhi pandangannya. Semburat awan yang pudar juga turut menambah warna pada lukisan alam terindah itu. Namun begitu, sayang keindahan itu hanya bagai angin lalu bagi ia yang terlalu larut dalam permainan waktu.

"Kau yakin ingin menyerahkannya pada Halilintar?"

Sebuah suara mengalun terbawa angin. Suara yang menyebutkan nama seorang remaja yang barusan berbincang dengannya. Remaja yang merupakan dirinya namun orang lain di saat yang bersamaan. Pria berkacamata itu menoleh ke bawah dan menemukan Crey menatapnya dengan pandangan lembut. Belum lama semenjak ia berjumpa dengan pria yang mengaku sebagai utusan Tuhan itu, namun entah kenapa pria itu mengenalnya jauh dibanding ia mengenal dirinya sendiri.

"Entahlah..." Kemudian ia menatap lagi ke arah langit yang sudah beberapa hari menghiasi dunianya. Langit yang tak ia temukan di dunia asalnya. Langit yang selalu memberikan ketenangan ketika ia melihatnya.

"Aku.. sudah tidak tau lagi apa yang harus kulakukan."

Crey diam. Ia membiarkan Halilintar kembali terpaku pada pikirannya sendiri. Entah apa yang ia pikirkan. Entah apa yang ia harapkan. Crey tidak pernah tau. Yang ia tau, ia harus mengantarkan kembali pria itu pada kehidupannya yang seharusnya dan bukannya menyembunyikan diri di dunia dimana tidak ada seorang pun yang akan menemukannya.

"Crey, apa di dunia manapun aku tidak pernah bahagia?", pertanyaan itu terlontar sebagai bentuk rasa ingin tahu. Setelah berjumpa dengan dirinya yang lebih muda dari dunia lain, Halilintar akhirnya menyadari bahwa kehidupan dirinya di dunia lain tidak jauh lebih baik daripada yang ia alami. Mereka sama-sama tenggelam dalam kesengsaraan dan keputusasaan. Dan lebih buruknya lagi, penyebab itu semua adalah hal yang justru harusnya menjadi sumber kebahagiaannya. Adik-adiknya. Keluarganya. Bagian dari dirinya. 

"Apa kau menyesalinya?" Pertanyaan dibalas pertanyaanya. Halilintar kembali menatap Crey melalui lensa bening kacamatanya. "Jika maksudmu menyesal karna memilih untuk mengakhiri hidupku sendiri, maka jawabannya adalah tidak. Tapi....."

Bersamaan dengan itu angin berhembus dengan kencang. Menerbangkan dedaunan dari pohon-pohon yang ada di sekitar pohon tua tempat ia berpijak. Dan kala itu, Halilintar tersenyum. 

"Tapi keputusanku untuk memintanya menggantikanku mungkin hanyalah bentuk keegoisan semata. Karena aku belum sanggup menghadapi adik-adikku setelah apa yang terjadi hari itu."

-------

"Pak, apa hari ini Anda akan pulang lebih awal lagi?", Taufan menghentikan langkahnya ketika seorang wanita yang merupakan sekretarisnya mengajukan pertanyaan yang sepertinya belakangan ini telah sering ia dengar. Ia menatap wanita itu sebentar kemudian tersenyum. 

"Oh, iya. Hari ini aku akan pulang lebih cepat. Kana, tolong kau atur jadwalku untuk besok. Usahakan setiap kegiatan yang kau jadwalkan adalah kegiatan yang benar-benar penting dan mendesak. Selain itu, cobalah menundanya atau alihkan pada Fang."

TegamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang